Waduh! Bantuan Pangan Non Tunai di Bengkulu Diduga Diselewengkan

Bengkulu

Waduh! Bantuan Pangan Non Tunai di Bengkulu Diduga Diselewengkan

Hery Supandi - detikSumut
Jumat, 15 Apr 2022 10:54 WIB
Poster
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono)
Mukomuko - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko, Provinsi Bengkulu tengah mengusut dugaan penyelewengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang diduga diselewengkan oleh oknum koordinator dan pendamping penerima bansos di sana.

Kepala Kejaksaan Negeri Mukomuko, Rudi Iskandar mengungkapkan, penyelewengan bantuan sosial itu dilakukan dengan cara menaikkan harga pangan dan diganti dengan sembako berkualitas rendah.

"Akibatnya 3.400 penerima bantuan mengeluhkan kualitas pangan yang mereka terima," kata Rudi, Jumat (15/4/2022).

Tak hanya itu, koordinator dan pendamping kecamatan juga menentukan sendiri warung atau kios mana yang menjadi tempat pembelian bahan pokok itu.

"Ini adalah bantuan sosial dari Kementerian Sosial berupa bantuan pangan non tunai, warga penerima bantuan bisa belanja sembako menggunakan kartu yang telah didistribusikan," jelasnya.

Adapun dugaan penyelewengan bantuan sosial ini telah bergulir sejak 2019 hingga 2021 lalu. Setiap keluarga penerima manfaat (KPM) akan mendapatkan bantuan yang disalurkan tiap tiga bulan. Tiap KPM dikantongi semacam kartu ATM sebesar Rp 200 ribu, yang bisa ditukar dengan sembako di e-warung.

"Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja bebas pada e-warung mana pun, namun oleh koordinator dan pendamping di Kabupaten Mukomuko justru menentukan sendiri di mana warga harus berbelanja," jelas Rudi.

Rudi mengungkapkan, setelah tempat belanja ditentukan, harga sembako dinaikkan agar para koordinator dan pendamping ini mendapatkan keuntungan dari penjualan. Bahkan kualitas sembako yang disediakan memiliki kualitas yang rendah.

"Misal harga beras seharusnya dijual dengan harga Rp 90 ribu per karung, dinaikkan dengan harga Rp 120 ribu, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan," ungkap Rudi.

Dalam kasus ini, Kejari Mokumoku telah memeriksa 40 saksi, termasuk koordinator dan pendamping penerima bantuan.

"Sejak tahun 2019 hingga 2021 ditaksir kerugian negara mencapai miliaran rupiah akibat penyelewengan ini," ungkapnya.

Terungkapnya kasus ini berawal dari keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung, akibatnya warga menjual kembali beras tersebut dengan harga yang murah.

Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.


(dpw/dpw)


Hide Ads