Sebanyak 20 ekor burung perkici dada merah kini menjalani konservasi eks situ di Taman Safari Bali. Burung langka ini tiba dari Inggris pada 17 Juli 2025 lalu dan ditempatkan di pusat konservasi bernama Loriket Breeding Center yang diresmikan pada Jumat (26/9/2025).
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Dirjen KSDAE, Nunu Anugrah, menjelaskan proses pemulangan perkici dada merah yang berstatus langka ini. Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya memperkuat satwa endemik Bali, setelah sebelumnya Jalak Bali berhasil terselamatkan dari ancaman kepunahan.
"Ini langkah konkret pemerintah dibantu mitra strategis, khususnya di lembaga konservasi. Asosiasi Perkumpulan Kebun Binatang Dunia menyepakati bahwa setiap spesies harus diakui country of origin-nya. Didasari konvensi yang mengatur peredaran spesies, mekanisme yang ada, dan inisiatif lembaga yang berada di Inggris untuk memulangkan burung perkici dada merah, ini bisa terjadi," ujar Nunu di Loriket Breeding Center.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nunu menambahkan, kelangkaan burung yang dikenal dengan nama lokal Burung Atat Bali ini disebabkan maraknya perburuan liar. Burung dengan warna hijau, merah, hingga kuning mencolok tersebut banyak diburu karena keindahannya.
"Menurut referensi, pada tahun 2020 saja, burung perkici dada merah ini hanya 10 individu. Bisa dilihat sendiri ya, colour burungnya bagus. Apa kira-kira yang menyebabkan hilang? Ada perburuan begitu ya," sambung Nunu.
Founder Taman Safari Indonesia, Jansen Manansang, mengatakan pihaknya didorong oleh Gubernur Bali I Wayan Koster untuk mengupayakan pemulangan satwa Indonesia lainnya. Namun untuk saat ini, Taman Safari akan lebih fokus pada perkembangbiakan burung perkici dada merah yang butuh waktu hingga tiga tahun untuk bisa dipulangkan.
Burung perkici dada merah di Loriket Breeding Center Taman Safari Bali. Foto: Leona Wirawan/detikBali |
"Mudah-mudahan kalau sudah berkembangbiak, bertelur, kita bisa lepasliarkan segera," kata Jansen.
Saat berada di Inggris, burung perkici dada merah sudah sempat berkembangbiak. Setiap pasang burung dipisahkan ke dalam 10 sangkar berbeda. Menurut Jansen, cara ini sesuai standar internasional agar terhindar dari kecacatan akibat perkawinan sedarah.
"Kami sudah mendata, sudah ada yang diwariskan keturunan. Tentu ada satu keeper yang menjaga. Dipisah-pisah supaya tidak tinggal bersama hubungan darah yang dekat. Supaya keturunan bagus," jelas Jansen.
Selama berada di Loriket Breeding Center, burung-burung tersebut dipelihara dengan pemberian buah-buahan dan biji-bijian. Namun, Jansen belum bisa memastikan kapan burung tersebut dapat dilepasliarkan karena masih perlu menyiapkan lokasi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Nunu menambahkan, dalam lima tahun ke depan pemerintah telah menyusun RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang salah satunya menargetkan penurunan status keterancaman satwa sesuai penilaian Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
(dpw/dpw)












































