30 hari kepergian brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J menjadi momen yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Civil Society Indonesia (CSI) untuk menuntut keadilan.
Kelompok masyarakat CSI menyalakan 3.000 lilin di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, malam ini, Senin (8/8/2022). Penanggung jawab CSI, Irma Hutabarat di lokasi mengatakan sejumlah lapisan masyarakat dari berbagai kalangan turut andil dalam aksi hari ini.
Dia menuturkan pihaknya akan terus menggelar kegiatan serupa sampai kebenaran dalam kasus tersebut terungkap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berkumpul untuk kebajikan, untuk mengawal agar tidak ada lagi satu pun putra Indonesia yang mati sia-sia, tidak ada lagi orang Batak yang mati dibunuh dan tidak dipertanggungjawabkan," kata Irma Hutabarat di lokasi.
Pantauan detikcom di lokasi pukul 18.48 WIB, terlihat masyarakat sudah memenuhi pelataran taman. Sebagian dari mereka terlihat memegang poster bertulisan 'Justice for Joshua'.
Di sana juga terlihat lilin merah putih menyala terang yang dibentuk angka 30. Ini sebagai bentuk memperingati 30 hari meninggalnya Brigadir J.
"Kenapa harus bikin acara ini, karena kita semua kita punya anak. Bagaimana rasanya kalau anakmu datang dalam peti dan nggak boleh dibuka petinya, nggak boleh dilihat, habis itu dibilang pula penjahat seksual. Itu aib bukan hanya untuk Hutabarat, tapi seluruh Batak Indonesia," imbuhnya.
Irma mengatakan sejumlah lapisan masyarakat dari berbagai kalangan turut andil dalam aksi hari ini. Dia menuturkan pihaknya akan terus menggelar kegiatan serupa sampai kebenaran dalam kasus tersebut terungkap.
"Saya ingin mengajak agar kita mengawal ini dengan konsisten, dengan komitmen. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk mengawal kebajikan ini dan saya berharap kita bisa berkumpul 40 hari, 100 hari, sampai terungkap kasus ini, sampai bersih kepolisian Republik Indonesia," jelasnya.
CSI menilai belum transparan. Baca selanjutnya...
"Gini, transparan menurut kita semua sama transparan menurut timsus atau polisi sama nggak? Kalau dibilang bahwa kami sekarang sedang menangkap empat orang pelanggar etik, pelanggaran etik ini apa? Kita punya hak untuk tahu," kata Irma.
Dia juga menyebut kasus ini menjadi momentum untuk bersih-bersih instansi kepolisian Republik Indonesia karena terdapat beberapa orang yang terlibat dalam merekayasa kasus.
![]() |
"Kalau polisi jahat, yang tangkap Propam. Kalau Propamnya jahat, yang tangkap siapa? Kita percaya akan keadilan, kita mencintai Polri. Kalau dijelaskan, ini adalah momentum yang terbaik untuk beres-beres Polri. Kalau ada telur yang busuk, itu mesti dibuang. Kalau nggak, telurnya nggak ada guna, rusak semua sekeranjang itu. Yang penting begini, TKP misalkan berarti boleh dong merusak TKP, menghilangkan bukti, sekali ini saja ketahuan, berarti polisi biasa dong. Yang bukti ada, dihilangkan. Yang nggak ada, diadain. Sekarang ini terbuka," jelasnya.
Lebih lanjut, Irma mengatakan kasus yang menimpa Brigadir J menjadi luka bagi seluruh rakyat Indonesia
"Kita berada di sini bukan hanya Hutabarat, bukan hanya Batak saja. Ketika satu nyawa melayang, ketika orang membunuh satu orang, dia membunuh satu semesta. Ketika kita menyelamatkan satu nyawa, kita menyelamatkan satu semesta. Peristiwa ini bukan hanya matinya Yoshua, ini luka bagi Hutabarat, luka bagi orang Batak, luka bagi orang Indonesia," pungkasnya.
Simak Video "Video: Buntut Kasus AKP Dadang, Polri Bakal Evaluasi Penggunaan Senpi"
[Gambas:Video 20detik]
(bpa/bpa)