Bagi banyak orang, perjalanan heroik I Gusti Ngurah Rai menuju Puputan Margarana dimulai dan berakhir di Marga. Namun ada satu titik yang, selama puluhan tahun, hanya hidup di ingatan warga dan nyaris tak masuk dalam narasi resmi.
Tempat itu bernama Banjar Ole, sebuah perkampungan di Desa Marga Dauh Puri, yang dulu menjadi persinggahan penting Laskar Ciung Wanara.
Di sinilah jalan kecil bernama Jalan Perjuangan menyimpan kisah yang lebih besar dari ukuran wilayahnya. Rumah-rumah tua, halaman pura yang teduh, dan kebun yang tenang hari ini pernah menjadi jantung strategi gerilya Bali tahun 1946.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah yang Pernah Menjadi Markas
Jero Mangku I Ketut Miasa Putra, 62 tahun, masih mengingat betul cerita kakeknya yang akrab dipanggil Pan Pasek. Di rumah leluhur mereka inilah I Gusti Ngurah Rai pernah menginap dan menjadikan ruang-ruang sederhana itu sebagai markas pasukan.
"Beliau (Ngurah Rai) kemudian menetap di rumah saya dalam beberapa hari dan menjadikan markas. Sementara pejuang yang lain tinggal di rumah tetangga," ujarnya.
Cerita itu turun-temurun disampaikan. Pan Pasek dikenal sebagai orang yang paling sering berinteraksi dengan Ngurah Rai. Dari dialah kisah tentang kedatangan para pejuang menyusuri Tabanan mendapat bentuknya.
Salah satu fragmen yang selalu diulang adalah momen ketika Ngurah Rai berdiri terpaku di depan Pura Dalem Basa. Tanpa diminta, ia ingin bersembahyang di sana. Warga kemudian mengantarkannya ke rumah Pan Pasek, pemangku pura tersebut.
Hiburan untuk Menyulut Semangat Tempur
Kedatangan Laskar Ciung Wanara di Ole tak hanya menegangkan, tetapi juga hangat. Warga berkumpul, menyiapkan hiburan rakyat sebagai penyemangat. Tari-tarian, pencak silat tengklung, hingga jamuan sederhana digelar untuk para pejuang yang terus bergerak dari satu titik ke titik lain.
Namun suasana itu tak berlangsung lama. Para pejuang berencana melanjutkan gerilya ke Desa Perean, tetapi mereka kekurangan senjata. Dorongan untuk mencuri senjata dari tangsi NICA di Tabanan muncul sebagai keputusan tak terhindarkan.
Jero Mangku I Ketut Miasa Putra saagt dijumpai di kediamannya yang pernah dijadikan markas oleh I Gusti Ngurah Rai selama perang gerilya. Foto: Krisna Pradipta/detikBali |
Sebelum menjalankan aksi itu, para pejuang kembali ke Pura Dalem Basa. Di sanalah mereka memohon keselamatan. Aksi pencurian itu berlangsung mulus-nyaris dianggap keajaiban oleh warga Ole.
"Warga juga ikut senang dengan memberikan hiburan kepada para pejuang seperti tari-tarian hingga aksi pencak silat tengklung," imbuhnya.
Kesuksesan itu ternyata membawa malapetaka. Berita pencurian senjata terdengar oleh Belanda. Gandek-orang lokal yang menjadi mata-mata kolonial-mengendus keberadaan pasukan Ngurah Rai di Banjar Ole.
Mendapat kabar itu, Ngurah Rai memilih langkah yang mencerminkan prinsip yang selalu dipegangnya: melindungi rakyat. Ia segera memerintahkan pasukannya menyingkir ke arah aman agar bentrokan tak terjadi di pemukiman.
"Tujuan Gusti Ngurah Rai menyingkir itu agar tidak terjadi pertempuran di pemukiman warga dan para perempuan dan anak-anak tidak menjadi korban," tegasnya.
Keputusan itulah yang mengantar Laskar Ciung Wanara menuju medan tempur terakhir di Margarana, 20 November 1946.
Rumah Bersejarah yang Tak Tersentuh
Hari ini, rumah tempat Ngurah Rai menetap sudah berubah total setelah renovasi. Tak ada lagi artefak yang tersisa. Yang bertahan hanya cerita keluarga dan sejarah lisan yang terus dijaga.
"Saya sering didatangi beberapa media asing, terutama dari Belanda dan Jepang. Justru merekalah yang intens menggali jejak sejarah itu. Dari pemerintah sama sekali tidak ada sampai detik ini," beber Jero Mangku Miasa.
Begitu pula dengan Pura Dalem Basa-tempat Ngurah Rai memulai nazar pencurian senjata-yang tak pernah masuk ke prioritas pelestarian. Padahal, pura itu menjadi saksi penting dalam rangkaian gerilya Ngurah Rai.
"Kalau dulu Belanda tahu lebih awal, rumah saya yang lebih dulu dihancurkan. Tapi meski minim perhatian, saya sangat bangga bahwa rumah keluarga saya pernah menjadi bagian dari jejak perjuangan para pahlawan," tutupnya.
Simak Video "Video Dampak Listrik Bandara Ngurah Rai Bali Padam: 74 Penerbangan Delay"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)












































