Mencari Jalan Terang Nasib Disabilitas di Jambi

Jambi

Mencari Jalan Terang Nasib Disabilitas di Jambi

Ferdi Almunanda - detikSumut
Kamis, 29 Des 2022 16:47 WIB
Karyawan Disabilitas di Jambi yang mulai dipekerjakan (Ferdi Almunanda/detikSumut)
Karyawan Disabilitas di Jambi yang mulai dipekerjakan (Ferdi Almunanda/detikSumut)
Jambi -

Suasana malam itu sudah mulai sunyi, kehadiran Atur Widodo bersama dua seniornya di kampus membuat situasi di kediaman penulis ramai kembali. Atur ini adalah mahasiswa Universitas Jambi yang merupakan penyandang disabilitas yang kini mulai ramai disoroti.

Bukan karena soal bahas prestasi, akan tetapi ini tentang bagaimana kisah Atur si 'Tuna Daksa' yang jadi korban penganiayaan oleh dosennya sendiri. Atur Widodo saat ini merupakan mahasiswa semester 1 di kampusnya, bungsu dari lima bersaudara ini tak menyangka, jika dirinya jadi bulan-bulanan dosen yang juga pembimbing akademik (PA) nya itu.

Sebagai mahasiswa, tentunya Atur tahu bagaimana menghormati dosennya ini. Namun, entah mengapa Atur malah dianiaya hingga alami luka lebam di bagian muka dan tangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya dihajar di bagian wajah, lalu saya dibanting, terus tangan saya yang cacat ini ikut ditendang, itu yang membuat saya merasakan kesakitan karena tangan saya yang alami cacat ini juga ditendang. Di situ saya minta ampun, lalu saya juga dihina fisik tubuh saya," ujar Atur kepada detikSumut.

Atur anak berprestasi, dia atlet pencak silat. Sejak masih SD, Atur sudah mengikuti perlombaan pencak silat. Dia pernah menjuarai olahraga pelajar tingkat daerah kala itu dengan merebut medali emas, lalu kejuaraan nasional membawa nama daerahnya di Sumatera Selatan serta piagam juara lainnya ditingkat provinsi.

ADVERTISEMENT

Padahal, Atur mengalami kondisi tuna daksa itu sejak dia kecil, ketika usianya masih delapan tahun atau saat kelas 3 SD di Sumsel. Kondisi tangan sebelah kirinya yang cacat itu terjadi ketika Atur mengalami kecelakaan. Tidak mudah untuk bangkit dari kondisi ini, Atur jatuh bangun berjuang hingga menerima kondisinya itu.

Meski kondisi tuna daksa, Atur tetap ingin menunjukkan bahwa dirinya juga bisa seperti orang lain yang fisiknya sempurna. Menurut dia, kondisi tubuh yang cacat bukan suatu penghalang buat dirinya semangat untuk menuju kesuksesan, terutama yakin intinya.

Kekerasan secara fisik dan mental harus dihadapi di ruang kampus. Tempat yang seharusnya melindungi. Mirisnya, penyandang disabilitas malah menjadi korban kekerasan bagi dosennya sendiri.

Penyandang disabilitas mesti mendapatkan tempat dan ruang yang sama pada umumnya. Bukan bentuk kekerasan ataupun bentuk penghinaan, melainkan perlindungan.

Kisah Atur, merupakan potret buram penyandang disabilitas di Jambi yang belum terlindungi secara utuh. Padahal dalam amanat undang-undang nomor 8 tahun 2016. Maka, setiap penyandang disabilitas wajib mendapatkan perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, dan rehabilitasi sosial, sehingga ikut disetarakan bukan dianiaya.

Ruang Ramah Penyandang Disabilitas

Persoalan kekerasan dosen terhadap mahasiswa penyandang disabilitas di Jambi itu tidak boleh terjadi lagi. Penyandang disabilitas tentunya harus jauh dari sikap kekerasan, maupun diskriminasi seperti yang dilakukan oleh salah satu usaha kafe di Kota Jambi.

Sore itu, penulis berkesempatan untuk dapat berkunjung ke tempat usaha yang ramah akan penyandang disabilitas di sana. Namanya Kopi Ketje. Bertempatan di Jalan DI Panjaitan, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Tempat usaha ini, memiliki 30 persen karyawannya adalah penyandang disabilitas.

Usaha Kopi Ketje ini menunjukkan pula jika sebagian besar masyarakat Jambi sudah bisa memahami bagaimana harusnya memperlakukan penyandang disabilitas. Namun sebagian ada pula yang tidak memahami.

Bentuk kesetaraan dan ramah terhadap penyandang disabilitas seharusnya ini yang mesti dilakukan baik itu di lingkungan, di sekolah, kampus, hingga di tempat kerja sekalipun agar terhindar dari kekerasan untuk mereka.

Kesetaraan terhadap penyandang disabilitas ini juga tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, di UU 45 itu sudah dengan tegas menjamin para penyandang disabilitas. Setidaknya dalam Pasal 28 H ayat (2) UUD 45, menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

30% Karyawan Kopi Ketje Penyandang Disabilitas. Baca Halaman Berikutnya...

Pemilik usaha Kopi Ketje, Heny mengatakan jika keinginannya untuk mempekerjakan sebagian besar dari penyandang disabilitas ini lantaran membantu membangkitkan rasa percaya diri bagi mereka.

Selain karena rasa sosial yang tinggi, mempekerjakan penyandang disabilitas ini juga suatu hak bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan. Meski awalnya sedikit merasa kesulitan, namun ternyata para penyandang disabilitas ini juga dapat bekerjasama dengan baik dengan masyarakat umumnya.

"Jadi dari karyawan yang ada di Kopi Ketje ini sebanyak 30 persen kan dari tunarungu, ya. Mengapa saya pilih mereka, karena saya ingin mereka mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat lainnya. Walau awalnya terpikir bakal ada kesulitan untuk menyatukan antara mereka yang lengkap kondisinya, dengan yang tidak itu agak sulit, namun ternyata malah mereka yang tunarungu dan yang tidak tunarungu juga dapat bekerjasama dengan baik," kata Heny saat berbincang dengan detikSumut.

Sudah hampir masuk usia dua tahun kopi Ketje ini berdiri. Akan tetapi karyawan dari penyandang disabilitas tidak ada sedikitpun dikurangi ataupun ditiadakan di tempat usaha ini. Bahkan, sebagian pengunjung tetap di Kopi Ketje ini juga sudah memahami bagaimana berinteraksi dengan mereka penyandang disabilitas atau tunarungu di sana.

Dari 30 persen karyawannya yang merupakan tunarungu itu, mereka ada bekerja di bagian dapur untuk menjadi juru masaknya. Adapula yang menjadi barista si peracik kopi di sana dan sebagai waiters yang melayani para konsumennya.

"Kalau awal pertama memang ada komplain ya dari pengunjungnya, karena mereka tidak mengetahui kalau karyawan kita sebagian besar adalah tunarungu. Lantaran mereka selain tidak bisa bicara juga tidak bisa mendengar, maka ada komplain ya. Setelah kita beritahu, dan pengertian akhirnya pengunjung mulai memahami. Kini pengunjung yang datang ke sini pun sudah tidak canggung atau kesulitan lagi berinteraksi dengan karyawan tunarungu di sini," ujar Heny.

Sebagai pemilik, tentunya Heny juga tidak membeda-bedakan sesama karyawannya. Bagi Heny, semua karyawannya adalah sama dan mereka juga harus bisa saling menghargai, menghormati dan tidak saling membenci ataupun menyakiti.

Langkah Heny ini harusnya juga menjadi contoh baik bagi masyarakat Jambi pada umumnya. Sudah saat nya penyandang disabilitas diberikan tempat yang sama agar mereka terhindar dari kekerasan fisik maupun non fisik nantinya.

Apalagi, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas juga sudah di sahkan oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Perda ini disahkan setelah adanya peran Wakil Rakyat DPRD Provinsi Jambi di dalamnya.

Awal Mula Munculnya Perda Disabilitas

Syafarudin dosen di perguruan tinggi di Jambi sekaligus Tenaga Ahli di Komisi IV DPRD Provinsi Jambi mengisahkan bagaimana awal mula pembahasan Perda No 3/2022 itu.

Perda Disabilitas ini diinisiatori Komisi IV DPRD Jambi lantaran melihat kondisi tentang nasib penyandang disabilitas saat ini. Syafarudin kemudian membeberkan bagaimana awal mula Perda Disabilitas ini dibahas. Kala itu, Komisi IV DPRD Provinsi Jambi yang dipimpin oleh Khairil berinisiatif dalam mewujudkan Provinsi Jambi yang ramah terhadap penyandang disabilitas.

Inisatif anggota DPRD Komisi IV ini kemudian dibahas, satu per satu pihak OPD dari Dinas Sosial baik Provinsi Jambi, kabupaten dan kota bahkan organisasi penyandang disabilitas dipanggil untuk membahas soal perda ini.

"Jadi kalau kita menilik latar belakang Perda Disabilitas ini pertama kita melihat dengan terbitnya Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, jadi kapan Perda ini dibahas? Ya pada tahun 2020 lalu kita dari komisi IV, waktu itu ketua nya pak Khairil kemudian kita diskusi dengan dinas sosial menyikapi banyaknya jumlah disabilitas ini yang mana banyak pula hak-hak nya belum terpenuhi oleh pemerintah maupun pihak terkait, oleh karena itu Komisi IV melihat itu menjadi persoalan di masyarakat dan kedua kita juga melihat ini menjadi tugas tanggung jawab DPRD untuk segera memberikan kesetaraan bagi penyandang disabilitas di Jambi," kata Syafarudin.

Saat dibahas ranperda itu didiskusikan Komisi IV DPRD Jambi kepada Kementerian Sosial. Di sana, pihak kementerian menyambut baik. Satu per satu tugas Komisi IV DPRD Jambi ini dijalankan, mulai dibahas di tingkat OPD, Kemensos dan organisasi penyandang disabilitas hingga kemudian dibahas pula di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jambi.

Begitupun kemudian, perda ini dibahas lagi dalam rapat internal di Bapemperda itu untuk melihat payung hukum nya serta mengkoreksi apakah bertentangan dengan Undang-undang, sampai dilakukannya konsultasi ke pihak Kemendagri.

"Dari situ ternyata tidak ada yang salah, maka setelah kemudian Perda Disabilitas ini disetujui oleh Bapemperda, baru lah kita mengundang para akademisi untuk menulis naskah akademiknya di Perda Disabilitas itu," ujar Syafarudin.

Enam sampai tujuh orang akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Jambi ikut terlibat dalam penulisan draf naskah akademik Perda No 3/2022 yang saat itu masih berbentuk rancangan peraturan daerah.

Berbagai langkah-langkah dalam pembentukan Perda Disabilitas ini terus dilalui, sehingga Perda Disabilitas itu pun kemudian disah kan oleh Pemprov dan DPRD Jambi.

Dengan terbentuknya Perda Disabilitas ini, tentunya itu harus banyak diketahui oleh masyarakat di Jambi. Bahkan dengan adanya peran wakil rakyat tersebut, perda ini begitu sangat membantu bagi penyandang disabilitas nantinya, baik itu dalam segi perlindungan kesehatan, segi hak pekerjaan, segi aksebilitasi bangunan publik, aspek rehabilitasi, ataupun segi perlindungan dari segala bentuk kekerasan terlebih diskriminasi.

Adanya Perda Disabilitas di Provinsi Jambi ini nanti juga membantu para ribuan penyandang disabilitas yang ada di Jambi agar bisa terpenuhi hak-hak nya mereka. Ini patut disebut wujud nyata para wakil rakyat di DPRD Provinsi Jambi yang peduli bagi penyandang disabilitas.

"Memang Perda Disabilitas ini belum banyak diketahui oleh semua masyarakat. Walau ini sudah disahkan, tetapi masih ada pula masyarakat Jambi yang belum mengetahui baik dari adanya perda itu, lalu apa saja isinya dan hak-hak penyandang disabilitas ini. Itu makanya tentu adanya sosialisasi bagi Pemerintah Jambi terlebih dari OPD terkait untuk terus memberikan sosialisasi ini baik itu di sekolah, kampus, lalu di tempat umum lainnya agar Perda Disabilitas di Jambi ini dapat dijalani," kata Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto

Bak pepatah mengatakan apa yang kamu tanam maka itu yang akan kamu tuai. Menggambarkan jika dengan di sahkan nya Perda Disabilitas ini tentunya wakil rakyat telah membantu bagi mereka yang mengalami penyandang disabilitas. Bahkan, saat ini saja sudah ada banyak penyandang disabilitas yang telah diterima bekerja di instansi pemerintah yang ada di Jambi yang awalnya tidak ada sama sekali.

"Ya buah dari hasil perda ini yaitu kalau dahulu saja penyandang disabilitas ini sulit dapat bekerja di instansi pemerintah, tetapi kini alhamdulilah sudah banyak di pemerintahan di Jambi yang sudah mulai menjalani hak-hak pekerja bagi penyandang disabilitas ini, itu pun mereka penyandang disabilitas yang dipekerjakan juga sesuai keahliannya. Ini tentu juga langkah baik kan," ujar dia.

12 Perusahaan di Jambi Sudah Pekerjakan Penyandang Disabilitas. Baca Halaman Terakhir....

Tidak hanya itu, penghargaan berupa apresiasi dari Kementerian Tenaga Kerja juga diterima oleh pihak perusahaan swasta di Jambi. Penghargaan itu diberikan terkait adanya pekerjaan yang diberikan kepada disabilitas di Jambi sebagai bentuk hak yang mesti diberikan kepada mereka.

"Jadi kalau untuk penghargaan yang diterima perusahaan dari Kemenaker itu yakni diberikan kepada perusahaan batik Jambi Rindani yang mana itu bentuk apresiasi buat perusahaan swasta yang telah mempekerjakan penyandang disabilitas, ini juga dari hasil disahkan nya perda ini juga," kata Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Provinsi Jambi, Rifki.

Rifki menyebutkan jika saat ini ada sebanyak 12 perusahaan di Jambi telah melaksanakan Perda Disabilitas itu. 12 perusahaan itu mempekerjakan para penyandang disabilitas baik dari tunarungu, tuna daksa, dan tunanetra. Semua dari penyandang disabilitas yang ada sesuai kemampuan dan keahlian mereka.

Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jambi, jumlah penyandang disabilitas di Jambi ini saja tercatat mencapai 15.303 orang. Dari belasan ribu penyandang disabilitas itu sebagian besar ada yang sudah bekerja di instansi pemerintah Jambi dan swasta.

"Kalau untuk di instansi pemerintah yang pekerjanya dari penyandang disabilitas itu berada di Disnakertrans, lalu di Dinsos lima orang kemudian di Rumah Sakit RSUD Jambi dan ada pula di instansi lainnya. Ini semua bentuk dari adanya Perda Disabilitas ini," sebut Rifki

Disahkannya Perda Disabilitas ini selain untuk menjadikan Jambi menuju ramah disabilitas juga bentuk kesetaraan sesama warga bangsa. Bahkan, adanya Perda Provinsi Jambi tentang disabilitas ini, juga bertujuan agar penyandang disabilitas tidak lagi diskriminasi maupun kekerasan demi mencari jalan terang nasib disabilitas di Jambi.

Saat Komisi IV DPRD Jambi dalam membahas Perda Disabilitas (dok ist)Komisi IV DPRD Jambi saat membahas Perda Disabilitas (Foto: Istimewa)
Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Guru di Jambi Minta Maaf Seusai Viralkan Jembatan Rusak "
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)


Hide Ads