Pantai Kuala Gigieng terletak di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Dahulu, kawasan Kuala Gigieng merupakan sebuah pelabuhan yang dimanfaatkan sebagai pusat perdagangan rempah oleh pedagang lokal dan internasional.
Dilansir dari Laporan Penelitian Sejarah Jalur Rempah dan Maritim Aceh Pesisir Timur-Utara, Kuala Gigieng dikunjungi oleh kapal-kapal dari berbagai belahan dunia. Kali ini, detikSumut telah merangkum sejarah Pelabuhan Kuala Gigieng untuk detikers. Berikut penjelasan selengkapnya.
Geografis Pelabuhan Kuala Gigieng
Kuala Gigieng terletak di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Secara geografis, Kuala Gigieng berada di antara 5Β°2' dan 5Β°8' Lintang Utara dan 9Β°58' Bujur Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Laporan Penelitian Sejarah Jalur Rempah dan Maritim Aceh Pesisir Timur-Utara, Kuala Gigieng terletak di dekat ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam. kawasan Kuala Gigieng juga berhadapan langsung dengan jalur Malaka atau Malacca Passage.
Letaknya yang strategis menjadikan Aceh, termasuk Kuala Gigieng sebagai pintu masuk ke kepulauan Nusantara. Salah satu bekas Pelabuhan Kuala Gigieng adalah teluk yang menjorok ke dalam di kawasan tersebut.
Sejarah Pelabuhan Kuala Gigieng
Merujuk dari skripsi berjudul Sejarah Pelabuhan Kuala Gigieng Sebagai Tempat Pengumpulan Rempah di Aceh Besar pada Masa 1873-1942 oleh Siti Muthmainnah, kawasan Kuala Gigieng merupakan pelabuhan sekaligus pusat perdagangan rempah di Aceh. Saat itu, rempah-rempah menjadi dagangan unggulan di Kabupaten Aceh Besar, terutama lada.
Secara etimologis, Kuala memiliki arti muara sungai. Pada zaman kerajaan Islam di Aceh, kuala dijadikan sebagai jalur transportasi laut, terutama kapal-kapal dagang.
Pelabuhan Kuala Gigieng menggantikan Pelabuhan Malaka dalam rentang tahun 1873-1942. Berkat letaknya yang berbatasan dengan Selat Malaka dan Samudera Hindia, Pelabuhan Kuala Gigieng kerap dijadikan sebagai tempat persinggahan kapal dari berbagai belahan dunia.
Sekitar 12 kapal dari Semenanjung Malaya menukar lada, timah, emas, dan kapur barus dengan kain dan ganja setiap tahunnya. Biasanya, hanya kapal-kapal kecil yang mampu mengangkut barang hingga pinggir pelabuhan karena areanya yang dangkal dan berawa-rawa.
Kemunduran Pelabuhan Kuala Gigieng
Kemunduran Pelabuhan Kuala Gigieng berawal dari Perjanjian Sumatera antara Inggris dan Belanda pada tahun 1871. Dilansir situs web Majelis Adat Aceh, Perjanjian Sumatera berisi tentang keleluasaan antara Inggris dan Belanda untuk bertindak di Sumatera. Perjanjian tersebut turut memberikan kedaulatan Belanda atas Aceh hingga menyebabkan konflik berkepanjangan antara keduanya.
Selain perang, Belanda memblokade beberapa lokasi perdagangan internasional di Aceh. Hal tersebut merugikan Aceh karena menghambat perdagangan antara Aceh dan Penang ditambah dengan berdirinya pelabuhan-pelabuhan pesaing di wilayah Aceh.
Sejak abad ke-20, perdagangan rempah-rempah di Aceh mengalami penurunan dari era sebelumnya. Saat ini, kawasan Kuala Gigieng tak lagi sebagai pelabuhan, melainkan Pantai Kuala Gigieng.
Artikel ini ditulis Raphaella Ade Siallagan, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nkm/nkm)