Komnas Perempuan mengungkap tiga temuan terkait dugaan kekerasan seksual yang dialami istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi oleh Brigadir Yoshua di Magelang. Komnas Perempuan menyebut adanya petunjuk awal yang harus ditindaklanjuti penyidik.
"Berkait dengan dugaan peristiwa kekerasan seksual terhadap P oleh J di Magelang tanggal 7 Juli 2022. Kami menemukan bahwa ada petunjuk-petunjuk awal yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak penyidik, baik dari keterangan P, S (ART Putri, red), maupun asesmen psikologi tentang dugaan peristiwa kekerasan seksual ini," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, seperti dikutip dari detikNews, Jumat (1/9/2022).
Putri Enggan Lapor karena Malu
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andy mengungkapkan Putri sebelumnya mengaku enggan melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya karena malu. Istri mantan Kadiv Propam Polri itu, kata dia, juga takut pada ancaman pelaku dan dampak jika kasus kekerasan itu dilaporkan. Dia melanjutkan Putri bahkan terus menyampaikan lebih baik mati.
"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu, dalam pernyataannya ya, merasa malu, menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya," tuturnya.
Putri Ngaku Lebih Baik Mati
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi ternyata sempat menyatakan ingin mengakhiri hidup. Hal itu disampaikan Putri berkali-kali kepada Komnas Perempuan.
"Dalam kasus ini, posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut kepada ancaman, dan menyalahkan diri sendiri, sehingga merasa lebih baik mati. Ini disampaikan berkali-kali," sambung Andy.
Relasi Kuasa Tidak Hilangkan Potensi Kekerasan Seksual
Andy menekankan relasi kuasa antara atasan dan bawahan tidak serta merta menghilangkan potensi dilakukannya kekerasan seksual. Karena itu, dia meminta masyarakat untuk lantas tidak menyalahkan korban.
"Kita perlu memikir ulang bahwa relasi kuasa antara atasan dan bawahan saja tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual. Karena relasi kuasa itu sesungguhnya sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh konstruksi gender, usia, maupun juga kekuasaan-kekuasaan lainnya," papar dia.
(nor/nor)