Suasana malam itu sudah mulai sunyi, kehadiran Atur Widodo bersama dua seniornya di kampus membuat situasi di kediaman penulis ramai kembali. Atur ini adalah mahasiswa Universitas Jambi yang merupakan penyandang disabilitas yang kini mulai ramai disoroti.
Bukan karena soal bahas prestasi, akan tetapi ini tentang bagaimana kisah Atur si 'Tuna Daksa' yang jadi korban penganiayaan oleh dosennya sendiri. Atur Widodo saat ini merupakan mahasiswa semester 1 di kampusnya, bungsu dari lima bersaudara ini tak menyangka, jika dirinya jadi bulan-bulanan dosen yang juga pembimbing akademik (PA) nya itu.
Sebagai mahasiswa, tentunya Atur tahu bagaimana menghormati dosennya ini. Namun, entah mengapa Atur malah dianiaya hingga alami luka lebam di bagian muka dan tangannya.
"Saya dihajar di bagian wajah, lalu saya dibanting, terus tangan saya yang cacat ini ikut ditendang, itu yang membuat saya merasakan kesakitan karena tangan saya yang alami cacat ini juga ditendang. Di situ saya minta ampun, lalu saya juga dihina fisik tubuh saya," ujar Atur kepada detikSumut.
Atur anak berprestasi, dia atlet pencak silat. Sejak masih SD, Atur sudah mengikuti perlombaan pencak silat. Dia pernah menjuarai olahraga pelajar tingkat daerah kala itu dengan merebut medali emas, lalu kejuaraan nasional membawa nama daerahnya di Sumatera Selatan serta piagam juara lainnya ditingkat provinsi.
Padahal, Atur mengalami kondisi tuna daksa itu sejak dia kecil, ketika usianya masih delapan tahun atau saat kelas 3 SD di Sumsel. Kondisi tangan sebelah kirinya yang cacat itu terjadi ketika Atur mengalami kecelakaan. Tidak mudah untuk bangkit dari kondisi ini, Atur jatuh bangun berjuang hingga menerima kondisinya itu.
Meski kondisi tuna daksa, Atur tetap ingin menunjukkan bahwa dirinya juga bisa seperti orang lain yang fisiknya sempurna. Menurut dia, kondisi tubuh yang cacat bukan suatu penghalang buat dirinya semangat untuk menuju kesuksesan, terutama yakin intinya.
Kekerasan secara fisik dan mental harus dihadapi di ruang kampus. Tempat yang seharusnya melindungi. Mirisnya, penyandang disabilitas malah menjadi korban kekerasan bagi dosennya sendiri.
Penyandang disabilitas mesti mendapatkan tempat dan ruang yang sama pada umumnya. Bukan bentuk kekerasan ataupun bentuk penghinaan, melainkan perlindungan.
Kisah Atur, merupakan potret buram penyandang disabilitas di Jambi yang belum terlindungi secara utuh. Padahal dalam amanat undang-undang nomor 8 tahun 2016. Maka, setiap penyandang disabilitas wajib mendapatkan perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, dan rehabilitasi sosial, sehingga ikut disetarakan bukan dianiaya.
Ruang Ramah Penyandang Disabilitas
Persoalan kekerasan dosen terhadap mahasiswa penyandang disabilitas di Jambi itu tidak boleh terjadi lagi. Penyandang disabilitas tentunya harus jauh dari sikap kekerasan, maupun diskriminasi seperti yang dilakukan oleh salah satu usaha kafe di Kota Jambi.
Sore itu, penulis berkesempatan untuk dapat berkunjung ke tempat usaha yang ramah akan penyandang disabilitas di sana. Namanya Kopi Ketje. Bertempatan di Jalan DI Panjaitan, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Tempat usaha ini, memiliki 30 persen karyawannya adalah penyandang disabilitas.
Usaha Kopi Ketje ini menunjukkan pula jika sebagian besar masyarakat Jambi sudah bisa memahami bagaimana harusnya memperlakukan penyandang disabilitas. Namun sebagian ada pula yang tidak memahami.
Bentuk kesetaraan dan ramah terhadap penyandang disabilitas seharusnya ini yang mesti dilakukan baik itu di lingkungan, di sekolah, kampus, hingga di tempat kerja sekalipun agar terhindar dari kekerasan untuk mereka.
Kesetaraan terhadap penyandang disabilitas ini juga tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, di UU 45 itu sudah dengan tegas menjamin para penyandang disabilitas. Setidaknya dalam Pasal 28 H ayat (2) UUD 45, menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
30% Karyawan Kopi Ketje Penyandang Disabilitas. Baca Halaman Berikutnya...
Simak Video "Video: Permintaan Maaf Anggota DPRD Jambi yang Maki Pekerja Proyek"
(astj/astj)