Serba-Serbi Masjid Agung Jami Singaraja: Sejarah hingga Keunikannya

Ragam Ramadan 2023

Serba-Serbi Masjid Agung Jami Singaraja: Sejarah hingga Keunikannya

Niluh Pingkan Amalia Pratama Putri - detikBali
Kamis, 23 Mar 2023 23:25 WIB
Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)
Foto: Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)
Buleleng -

Bali dikenal dengan julukan Pulau Seribu Pura menjadikan daya tarik dalam hal wisata religi. Namun, pulau yang juga dikenal dengan masyarakatnya memiliki tingkat toleransi tinggi tersebut juga memiliki wisata religi berupa masjid.

Salah satunya adalah Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. Masjid Agung Jami Singaraja memiliki daya tarik tersendiri, khususnya wisatawan muslim. Berikut serba-serbi masjid Agung Jami Singaraja yang dilansir dari berbagai sumber bertepatan dengan momen Ramadan 2023.

Sejarah Masjid AgungJami Singaraja

Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud) Foto: Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)

Napak tilas kejayaan Buleleng menyisakan sejarah toleransi beragama yang masih dipelihara hingga saat ini. Masjid Agung Jami Singaraja yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda menjadi salah satu saksi bisu dalam sejarah toleransi masyarakat Bali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masjid Agung Jami Singaraja dibangun pada masa pemerintahan Raja Buleleng A.A. Ngurah Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, Raja Buleleng I). Masjid ini berdiri atas permintaan dari pemuka agama Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru kepada Raja Buleleng agar diberikan lahan untuk mendirikan masjid baru.

Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan Raja A.A. Ngurah Ketut Jelantik. Dalam pengaturan pelaksanaan dan pemeliharaannya diserahkan kepada I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi.

ADVERTISEMENT

Berlokasi di Jalan Imam Bonjol No.65, Desa Kampung Kajanan, masjid ini masih berdiri megah sejak dibangun sekitar tahun 1830. Anda akan dapat menemukan berbagai peninggalan sejarah yang berkaitan erat dengan sikap toleransi antar umat beragama yang lestari hingga saat ini.

Saat berkunjung ke sana, Anda akan menjumpai pintu gerbang dengan ornamen dan ukiran khas Bali. Bahkan Anda juga akan menemukan Al-quran yang ditulis langsung oleh keturunan Raja Pertama Buleleng yakni Ki Barak Panji Sakti yang telah memeluk agama Islam dan dikenal dengan nama Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi.

Fasilitas di Masjid Agung Jami Singaraja

Anda akan menjumpai fasilitas bangunan seperti sekolah PAUD Kampung Kajanan, bangunan utama masjid, hingga bangunan tempat sekretariat pengelola masjid. Pintu utama lingkungan masjid berada di sebelah timur menghadap ke timur, selain itu juga terdapat pintu tambahan di sebelah barat.

Terdapat sebuah pintu yang merupakan hadiah dari Raja Buleleng yang diambil dari bekas pintu gerbang Puri Kerajaan Buleleng. Pintu dengan atap berbentuk limas dengan ukiran cungkup (seperti sulur) enam buah di setiap sudutnya dilengkapi dengan dua daun pintu berupa teralis besi.

Di dalam ruang utama bangunan tersebut Anda akan menemukan dua tiang soko guru yang terbuat dari pohon kelapa yang telah disemen di bagian tengah.

Keunikan Masjid Jami Agung Singaraja

Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud) Foto: Pintu kuno Masjid Agung Jami Singaraja, Buleleng, Bali. (dok. kemendikbud)

Arsitektur bangunan masjid yang menggabungkan dua kebudayaan yakni Hindu dan Islam menjadi daya tarik pengunjung. Bangunan masjid yang terdiri dari dua ruangan yakni ruang utama dan serambi depan tersebut menggunakan pintu dan jendela khas bangunan zaman kolonial yang terbuat dari kayu.

Daya tarik lainnya yang menjadikan masjid ini unik adalah terdapat Al-quran kuno. Al-quran bersampul kulit binatang berwarna cokelat dan kondisi bagian dalam sedikit rapuh namun masih bisa dibaca dan dikenali tulisannya.

Al-quran ini bertulisan aksara dan bahasa Arab dengan tinta hitam. Al-quran dengan panjang 33 sentimeter, lebar 24 sentimeter dan tebal 7 sentimeter menjadi salah satu peninggalan sejarah yang berharga bagi jejak toleransi masyarakat Bali.

Al-quran yang diperkirakan ada 1820-an tersebut ditulis oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi saat menuntut ilmu keagamaan pada gurunya yang bernama Muhammad Yusuf Saleh di Masjid Keramat Kuno.

Ketika Masjid Agung Jami Singaraja dibangun, ia membawa Al-quran karta tulisan tangannya ke masjid tersebut dan hingga kini masih tersimpan rapi di masjid. Di mana setiap bulannya, pengurus masjid akan menaburkan bubuk ketumbar agar tetap terawat.

Artikel ini ditulis oleh Niluh Pingkan Amalia Pratama Putri peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nor/nor)

Hide Ads