Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi turut buka suara terkait maraknya laporan pencatutan nama dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Ia mengimbau agar polemik itu dapat diselesaikan oleh KPU dan Bawaslu di pusat dan di daerah.
"Hal teknis (terkait kasus pencatutan nama di Sipol) menjadi kewenangan lembaga penyelenggara KPU dan Bawaslu baik di pusat dan daerah," kata Raka Sandi, Minggu (11/9/2022).
Raka Sardi mengatakan mekanisme itu sudah diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang di antaranya menyebutkan bahwa KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fokus DKPP adalah pada penegakan kode etik penyelenggara pemilu. Tentu dalam konteks itu, saya sebagai anggota DKPP RI mengimbau agar tugas dan fungsi lembaga masyarakat ini dapat berjalan sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku," tegas mantan Ketua KPU Provinsi Bali ini.
Di sisi lain, pihaknya berharap potensi pelanggaran seperti pencatutan data NIK KTP dapat dicegah. Ia pun mendorong masyarakat agar turut berpartisipasi mengawal proses demokrasi, terutama menjelang Pemilu 2024.
"Kami berharap itu dapat diselesaikan dan dikoordinasikan di tingkat KPU selaku penyelenggara tahapan dan Bawaslu yang melakukan fungsi pencegahan dan pengawasan setempat," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus pencatutan nama dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) menyeruak setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali menduga adanya peran pengepul KTP. Pencatutan data dari KTP dilakukan partai politik untuk menambah jumlah anggota partai, lalu dicatat ke dalam Sipol.
Pengamat politik dari Undiknas, I Wayan Subanda mengatakan warga bisa melayangkan gugatan terkait pemalsuan dokumen jika namanya dicatut dalam Sipol. Tak hanya itu, menurutnya tak menutup kemungkinan pencatutan data tersebut masuk ke ranah pidana pencemaran nama baik.
"Dia (korban) yang bisa melakukan tuntutan dan berhak melakukan gugatan. Nah, gugatan itu berarti pemalsuan dokumen, bisa ada pidana resmi," ungkap Subanda kepada detikBali, Minggu (11/9/2022).
Subanda menambahkan, warga yang keberatan jika namanya dicatut bisa melaporkan partai politik tersebut dengan menyertai bukti-bukti. Bahkan, menurutnya, tak menutup kemungkinan warga melaporkan kasus tersebut ke ranah pidana pencemaran nama baik.
"Harus ada bukti nama dicatut segala macam. Bahkan, kalau orang ini sudah merasa namanya dicemarkan, bisa ke ranah pidana pencemaran nama baik. Tapi, ya itu, harus ada bukti dan dokumen yang menguatkan," pungkasnya.
(iws/iws)