Tragedi Bom Bali 2002 dalam Film Dokumenter Karya Sigit Purwono

Tragedi Bom Bali 2002 dalam Film Dokumenter Karya Sigit Purwono

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Jumat, 16 Sep 2022 21:46 WIB
Suasana nonton film Jejak Digital 20 Tahun Bom Bali 2002 karya Sigit Purwono, di Denpasar, Bali, Jumat (16/9/2022).
Suasana nonton film Jejak Digital 20 Tahun Bom Bali 2002 karya Sigit Purwono, di Denpasar, Bali, Jumat (16/9/2022). Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri-detikBali
Denpasar - Pria berprofesi jurnalis sejak tahun 1991, Sigit Purwono menggambarkan tragedi Bom Bali 2002 melalui karya film dokumenter. Film berjudul 'Jejak Digital 20 Tahun Bom Bali 2002' yang telah diselesaikan sejak 2006 itu, akhirnya resmi diluncurkan pada Jumat (16/9/2022).

"Kejadian bom Bali itu mengerikan sekali, Bali yang terkenal sebagai daerah pariwisata yang aman, tapi tiba-tiba ada bom itu ngeri sekali. Saya paling ngeri lihat mayat, tapi tiba-tiba ada ledakan dan di mobil itu isinya orang meninggal," katanya.

Sigit mengaku saat kejadian bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, ia merupakan jurnalis televisi di salah satu media massa milik pemerintah. Ia datang meliput kejadian pasca dua jam ledakan bom.

"Saya sebagai wartawan menyajikan fakta, dan beginilah kejadian Bom Bali 2002. Saya membuat film ini untuk lomba Internasional Dokumentary Festival, tapi belum pernah saya publish di media sosial dan 95% video dalam film ini adalah video saya," akunya.

Ia mengaku, dalam menyajikan film dokumenter ini tidak memiliki niatan untuk menyakiti atau membangkitkan luka lama keluarga korban atau pihak lain. Terlebih, hal tersebut merupakan luka lama yang tersimpan selama 20 tahun, yang hingga kini masih membekas di hati siapapun, khususnya masyarakat Bali.

"Saya berharap film ini akan menjadi jejak digital, referensi, dan literasi, tidak saja bagi warga Bali, Indonesia, tapi juga Internasional tentang bagaimana kasus terorisme di Bali. Bom Bali ini kasus terbesar nomor dua setelah serangan WTC," ungkapnya.

Sigit mengatakan, pasca kejadian bom Bali, ia juga harus mengikuti proses menghilangkan trauma. Bahkan, saat ini ketika menyaksikan film tersebut, Sigit mengaku tak bisa berkata-kata dan hanya bisa menangis. Ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga korban yang harus terus menjalani hidup hingga saat ini dengan perasaan duka mendalam.

"Jangankan orang-orang yang keluarganya menjadi korban, wartawan saja tidak tega. Tapi, kejadian ini harus didokumentasikan karena tidak bisa dihilangkan dari sejarah Bali. Saya ingin menghadirkan realita yang sebenarnya dan film ini dibuat bukan untuk membela Islam dan tidak membela non muslim," tambahnya.


(irb/irb)

Hide Ads