Sesuai namanya, keripik ini berbahan baku batang pisang atau yang dalam bahasa Bali disebut gedebong.
Keripik ini belum lama dikembangkan sebagai inovasi dan kreasi panganan yang diproduksi Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) di desa setempat.
"Dikembangkan mulai Maret 2022 yang lalu. Produk ini adalah hasil pelatihan kelompok UP2K yang ada di bawah Tim Penggerak PKK Desa Kukuh dan difasilitasi BLK (Balai Latihan Kerja) Kabupaten Tabanan," jelas Perbekel atau Kepala Desa Kukuh, I Nyoman Widhi Adnyana, Senin (25/4/22).
Ia menyebutkan, lewat pelatihan itulah kelompok tersebut mencoba memberi nilai tambah pada batang pohon pisang. Khususnya jenis Pisang Batu atau Biu Batu.
"Biasanya pohon Biu Batu atau Pisang Batu ini yang dicari hanya daunnya saja. Sementara batangnya tidak dimanfaatkan," tutur Widhi.
Selain jarang dimanfaatkan, Widhi menyebutkan, pohon Pisang Batu juga relatif mudah dijumpai di lingkungan sekitar desa setempat.
"Karena itu kelompok ini mencoba mengolah gedebong agar bernilai ekonomis dan higienis dalam bentuk keripik gedebong," kata Widhi.
Batang pohon pisang yang dipakai sebagai bahan baku utama pembuatan keripik ini adalah bagian inti atau tengah. Bagian inilah yang kemudian digoreng atau diolah menjadi keripik.
"Bedanya dengan keripik lain dari sesi tekstur dan rasa. Tekstur atau serat gedebong itu khas sekali dan gurih," imbuh Widhi.
Sedangkan untuk rasa, olahan keripik ini muncul dengan beberapa varian. Dari yang original, rasa sambal balado, sampai super pedas.
Keripik ini dijual dalam kemasan dengan berat 150 gram dengan harga Rp 10 ribu.
Menurut Widhi, sejauh ini produk pangan olahan itu baru dipasarkan secara terbatas. Masih di seputaran warung-warung di sekitar Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan.
Selain itu, produk ini juga dijadikan andalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sarining Winangun. "Dijual di BUMDes juga," pungkas Widhi. (*)
(dpra/dpra)