Melihat Jejak Sejarah Jalur Perdagangan Rempah di Desa Denai Lama

Sumut In History

Melihat Jejak Sejarah Jalur Perdagangan Rempah di Desa Denai Lama

Kartika Sari - detikSumut
Sabtu, 31 Agu 2024 14:01 WIB
Potret pertunjukan kebudayaan di Desa Denai Lama Deli Serdang. (Kartika Sari/detikSumut)
Foto: Potret pertunjukan kebudayaan di Desa Denai Lama Deli Serdang. (Kartika Sari/detikSumut)
Medan -

Desa Denai Lama sempat viral dengan wisata pekan sarapan yang dibuka tiap Minggu atau potensi wisata alamnya yang menarik perhatian pengunjung. Namun, siapa sangka ternyata desa ini dulunya pernah menjadi jalur perdagangan rempah Selat Malaka di masa lampau.

Tim detikSumut berkesempatan melihat sejarah Desa Denai Lama dibalut kesenian dalam acara Gelanggang Selayar Denai Festival di Desa Denai Lama, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang pada akhir pekan lalu, Sabtu (24/8/2024).

Dalam festival tersebut ada pertunjukan menarik dengan menampilkan paduan Jawa dengan menampilkan pertunjukan tarian Jathilan, Bujang Ganong, maupun reog dan delman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, etnis Tionghoa dalam pertunjukan tersebut menampilkan barongsai, penari kipas, maupun ular naga raksasa. Kedua etnis ini pun memasuki area desa yang tampak sudah disambut oleh penduduk etnis Melayu.

Seorang pria yang memakai pakaian adat melayu tampak duduk di atas singgasana yang ditandu oleh beberapa orang. Ia kemudian turun untuk menghampiri para perwakilan etnis Tionghoa dan etnis Jawa tersebut.

ADVERTISEMENT

Diceritakan bahwa pedagang etnis Jawa dan pedagang etnis Tionghoa ingin datang ke Negeri Melayu untuk melakukan jalinan atau kerja sama perdagangan rempah. Dengan terjalinnya kerja sama ini, Negeri Melayu memiliki beragam etnis yang melebur saling berdampingan.

"Kita melibatkan tiga etnis yaitu Jawa, Melayu, dan Tionghoa di mana Jawa dan Tionghoa sebagai pedagang yang mengunjungi Negeri Denai dan disambut baik oleh pemimpin negeri karena di dalam perdagangan ini sendiri memiliki dialog tentang kongsi perdagangan rempah dan kongsi pertukaran budaya," ungkap penanggung jawab acara Ali Imron kepada detikSumut.

"Masuknya etnis Jawa dan etnis Tionghoa ke Negeri Melayu ini menjadi kekuatan dan warna bahwa saat ini di Desa Denai Lama memiliki keunikan yang memang harus tetap dipertahankan," sambungnya.

Ali bercerita bahwa Negeri Melayu termasuk sekarang ini Desa Denai Lama memiliki sejarah kuat terkait perdagangan rempah lantaran memiliki jalur perbatasan dengan Selat Malaka.

"Kita punya sejarah yang kuat karena Serdang juga punya sejarah perdagangan rempah juga karena berbatasan dengan Selat Malaka dan ini menjadi suatu kekuatan bahwa wilayah Serdang bisa lebih hidup dengan jalur perdagangannya. Dulunya pedagang itu menggunakan jalur laut atau sungai untuk singgah ke beberapa titik-titik. Kalau kita berbicara perdagangan rempah di Serdang itu terjadi di Sungai Serdang yang ada di Rantau Panjang," ujarnya.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah II Sumut Sukronedi menyebutkan bahwa riwayat Desa Denai Lama yang pernah menjadi jalur perdagangan rempah membawa kekayaan kebudayaan di desa tersebut.

"Desa Denai Lama ini kemajuannya sangat luar biasa di Sumut. Di sini ada tiga etnis yaitu Jawa, Melayu, dan Tionghoa. Nah, Jalur rempah di sini bukan hanya perdagangan benda mati tapi di sana juga ada interaksi budayanya. Interaksi budayanya ini dalam waktu yang cukup panjang, nah itu bisa kita lihat dari peninggalannya baik dalam cagar budaya ataupun Objek Pemajuan Kebudayaan," ujar Sukronedi.

Potret pertunjukan kebudayaan di Desa Denai Lama Deli Serdang. (Kartika Sari/detikSumut)Potret pertunjukan kebudayaan di Desa Denai Lama Deli Serdang. (Kartika Sari/detikSumut)

Ia menyebutkan bahwa lokasi riwayat jalur rempah Desa Denai Lama ini berada tak jauh dari laut di sekitat desa tersebut. Ia pun menuturkan bahwa desa ini pernah menjadi tempat persinggahan para pedagang rempah untuk beristirahat.

Hal inilah yang membuat munculnya pertukaran kebudayaan yang masih tertinggal di desa tersebut.

"Di dekat desa ini kan ada laut ya nah kemungkinan berada di situ yang menjadi jalur lama. sebelum itu langsung ke laut lepas yang berdagang dengan bangsa Eropa. Mungkin ke Sumatera lewat dari Aceh, kemudian Pakpak, Barus, Tapanuli Tengah, kemudian sampai ke Sumatera Barat dan sampai ke Bengkulu," tuturnya.

"Di sini hanya sebagai jalur melintas bukan sebagai penghasil rempah. Sehingga mereka pada waktu ada jalur ini ada ombak tinggi bisa beristirahat di desa ini dan itu sambil bertukar interaksi budaya dan muncullah sampai sekarang ini," tutup Sukronedi.




(nkm/nkm)


Hide Ads