Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengeluarkan amar putusan terkait gugatan Partai Prima ke KPU, yang salah satunya adalah menunda Pemilu. Pakar hukum dari Universitas HKBP Nommensen Medan, Janpatar Simamora menilai putusan tersebut menyalahi yurisdiksi dan tidak perlu dipatuhi.
"Karena tidak berdasar, saya pikir itu bukanlah sesuatu hal yang harus dipatuhi," kata Janpatar Simamora, Sabtu (4/3/2023).
Menurutnya, ada beberapa dasar hukum yang menjadikan putusan PN Jakpus tersebut tidak berdasar. Seperti Undang-Undang Dasar Pasal 22E Ayat 1.
Di dalam pasal tersebut dengan tegas menyatakan bahwa pemilu harus dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Penerapan aturan tersebut menurutnya sudah mempedomani asas-asas yang berlaku.
"Yang pertama perlu dicatat bahwa menurut Pasal 22E Ayat 1 Undang-Undang Dasar bahwa pemilu itu dilaksanakan sekali dalam lima tahun, yang tentu mempedomani asas-asas yang sudah secara umum dilakukan selama ini, yang artinya bahwa Pemilu dilakukan sekali lima tahun," jelasnya.
Kemudian Janpatar menyebutkan bahwa yang aturan yang mengatur soal penundaan pemilu adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 431 dan 432. Di dalam undang-undang tersebut menjelaskan bahwa hanya ada dua bentuk penundaan Pemilu, yakni pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
Hal itu bisa diterapkan jika ada situasi darurat yang mengganggu keamanan negara, seperti kerusuhan, bencana alam dan lainnya. Secara mekanisme pun, hal itu bisa diterapkan secara berjenjang, mulai dari tingkat KPU kabupaten/kota hingga KPU Pusat.
"Gangguan sifatnya yang darurat ya, bisa saja seperti kerusuhan, gangguan keamanan negara, bencana alam atau gangguan lain yang memungkinkan tidak bisa dilaksanakan proses Pemilu itu sendiri," sebutnya.
"Penundaan itu pun dilakukan juga dilakukan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi penyelenggara itu sendiri, secara berjenjang ya," imbuhnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video "Video DJ di Medan Ngebut Pakai Fortuner, Tabrak Tukang Becak hingga Tewas"
(dpw/dpw)