Warga muslim di Banjar Angantiga, Desa/Kecamatan Petang, Badung biasanya akan bergotong-royong untuk membuat jajanan hari raya seperti Idul Fitri. Doko-doko misalnya. Salah satu jajanan khas warga Angantiga yang dibuat hanya saat hari raya.
Doko-doko punya tekstur yang legit dan manis karena di dalamnya diisi gula aren kelapa parut. Salah satu versi kue ini berbentuk segitiga dengan bungkusan daun pisang. Warna hijau dari bahan air daun suji membuat tampilan kue makin cantik.
Baca juga: Nikmatnya Kawoso, Takjil Khas Dompu |
Doko-doko sebetulnya kue khas suku Bugis yang punya beragam versi nama. Jajanan ini berkembang bersamaan dengan kedatangan warga muslim Bugis Pulau Serangan ke Angantiga. Tidak ada alasan khusus mengapa doko-doko dibuat hanya saat hari raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi warga Angantiga ini masih lekat dengan tradisi Bugis. Para leluhur kami ini sangat senang membuat aneka jajan untuk buka puasa. Tapi di Angantiga ini cuma dibuat saat puncak hari raya," kata kepala kampung, M Ramsudin, Minggu (2/4/2023).
Ramsudin mengakui, doko-doko dibuat hanya saat hari raya seperti Idul Fitri, Idul Adha, hingga perayaan Maulid Nabi. Menurut beberapa versi, jajanan ini diibaratkan seperti sesuatu yang spesial, sehingga untuk menjaga keistimewaan itu, warga tidak membuatnya setiap hari.
"Selain itu, setiap membuat doko-doko butuh tenaga yang cukup. Kami biasanya gotong-royong. Ibu-ibu di kampung berkelompok membuatnya dan nanti saat perayaan, jajanan itu dikumpulkan dengan jajanan yang lain untuk dibagikan ke warga," kata Ramsudin.
"Kue ini cocok untuk teman ngopi. Apalagi saat matang masih hangat. Kami di Angantiga paling banyak memakai doko-doko saat arak-arakan Bale Suji di malam perayaan Maulid Nabi," imbuhnya.
Sementara itu, Karni (55) selalu membuat doko-doko pada malam sebelum Idul Fitri. Ibu yang satu ini bisa membuat 50 kue setiap hari raya. Sedangkan saat perayaan Maulid Nabi, ia mengaku membuat doku-doku lebih banyak lagi.
Meski memiliki beberapa versi, Karni memakai bahan baku tepung ketan tanpa kanji untuk membuat doko-doko. Baginya memakai tepung kanji akan membuat tekstur kue semakin lengket dan terlalu kenyal.
"Terlalu kenyal itu justru tidak enak. Bahan yang dibutuhkan itu tepung ketan untuk membuat legit. Di dalamnya berisi unti (gula merah campur kelapa parut)," tegasnya.
Untuk membuat 50 butir doko-doko, jelas Karni, ia menyiapkan 1 kilogram tepung ketan dan setengah sendok makan garam. Kedua bahan itu kemudian diaduk rata dengan air dingin hijau hasil rebusan daun suji.
Setelah adonan legit, Karni memasukkan adonan gula aren kelapa parut ke dalam adonan tepung yang dibentuk segitiga dalam daun pisang. Setelah itu, kue dilipat lalu dimasukkan ke dalam panci, lalu dikukus sekitar 15-20 menit. Kue siap disantap, sangat cocok sebagai teman minum kopi.
(hsa/gsp)