Aktivis pendidikan sekaligus Waketum DPP Persadha Nusantara Gede Suardana mempertanyakan keputusan Pemprov Bali, melalui Gubernur Bali Wayan Koster, yang bersikeras mengubah pola layanan pendidikan SMA Bali Mandara menjadi sekolah reguler. Keputusannya itu dinilai telah mengabaikan aspirasi publik.
Pihaknya menyesalkan Pemprov Bali telah mengabaikan kajian akademis tentang sekolah tersebut yang disampaikan oleh Forum Komunikasi Peduli Pendidikan (FKPP) Bali dan alumni SMA Bali Mandara.
"Kajian ini diharapkan memberikan perspektif dari sudut pandang berbeda dengan harapan Gubernur mengambil keputusan yang komprehensif," kata Suardana dalam keterangan tertulis, Selasa (21/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suardana mengatakan kritik dan masukan terkait perubahan status SMA Bali Mandara tidak hanya datang dari FKPP dan alumni, tapi juga tokoh pendidikan dan akademisi. "Publik pun meyakini kebijakannya (Gubernur Bali) keliru. Namun semua dianggap angin lalu," kata Suardana.
Mantan Ketua KPU Buleleng ini mengingatkan bahwa kebijakan mengubah sistem pendidikan SMA Bali Mandara akan diingat oleh publik dalam waktu lama. "Jangan remehkan doa anak-anak miskin. Jangan abaikan pekerimik (omongan) masyarakat Bali. Jangan abaikan perasaan masyarakat," tuturnya.
Dengan keputusan tersebut, SMA/SMK Negeri Bali Mandara akan melakukan penerimaan siswa baru secara reguler sama seperti sekolah negeri lainnya di Bali, mulai Rabu (22/6/2022).
Disdikpora Bali Ungkap Alasan Hapus Sistem Asrama SMA Bali Mandara
Sebelumnya, Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali membantah penghapusan sistem asrama bagi siswa-siswi SMA Bali Mandara akibat kekurangan anggaran. Sistem asrama dihapus karena banyak siswa-siswi lain yang tidak dapat di SMA Bali Mandara, yang juga harus mendapatkan perhatian pemerintah.
"Kalau berbicara anggaran, kalau anggaran hanya untuk di sekolah tersebut tentu masih sangat mencukupi," kata Kadisdikpora Ketut Ngurah Boy Jayawibawa saat konferensi pers di kantornya, Senin (6/6/2022).
"Karena ini kan masih banyak yang harus dientaskan, masih banyak yang harus ditangani, bukan hanya yang tadi, katakan 800 atau 900 (orang) di sekolah tertentu, ini sudah mencakup seluruh Bali. Jadi oleh Bapak Gubernur, pemerintah harus hadir harus merata sampai ke kecamatan sampai ke desa-desa," terang Boy.
Menurut Boy, suatu kebijakan pasti ada pelaksanaan dan evaluasi, termasuk di SMA Bali Mandara. Sebab masih banyak anak-anak yang memang berstatus sebagai siswa miskin tetapi kurang beruntung karena tak bisa diterima di SMA Bali Mandara. Karena itu, mereka akhirnya harus bersekolah di sekolah-sekolah lain.
"Syukur-syukur yang pertama mereka bisa diterima, atau kalau diterima tentu dengan kondisi kekurangmampuan itu akhirnya tidak terpantau oleh pemerintah. Sekarang semuanya telah tersebar di sembilan kabupaten/kota, di sekolah-sekolah SMA dan SMK, ini akan lebih memudahkan untuk pengentasannya, mengantarkan mereka sampai tamat dari sekolah menengah," terangnya.
Menurut Boy, di Bali ada sekitar 18 ribu siswa miskin, namun hanya sedikit yang diterima di SMA Bali Mandara. Karena itu, masih ada sekitar 17 ribu sekian siswa yang belum terakomodir di SMA Bali Mandara.
"Jadi seperti itu pola pemikirannya. Ya kalau yang memang siswa miskin beruntung mendapat sekolah tersebut mendapat fasilitas, tapi anak- anak siswanya yang lain yang lagi 17 ribu sekian, kan ini kasihan. Di sinilah wajib kita hadir," ungkap Boy.
(kws/kws)