10 Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Minggu ke-2 Terbaik, Lengkap Dalilnya

10 Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Minggu ke-2 Terbaik, Lengkap Dalilnya

Fria Sumitro - detikSumut
Kamis, 21 Mar 2024 16:53 WIB
Para siswa SMP di Ciamis mengikuti program kultum zuhur di Masjid Agung Ciamis.
Kumpulan Khutbah Jumat Bulan Ramadhan (Foto: Dadang Hermansyah/detikJabar)
Medan -

Khutbah Jumat adalah ceramah yang dibawakan oleh khatib sebelum melaksanakan salat Jumat. Khatib akan menyampaikan dua khotbah, yakni khotbah pertama berupa penyampaian materi, sedangkan yang kedua biasanya berupa pembacaan doa.

Karena saat ini umat Islam sedang berada di bulan suci Ramadan, khatib salat Jumat bisa menyampaikan khotbah bertema puasa dan yang lainnya.

Dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) dan Kementerian Agama (Kemenag), mari simak kumpulan khutbah Jumat bulan Ramadhan dalam berbagai topik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah 1: Berburu Ampunan, Rahmat, dan Surga di Bulan Puasa

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ الصَّوْمَ حِصْنًا لِأَوْلِيَائِهِ وَ جُنَّةً، وَفَتَحَ لَهُمْ بِهِ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَائِدِ الْخَلْقِ وَمُمَهِّدِ السُّنَّةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِيْ الْأَبْصَارِ الثَّاقِبَةِ وَالْعُقُوْلِ الْمُرَجِّحَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

ADVERTISEMENT

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Jamaah yang dimuliakan Allah.

Alhamdulillah, tahun ini kita kembali dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan. Bulan yang di dalamnya mempunyai sejuta keistimewaan dan keutamaan bagi umat Muslim. Oleh karena itu, tidak heran jika pada bulan ini intensitas ibadah umat Islam semakin meningkat, baik dengan lebih serius lagi menunaikan kewajiban-kewajiban agama maupun rajin mengamalkan ibadah-ibadah sunnah di dalamnya.

Rasulullah sendiri pernah menyampaikan bahwa saat tiba bulan Ramadhan umat Muslim didorong untuk memperbanyak ibadah. Sebab, pahala amal kebaikan di dalamnya mendapat balasan berkali-kali lipat. Dalam satu hadits diriwayatkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصائم أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, 'Rasulullah saw bersabda, 'Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu (amal) kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah azza wajalla berfirman, 'Kecuali puasa, karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Sebab, dia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.'

Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika dia berbuka, dan kebahagiaan ketika dia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya kesturi.'" (HR Bukhari dan Muslim)

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Ada tiga hal besar yang Allah janjikan untuk umat Muslim saat Ramadhan tiba, yaitu ampunan, rahmat, dan balasan surga. Rasulullah pernah bersabda,

.أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ، وأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Artinya, "Awal Bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka." (Ibnu Khuzaimah)

Pertama adalah rahmat. Rahmat merupakan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Berkat rahmat inilah kelak umat Muslim bisa mendapat ampunan di akhirat dan memperoleh balasan surga. Bahkan dikatakan bahwa rahmat merupakan penentu nasib seseorang kelak di hari akhir. Boleh jadi orang rajin beribadah, tapi jika belum meraih rahmat Allah ia tidak mendapat jaminan masuk surga.

Meski demikian, bukan berarti kita meremehkan ibadah dengan alasan mengandalkan rahmat, karena penyebab rahmat sendiri adalah ketaatan seorang hamba kepada Allah.

Berkaitan dengan ini, ada kisah menarik tentang seorang hamba taat yang sepanjang hayatnya digunakan untuk beribadah, tapi ia masuk surga bukan sebab ibadahnya itu, melainkan karena anugerah rahmat Allah. Kisah ini disampaikan Syekh Abul Laits as-Samarqandi dalam Tanbīhul Ghāfilīn dengan mengutip riwayat Al-Hakim dalam Mustadrak-nya.

Dikisahkan, sekali waktu Malaikat Jibril as bercerita kepada Nabi Muhammad saw, "Hai, Muhammad! demi Allah yang telah menugaskan engkau menjadi nabi. Allah memiliki seorang hamba yang ahli ibadah. Hamba tersebut hidup dan beribadah selama 500 tahun di atas gunung."

Ringkas kisah, hamba itu memohon kepada Allah untuk mencabut nyawanya dalam keadaan sujud dan jasadnya tetap utuh sampai tiba hari kiamat. Doanya dikabulkan. Begitu di akhirat, Allah berkata padanya, "Hamba-Ku, engkau Aku masukkan ke surga berkat rahmat-Ku!"

Hamba tersebut menyangkal. Seharusnya, protes dia, yang membuatnya masuk surga adalah ibadahnya yang ratusan tahun itu, bukan rahmat Allah. Setelah ditimbang, ternyata bobot rahmat-Nya lebih besar daripada amal ibadah tersebut. Allah pun memerintahkan malaikat untuk memasukan dia ke neraka.

Sebelum dimasukkan ke dalam neraka, hamba itu mau mengakui bahwa rahmat Allah lebih besar dan bisa membuatnya masuk surga. Ia pun tidak jadi dimasukkan ke dalam neraka. (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, t.t, h. 63)

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Keutamaan Ramadhan berikutnya adalah maghfirah atau ampunan Allah. Sebagai manusia, tentu sadar diri bahwa kita memiliki banyak dosa yang kian hari semakin bertambah. Sebab, berbuat salah dan dosa merupakan fitrah manusia. Rasulullah saw bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

Artinya, "Setiap anak Adam (manusia) pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR Tirmidzi).

Hadits ini menegaskan bahwa sebagai manusia kita tidak bisa terbebas dari dosa. Tidak peduli dia rakyat biasa atau pejabat, seorang awam atau agamawan, santri ataupun kiai, semua pasti memiliki dosa. Hanya, yang membedakan kita semua adalah siapa yang mau mengakui atas dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah. Pada momen Ramadhan ini, Allah menjanjikan limpahan ampunan bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat. Oleh karena ini, jangan sia-siakan kesempatan emas yang hanya datang satu bulan dalam setahun ini.

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Keistimewaan yang Allah janjikan saat Ramadhan berikutnya adalah balasan surga bagi hamba-Nya yang taat. Rasulullah pernah bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ

Artinya, "Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu." (HR Muslim)

Berkaitan dengan hadits di atas, Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan, maksud 'dibukanya pintu surga' merupakan simbol imbauan bagi umat Muslim untuk memperbanyak amal ibadah di bulan suci Ramadhan, sementara 'dibelengguhnya setan' merupakan simbol untuk mencegah diri dari perbuatan maksiat. (Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam, Maqashidush Shaum, 1922: 12).

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Sekian khutbah yang bisa khatib sampaikan. Semoga kita bisa melalui Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun berikutnya dengan maksimal sehingga bisa meraih ampunan, rahmat, dan balasan surga dari Allah swt.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(Oleh: Kemenag)

Khutbah 2: Ramadhan Bulan Al-Qur'an

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، وَسَقَى أَرْبَابَ مُعَامَلَاتِهِ مِنْ لَذِيْذِ مُنَاجَتِهِ شَرَابًا عَذْبَ الْمَذَاقِ، فَأَقْبَلُوْا لِطَلَبِ مَرَاضِيْهِ عَلَى أَقْدَامِ السَّبَاقِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ

أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ، نَرْجُوْ بِهَا النَّجَاَةَ مِنْ نَارٍ شَدِيْدَةِ الْاَحْرَاقِ، وَأَنْ يَهُوْنَ بِهَا عَلَيْنَا كُرْبُ السِّيَاقِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفَ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبَرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِّبَاقِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Jamaah yang dimuliakan Allah.

Bulan Ramadhan ini, sejumlah umat Muslim disibukkan dengan beragam kegiatan ibadah. Dari pagi, siang, sore, hingga malam menjelang tidur, seolah ibadah menjadi kegiatan yang tak pernah lepas dari amal sunah di bulan mulia. Salah satu ibadah yang lakat dengan bulan ampunan ini adalah tadarus Al-Qur'an. Sebab itu, Ramadhan juga disebut sebagai syahrul qur'ān atau bulan Al-Qur'an. Boleh dibilang, Ramadhan tanpa ramai dengung lantunan ayat suci bagaikan masakan tanpa garam. Allah SWT berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Artinya, "Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)." (QS Al-Baqarah [2]: 185)

Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur'an diturunkan secara utuh (tidak bertahap) dari lauḥul maḥfudz ke baitul 'izzah pada bulan Ramadhan, tepatnya pada malam Lailatul Qadar. Pendapat ini dikemukakan oleh banyak ulama seperti Ibnu Katsir dalam Tafsīr Al-Qur'ānil 'Adzīm, Fakhruddin al-Razi dalam Mafātīḥul Ghaib, Abdurrahman as-Sa'di dalam Tafsīr as-Sa'dī, dan sejumlah pakar tafsir lainnya.

Semua ulama sepakat bahwa bertadarus Al-Qur'an merupakan ibadah yang sangat mulia. Mereka sejak dulu juga menjadikan tadarus sebagai aktivitas selama Ramadhan. Imam Syafi'i bisa mengkhatamkan Al-Qur'an enam puluh kali sekali Ramadhan, Imam Malik akan menyudahi aktivitas mengajarnya pada bulan Ramadhan untuk dialihfokuskan membaca Al-Qur'an.

Kemudian, Sufyan at-Tsauri juga akan meninggalkan ibadah-ibadah sunnah selama bulan Ramadhan agar fokus membaca Al-Qur'an. Zubaid bin Harits al-Yamani, ulama ahli hadits dari kalangan tabi'in, ketika memasuki bulan Ramadhan akan mengumpulkan banyak mushaf guna dibaca bersama murid-muridnya. Masih banyak sekali riwayat yang menjelaskan perhatian ulama untuk bertadarus pada bulan Ramadhan.

Menurut Ibnu Rajab al-Hambali, ulama besar yang dalam bidang Aqidah menganut madzhab Asy'ariyah dan dalam bidang fikih bermazhab Hambali, menuturkan bahwa dasar anjuran perbanyak tadarus Al-Qur'an saat Ramadhan dalam riwayat Ibnu Abbas berikut,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ‏

Artinya, "Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al-Qur'an. Dan kedermawanan Rasulullah ﷺ melebihi angin yang berhembus." (HR Bukhari).

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah setor hafalan Al-Qur'an kepada Malaikat Jibril pada setiap malam hari Ramadhan. Oleh sebab itu, memperbanyak baca Al-Quran disunahkan pada malam hari di bulan tersebut. Alasan malam yang dipilih karena waktu tersebut merupakan momen yang hening, sehingga memungkinkan seseorang lebih khusyuk dan bisa meresapi kandungan ayat-ayat Al-Qur'an.

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Agar memperoleh pahala tadarus yang maksimal, kita juga harus memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur'an. Sebagai kitab suci umat muslim yang sangat dimuliakan, tentu membacanya pun memiliki etika-etika khusus. Diantara adab tersebut adalah membaca setiap ayat dengan khusyuk dan merenungi setiap maknanya.

Ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur'an menyimpan samudera pelajaran yang tak pernah kering. Janji pahala dan surga bagi hambat yang taat, ancaman siksa neraka bagi yang durhaka, kisah umat-umat terdahulu, dan sebagainya, semua dimuat dalam kitab yang terdiri dari 114 surat itu. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya saat kita membacanya tidak asal bunyi, tapi juga merenungi maknanya dengan penuh khusyuk. Allah SWT berfirman,

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِه وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ

Artinya, "(Al-Qur'an ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." (QS Shad [38]: 29)

Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan besar Al-Qur'an diturunkan di bumi adalah untuk direnungi kandungan-kandungannya sehingga bisa menjadi penuntun hidup sejati (hudan linnās). Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Iqtān bahkan menyampaikan, kita disunnahkan merenungi ayat Al-Qur'an saat membacanya sampai menangis. Jika belum bisa menangis, usahakan tetap khusyuk dan penuh kesedihan sehingga ekspresi kita seolah-olah menangis. (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqān fī 'Ulūmil Qur'ān: juz I, h. 297)

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Adab berikutnya adalah memperindah suara. Al-Qur'an yang dibaca dengan suara merdu akan membuat hati terpikat sehingga timbul rasa khusyuk dan mendorong pendengar untuk merenungi kandungannya. Oleh sebab itu, saat bertadarus kita juga dianjurkan menggunakan suara yang merdu. Imam Nawawi menegaskan, semua ulama, baik dari kalangan sahabat Nabi, tabi'in, dan ulama-ulama setelahnya, sepakat bahwa memperindah suara ketika membaca Al-Qur'an hukumnya sunnah.

Tapi dengan catatan, jangan sampai upaya ini merusak bacaan seperti memanjangkan harakat di luar batas yang berlaku, membaca pendek harakat yang seharusnya panjang, menambah atau menghilangkan huruf, dan sebagainya. Jika sampai demikian maka haram. Dasar anjuran memperindah suara ini diantaranya sabda Rasulullah berikut,

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

Artinya, "Hiasilah Al Qur'an dengan suaramu." (HR Abu Dawud)

Ma'asyiral muslimīn a'azzakumullāh.

Demikian khutbah singkat yang bisa khatib sampaikan. Semoga kita semua selalu diberi spirit untuk membaca dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan kelak di hari akhir memperoleh syafaatnya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(Oleh: Kemenag)

Khutbah 3: Ramadan Melatih Kejujuran, Moral Kemanusiaan Universal

Khutbah I

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Kaum Muslimin sidang Jumat yang terhormat,

Manusia dikenal sebagai makhluk moral yang perilakunya merefleksikan keyakinan hidup yang dianut. Dalam Islam, iman dan amal, keyakinan dan perilaku, harus sejalan. Moral kemanusiaan yang tinggi merupakan manifestasi dari keimanan dalam hati manusia. Tidak ada fondasi moral yang lebih kokoh daripada keimanan kepada Allah. Salah seorang Filosof Jerman mengatakan, "Barangsiapa mencari sistem moral yang paling kokoh, dia tidak akan menemukannya, kecuali dalam ajaran agama."

Puasa Ramadan salah satunya melatih umat Islam akan pentingnya sifat jujur dan kejujuran. Secara universal, kejujuran diakui sebagai jantung moralitas kemanusiaan. Siapa saja, bangsa mana pun, dan apa pun keyakinannya pasti menghargai kejujuran dan memandang kebohongan sesuatu yang buruk dan tercela. Kejujuran akan tetap bersinar walau di tengah tumpukan kebohongan dan kepalsuan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran,

فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya). (QS An-Nisā' [4] :9)

وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ

Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hadid [57] : 4)

Dalam sebuah Hadis, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا ؟ فَقَالَ: ( نَعَمْ ) ، فَقِيلَ لَهُ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا ؟ فَقَالَ: ( نَعَمْ ) ، فَقِيلَ لَهُ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا ؟ فَقَالَ: ( لَا ).

''Mungkinkah seorang mukmin itu pengecut?''

''Mungkin,'' jawab Rasulullah.

''Mungkinkah seorang mukmin itu bakhil (kikir)?''

''Mungkin,'' lanjut Rasulullah.

''Mungkinkah seorang mukmin itu pembohong?''

Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak!'

Sayyid Sabiq, ulama besar dari Universitas Al-Azhar Cairo dalam bukunya Islamuna ketika menukilkan Hadis di atas menulis bahwa "iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul di dalam hati seorang mukmin. Rasulullah SAW berwasiat, agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong. Sebab, Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi yang tidak jujur."

Kaum Muslimin sidang Jumat yang berbahagia,

Dalam sejarah, pribadi besar Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul dengan menerima wahyu pertama dari Allah, telah dikenal lebih dulu sebagai pribadi yang jujur hingga di lingkungannya di Mekkah digelari Al-Amin.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata: Rasulullah bersabda, ''Berpegang-teguhlah dengan kebiasaan berkata benar. Sesungguhnya berkata benar mengantarkan kepada kebaikan. Kebaikan akan mengantarkan ke surga. Seseorang yang selalu berkata benar, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah kebohongan. Sesungguhnya kebohongan mengantarkan kepada kejahatan. Kejahatan mengantarkan ke neraka. Seseorang yang biasa berbohong, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong.'' (HR Bukhari-Muslim).

Kisah sahabat nabi, Khalifah Umar bin Khattab ketika menguji kejujuran seorang anak gembala kambing di Madinah lima belas abad yang lampau menarik direnungkan. "Jual-lah kepadaku seekor anak kambingmu ini, toh tuanmu di balik bukit sana tidak tahu. Katakan saja kepada tuanmu, anak kambing itu telah dimakan serigala"

Si anak gembala menjawab, "Kalau begitu, fa ainallah!" artinya di mana Allah? Khalifah Umar langsung mengajak anak gembala yang telah lulus ujian kejujuran itu untuk bersama-sama menemui tuannya. Khalifah Umar menebus kemerdekaan anak itu dari perbudakan dan menjadikannya manusia merdeka.

Umar berpesan, "Kalimat ini, fa ainallah (di mana Allah), telah memerdekakanmu di dunia. Semoga kalimat ini (pula) akan memerdekakannmu di akhirat kelak."

Pemerintahan yang bersih dan berwibawa untuk kesejahteraan rakyat membutuhkan tegaknya kejujuran dan mental kenegarawanan pada semua aparatur penyelenggara negara. Kejujuran para ilmuwan sangat dibutuhkan sebagai penunjuk arah kemajuan bangsa dan negara. Negara hukum yang cita-citakan oleh para pendiri bangsa membutuhkan kejujuran para penegak hukum untuk mewujudkannya. Kehidupan demokrasi yang konstitusional takkan terwujud tanpa kejujuran. Kesepakatan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesian membutuhkan kejujuran pada semua elemen bangsa agar mendatangkan keberkahan dalam kemajuan.

Kaum Muslimin sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Dalam upaya membangun masyarakat yang jujur sebagai landasan terbentuknya bangsa dan negara yang memiliki budaya kejujuran, diperlukan pembentukan pribadi-pribadi jujur sejak dari dalam keluarga. Perbaikan akhlak bangsa haruslah dimulai dari penguatan keimanan dan membudayakan kejujuran.

Krisis kejujuran akan berdampak luas di tengah masyarakat. Krisis kejujuran menyuburkan praktik korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Karena kelihaian membuat lingkaran kebohongan, sebagian perbuatan korupsi, kolusi dan suap tidak tersentuh hukum. Akan tetapi orang beriman yakin bahwa di akhirat, di Yaumul Mahsyar, semua kebohongan dan kepalsuan akan dibuka di hadapan Mahkamah Allah dan disaksikan oleh sekalian umat manusia.

Salah satu misi dakwah ialah memperbaiki moral kemanusiaan dan akhlak bangsa. Perbaikan moral kemanusiaan dan akhlak bangsa dilakukan dengan memperkuat keimanan dan membangun kultur kejujuran. Setiap orang seyogyanya merasa malu melakukan kejahatan dan pelanggaran, meski tidak diketahui orang lain. Dalam kaitan ini, pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan basis terbentuknya karakter manusia yang beriman dan jujur.

Pembudayaan kejujuran bukan hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi perlu keteladanan, keberanian dan integritas yang konsisten. Kejujuran tidak cukup sekadar slogan, tapi harus tertanam menjadi karakter dan kultur masyarakat. Kejujuran tidak selalu berbanding lurus dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan, tetapi menyangkut kualitas pribadi dan karakter.

Ibadah mahdhah yang diwajibkan dalam Islam mendidik setiap muslim menjadi pribadi yang jujur kepada Allah, jujur dengan diri sendiri dan jujur kepada masyarakat sekeliling. Salat, zakat, puasa, dan haji mendidik manusia agar menjadi pribadi yang jujur dan ikhlas.

Sejalan dengan misi kerisalahan Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia, mari budayakan kejujuran dalam membangun masa depan yang lebih tentram, lebih maju dan lebih sejahtera dari yang dirasakan selama ini.

Sebuah pesan dari sahabat nabi, khalifah Usman bin Affan patut direnungkan, "Tidak seorang pun yang menyembunyikan suatu rahasia di dalam hatinya, kecuali Allah akan menampakkan pada raut wajahnya atau melalui perkataan yang terlontar dari lidahnya."

Semoga khutbah hari ini bermanfaat bagi khatib sendiri dan bagi kita semua.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ,
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ

وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَ

(Oleh: Kemenag)

Khutbah 4: Ramadhan Kesempatan Menyucikan Diri

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Pada momentum mulia ini mari kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah swt. Ketakwaan ini kita wujudkan dengan senantiasa menjalankan segala perintah Allah swt dan sekuat tenaga serta jiwa untuk menghindari apapun yang dilarang oleh-Nya. Sementara keimanan kepada Allah kita wujudkan dengan percaya dan yakin bahwa Allah selalu mengawasi segala tingkah laku dan aktivitas kita, baik itu lahir maupun batin. Allah maha mengetahui segalanya dan semua yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan takdir baik dan buruk Allah yang harus kita yakini adanya.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Bersyukur, alhamdulillah, kita dapat kembali menjumpai Ramadhan, bulan yang sangat istimewa dan sarat keutamaan. Ramadhan, bulan yang memang sangat ditunggu kedatangannya karena kemuliaannya yang sangat besar. Kita bisa melihat dengan ragam pandangan terhadap bulan Ramadhan berdasarkan dengan keistimewaan dan kemuliaannya itu.

Kita dapat melihat sekaligus memaknai bulan Ramadhan sebagai bulan peleburan dosa. Kita juga bisa memandang bulan Ramadhan sebagai kesempatan meraih pahala yang berlipat dan rahmat Allah swt. Selain itu, kita bisa mengartikan Ramadhan sebagai upaya dalam meningkatkan kesalehan sosial dan memacu kedermawanan kepada sesama, dan banyak lagi cara pandang yang bisa dipakai untuk melihat keistimewaan-keistimewaan yang ada pada bulan Ramadhan.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Dari sekian banyak cara pandang di atas, alfaqir secara khusus ingin mendalami tentang Ramadhan sebagai kesempatan untuk melebur dosa-dosa yang mungkin saja Allah swt belum mengampuni pada kesempatan-kesempatan sebelumnya. Di bulan Ramadhan kali ini mari kita jadikan kesempatan untuk menyucikan diri meriah rahmat dan kasih sayang Allah swt.

Dalam sebuah hadits yang masyhur, dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya, "Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa masa lalunya akan diampuni."

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Isi hadits ini mengonfirmasi dan menguatkan terkait cara pandang kita terhadap bulan Ramadhan sebagai wasilah untuk peleburan dosa. Kita menyadari, seiring dengan bertambahnya waktu dan usia, sedikit atau banyak, sengaja maupun tidak, kita pernah tergelincir dalam dosa. Untuk itu, bulan Ramadhan hadir sebagai kesempatan yang tepat, untuk mendapatkan ampunan atas dosa yang telah lampau.

Abu al-Husain Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik, atau lebih dikenal dengan Ibnu Baththal, saat memberikan penjelasan (syarh) atas kitab Sahih al-Bukhari, memberikan ulasan bahwa "ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi" merupakan kalimat umum yang diharapkan supaya seseorang mendapatkan ampunan atas seluruh dosanya, baik kecil maupun besar (Syarh Sahih al-Bukhari li Ibn Baththal, juz 04 hal.149).

Mungkin saja kita kerap mendengar bahkan mengetahui sebelumnya akan pemahaman ini dari berbagai sumber, namun penting saya kira kembali disampaikan pada kesempatan yang baik ini. Harapannya, kita semua bisa mengindahkan dan memanfaatkan betul akan keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan yang sudah disediakan untuk kita.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk meraih ampunan Allah swt di bulan Ramadhan ini? Menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami terkait redaksi îmânan (keimanan) dan iḫtisâban (berharap pahala dari Allah) yang ada pada hadits di atas.

Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, atau lebih dikenal dengan Ibnu Hajar al-Asqalani, menjelaskan bahwa status dua kata tersebut bisa menjadi maf'ûl lah atau tamyîz, atau ḫâl di mana bentuk masdar tersebut bermakna isim fâil/pelaku (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115). Jika mengikuti struktur yang terakhir, maka orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, dan mendapatkan maghfirah Allah, haruslah berstatus mukmin (orang yang beriman) dan muḫtasib (orang yang berharap pahala dari Allah).

Kedua pesan penting ini perlu untuk selalu diselaraskan dan direfleksikan kembali pada tiap rutinitas amal ibadah kita, terutama terkait dengan puasa di Bulan Ramadhan ini. Diksi îmânan (keimanan), memberikan pesan penting bahwa fondasi ibadah puasa ini dilandasi dengan keimanan.

Diksi kedua adalah ihtisaban. Makna yang sering disampaikan dan diterjemahkan, bahwa ihtisaban adalah thalab al-thawâb min Allah, mencari pahala dari Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115), selain menukil makna tersebut, juga menyajikan pendapat al-Khaththâbi, bahwa iḫtisâban adalah:

اِحْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةٌ وَهُوَأَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرُّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ طَيِّبَةِ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيِامِهِ وَلَا مُسْتَطِيْلٍ لِأَيَّامِهِ

Artinya, "Iḫtisâb itu berarti tekad yang kuat, yakni seseorang berpuasa atas dasar kecintaannya pada pahala yang terkandung di dalam puasa Ramadhan, (juga atas dasar) kebaikan dirinya dengan tanpa merasa terbebani atas puasa dan tak merasa terlalu panjang hari-hari puasanya."

Dengan iḫtisâb, hendaknya kita berusaha menjalani kewajiban puasa Ramadhan dengan perasaan riang gembira, merasa ringan dalam menjalani puasa bahkan dengan disertai aktivitas ibadah lainnya, serta menghargai setiap detik dan jam yang berlalu selama bulan bulan Ramadhan.

Demikianlah khutbah Jumat pada kesempatan dan tempat yang mulia ini. Semoga memacu kita semua dalam mengisi bulan Ramadhan dengan mengerjakan puasa penuh kesadaran dan kegembiraan. Dan mari kita juga isi bulan suci dengan amalan-amalan sunnah yang dianjurkan.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمْ: وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(Oleh: NU Jombang)

Khutbah 5: Ramadhan, Al-Quran, dan Keberkahan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيِّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ . وَقَال: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk terus menguatkan rasa syukur kepada Allah yang senantiasa menganugerahkan nikmat yang banyak tak terhingga di antaranya nikmat Islam, iman, ihsan, dan juga kesempatan umur panjang sehingga kita masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang penuh keberkahan ini. Wujud syukur ini bisa kita lakukan dengan terus meningkatkan komitmen ketakwaan kita kepada Allah swt dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Ketakwaan ini akan mengarahkan kita kepada jalan yang senantiasa diridhai oleh Allah swt. Takwa akan menjadi bekal yang terbaik dalam menjalankan misi utama kita hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah swt. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 197:

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: "Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Bulan suci Ramadhan menjadi momentum tepat bagi kita untuk kembali menguatkan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Di bulan yang penuh keberkahan ini, kita diberi 'banjir bonus' oleh Allah swt dengan dilipatgandakannya amal ibadah lebih dari bulan-bulan lainnya. Ramadhan menjadi bulan penuh keberkahan yang harus kita manfaatkan untuk menjadikan kita masuk kepada golongan orang-orang yang bertakwa sebagai muara dari ibadah puasa yang kita lakukan di bulan ini.

Keberkahan Ramadhan terbukti dari diturunkannya pada bulan ini panduan utama umat Islam dalam kehidupan yakni Al-Qur'an al Karim, yang berisi firman-firman Allah dan tak terbantahkan kebenarannya. Hal ini disebutkan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ

Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).

Dalam Tafsir Kementerian Agama disebutkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya untuk pertama kali diturunkan Al-Qur'an pada lailatul qadar, yaitu malam kemuliaan, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang benar dan yang salah.

Berkaitan dengan peristiwa penting ini, ada beberapa informasi Al-Qur'an yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan waktu pewahyuan ini. Ayat-ayat itu antara lain surah al-Qadar: 1, yang mengisyaratkan bahwa Al-Qur'an diwahyukan pada malam yang penuh dengan kemuliaan atau malam qadar.

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Lailatulqadar.

Kemudian Surah Ad-Dukhān 3, yang mengisyaratkan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam yang diberkahi.

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ

Artinya: Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.

Ada juga surat Al-Anfāl: 41 yang mengisyaratkan bahwa Al-Qur'an itu diturunkan bertepatan dengan terjadinya perang Badar.

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Artinya: "Ketahuilah, sesungguhnya apa pun yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlimanya untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad) pada hari al-furqān (pembeda), yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari beberapa informasi Al-Qur'an ini, para ulama menetapkan bahwa Al-Qur'an diwahyukan pertama kali pada malam qadar, yaitu malam yang penuh kemuliaan, yang juga merupakan malam penuh berkah, dan ini terjadi pada tanggal 17 Ramadan. Tanggal ini juga bertepatan dengan bertemu dan pecahnya perang antara pasukan Islam dan tentara kafir Quraisy di Badar, yang pada saat turun wahyu itu Muhammad berusia 40 tahun.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Setelah mengingat kembali bahwa Al-Qur'an yang penuh keberkahan diturunkan pada bulan dan waktu yang berkah, maka tentunya akan semakin menguatkan kita untuk senantiasa dekat dan cinta kepada Al-Qur'an untuk meraih keberkahannya. Upaya meraih keberkahan ini bisa kita lakukan dengan membaca, mengajarkan, memahami, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an dalam setiap tarikan nafas kehidupan kita.

Intensitas membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan perlu kita tambah, baik membaca secara perorangan maupun secara berjamaah atau dalam bentuk tadarus. Dalam sebuah hadits dari an-Nu'man ibn Basyir, Rasulullah bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ عِبَادَةِ أُمَّتِي قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ

Artinya: "Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah membaca Al-Qur'an." (HR. Al-Baihaqi).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Selain membaca, kita juga perlu untuk membumikan atau memasyarakatkan Al-Qur'an melalui majelis-majelis yang mengajar dan mengkajinya. Karena selain membaca, mengkaji dan mengajarkan Al-Qur'an juga memiliki banyak keutamaan. Hal ini seperti sabda Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:

عن عثمانَ بن عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعلَّمهُ

Artinya: "Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Lebih dari itu semua, nilai-nilai kandungan Al-Qur'an menjadi hal utama yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita melihat Al-Qur'an hanya sebatas teks-teks saja namun harus dipahami sebagai firman mulia dari Allah yang memerintahkan kita untuk beramal dan berbuat kebaikan di dunia. Esensi dari ajaran agama melalui Al-Qur'an lah yang perlu kita praktikkan. Bukan beragama yang mengedepankan tampilan fisik dan memahami Al-Qur'an secara tekstual saja.

Semoga di bulan Ramadhan ini, kita bisa benar-benar meraih keberkahan melalui maksimalisasi kecintaan kepada Al-Qur'an melalui membaca, mengkaji, mengajarkan, dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur'an. Semoga kita dan keluarga kita termasuk orang-orang yang selalu menanamkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan, khususnya di bulan Ramadhan ini dan seterusnya. Amin

بِسْمِ الله الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ . يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ .بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

للَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِالقُرْءَانِ. وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُورًا وَهُدًا وَرَحْمَةً. اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِينَا. وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا. وَارْزُقْنَا تِلَاوَتَهُ ءَانَآءَ الَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ. وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Oleh: H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung)

Khutbah 6: Puasa Ramadhan dan Ketakwaan Sosial

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَحْشُرُنَا فِي الْمَحْشَرِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْجَبَّارُ وَأَشْهَدُ اَنَّ حَبِيْبَنَا وَ نَبِيَّنّا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ . اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia

Pada khutbah singkat ini, khatib mengajak diri sendiri dan seluruh jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Puasa Ramadan yang diwajibkan kepada kita bertujuan untuk mencapai ketakwaan. Oleh karena itu, marilah kita semua di bulan Ramadan ini meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segala larangan.

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia

Ibadah puasa di bulan Ramadhan tidak hanya berdimensi spiritual semata. Lebih dari itu, puasa Ramadhan juga menjadi sarana efektif untuk membentuk ketakwaan sosial. Konsep ketakwaan yang hakiki tidak berhenti pada hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, namun juga berwujud dalam hubungan horizontal antar sesama manusia.

Landasan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Syekh Nawawi Banten kitab Tafsir Marah Labid mengatakan bahwa ujung dari puasa adalah membentuk diri menjadi orang yang takwa. Keutamaan itu akan tercapai dengan berpuasa dan meninggalkan hawa nafsu. Puasa melatih diri untuk menahan diri dari berbagai godaan, termasuk makan dan minum, serta hawa nafsu lainnya. Hal ini tidak mudah, tetapi jika berhasil, maka akan lebih mudah untuk bertakwa kepada Allah dalam hal lain.

Dalam Islam, takwa merupakan salah satu konsep fundamental yang menjadi kunci meraih derajat tinggi di sisi Allah swt. Takwa bukan hanya sebatas ritual keagamaan, namun merupakan sebuah komitmen menyeluruh untuk menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Allah telah menjanjikan derajat tinggi bagi orang-orang yang bertakwa dalam ayat Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia

Ayat ini menunjukkan bahwa ketakwaan merupakan tolak ukur kemuliaan seseorang di sisi Allah. Tidak peduli pangkat, jabatan, harta, ataupun keturunan, yang paling mulia di mata Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda bahwa Allah tidak menilai manusia berdasarkan rupa dan harta mereka, melainkan berdasarkan hati dan amal mereka. Manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلاَ إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنُو آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan amal kalian. Dan sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa." (HR Muslim)

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia

Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih diri untuk menahan hawa nafsu. Hawa nafsu ini dapat mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji, seperti berkata-kata kasar, menipu, dan membicarakan kejelekan orang lain.

Dengan berpuasa, kita belajar untuk mengendalikan hawa nafsu tersebut dan menggantinya dengan perilaku yang lebih baik. Kita belajar untuk lebih bersabar, menahan diri dari berkata kasar, dan menjaga lisan kita dari perkataan yang tidak baik. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, "Jika salah seorang dari kalian berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata-kata kotor dan janganlah berbuat jahil. Jika ada orang yang memakinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah dia berkata, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Muslim).

Puasa juga membantu kita untuk lebih berempati terhadap orang lain yang kurang beruntung. Ketika kita merasakan lapar dan dahaga, kita akan lebih memahami bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan. Hal ini dapat mendorong kita untuk lebih dermawan dan membantu orang lain yang membutuhkan.

Hadirin jamaah Jumat yang berbahagia

Pada hadits lain, dijelaskan bahwa para sahabat menyaksikan Rasulullah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya. Kedermawanan beliau semakin terlihat jelas pada bulan Ramadhan.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ

Artinya: "Rasulullah saw adalah orang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan ia semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan" (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia

Untuk itu, dengan menjalankan puasa dengan benar, kita tidak hanya meningkatkan keimanan pribadi, tetapi juga berkontribusi positif pada lingkungan sekitar. Puasa menjadi sarana untuk membangun ketakwaan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan harmonis. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Pertama, puasa melatih kita untuk lebih peka terhadap kebutuhan orang lain. Rasa lapar dan dahaga yang kita rasakan selama berpuasa dapat membangkitkan empati terhadap mereka yang kekurangan. Hal ini mendorong kita untuk lebih dermawan dan membantu mereka yang membutuhkan, baik secara materi maupun non-materi.

Selanjutnya, puasa mendorong kita untuk menghindari perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Berbohong, ghibah, dan perilaku negatif lainnya dapat membatalkan pahala puasa. Dengan menghindari perbuatan tersebut, kita menciptakan lingkungan yang lebih positif dan kondusif bagi semua orang.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوهُ. إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ . فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى. قال تعالى: مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ. اللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا فِي مَقَامِنَا هَذَا ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا فَيَسِّرْ أَمُورَنَا وَنَوِّرْ قُلُوبَنَا بِنُورِ هدَايَتِكَ كَمَا نَوَّرْتَ الْأَرْضَ بِنُورِ شَمْسِكَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

(Oleh: Ustadz Masrur Irsyadi, Pengajar Ma'had Ali UIN Jakarta)

Khutbah 7: Ramadhan Momentum Biasakan Diri Rajin Baca Al-Qur'an

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ الْقُرْاٰنَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ اِلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَامِلِ الْاِنْسَانِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْكَرِيْمِ الْمَنَّانِ. وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ عَدْنَانَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ

اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ Baca Juga

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan sehat wal afiat sehingga kita dapat melaksanakan shalat Jumat pada siang hari ini.

Tak lupa, shalawat dan salam, mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarganya, dan sahabatnya. Semoga, kita semua selaku umatnya mendapatkan berkahnya dan memperoleh syafaatnya kelak di hari kiamat nanti. Amin ya Rabbal alamin.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Khatib mengajak jamaah Jumat, untuk terus berupaya memperbaiki ketakwaan kita kepada Allah SWT . Sebab, modal kita untuk menghadap Ilahi Rabbi, tiada lain kecuali ketakwaan kita.

Salah satu langkah untuk memperbaiki ketakwaan itu adalah banyak-banyak atau rajin membaca Al-Qur'an. Kita ketahui bersama, saat ini kita tengah berada di bulan Ramadhan, satu bulan yang sangat mulia. Betapa tidak, di dalamnya turun mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad saw, yaitu Al-Qur'an. Kitab suci bagi umat Islam ini memang diturunkan sebagai petunjuk bagi kita semua dalam mengetahui antara yang hak dan yang batil, antara halal dan haram. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185 berikut.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: "Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur."

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Petunjuk bagi manusia pada ayat tersebut maksudnya adalah petunjuk dari kesesatan, sedangkan penjelasan tersebut dari halal haram dan had-had, serta hukum-hukum. Hal ini dijelaskan dalam Kitab Al-Kasyfu wal Bayan.

Sementara itu, dalam kitab Tafsir Al-Qur'anul Azhim Imam, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud dari Al-Qur'an sebagai petunjuk pada ayat tersebut adalah bagi para hamba yang beriman, mempercayai atau meyakini kebenaran Al-Qur'an, dan mengikutinya. Pun penjelasan (bayyinat) itu juga merupakan dalil atau hujjah yang jelas bagi mereka yang memahaminya sehingga mengetahui mana yang menjadi petunjuk kepada kebaikan, kebatilan, hingga persoalan halal dan haram.

Sebagai petunjuk, tentu tidak akan kita ketahui tanpa membacanya. Karenanya, kita sebagai umat Islam perlu untuk banyak-banyak membaca Al-Qur'an agar mendapatkan petunjuk kehidupan kita. Apalagi kita saat ini di dalam bulan Ramadhan, bulan di mana Al-Qur'an ini diturunkan. Adalah momentum yang sangat tepat bagi kita untuk mulai membiasakan diri dalam memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Qur'an.

Jamaah Jumat yant dimuliakan Allah Nabi Muhammad SAWmenjamin kita, umatnya, jika banyak mendaras Al-Qur'an akan aman dan bahagia. Selain karena memang bakal mendapat petunjuk dari kandungan mendalam atas makna-makna setiap ayatnya, membaca Al-Qur'an juga bernilai ibadah. Bahkan, satu huruf dinilai sepuluh kebaikan. Banyak ulama juga bersepakat bahwa membaca Al-Qur'an merupakan dzikir yang paling utama, sarana yang paling mendapatkan porsi paling baik dalam mengingat Allah SWT . Karenanya, Nabi Muhammad SAWbersabda:

إِقْرَأُوا الْقُرْاٰنَ فَإِنَّ اللّٰهَ لَا يُعَذِّبُ قَلْبًا وَعَى الْقُرْاٰنَ. إِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَأْدُبَةُ اللّٰهِ. فَمَنْ دَخَلَ فِيْهِ أَمِنَ. وَمَنْ أَحَبَّ الْقُرْاٰنَ فَلْيُبَشِّرْ

Artinya: "Bacalah Al-Qur'an. sungguh Allah SWT tidak akan mengazab hati yang mengandung Al-Qur'an. Sungguh Al-Qur'an merupakan perjamuan Allah. Siapa yang masuk di dalamnya, maka dia aman. Siapa yang mencintai Al-Qur'an, maka berbahagialah!"

Tidak hanya itu, orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an disebut Nabi Muhammad SAWsebagai sebaik-baik orang dalam haditsnya:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاٰنَ وَعَلَّمَهُ

Artinya: "Sebaik-baik di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya."

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Karena itu, Khatib mengajak kita semua di sini untuk memulai kembali kebiasaan diri dalam mendaras Al-Qur'an. Insyaallah, momentum bulan Ramadhan akan mengantarkan kita pada bulan-bulan berikutnya semakin sering dan terbiasa untuk mendaras, belajar, dan mengajarkan Al-Qur'an. Dengan begitu, kita semua mendapatkan berkah Al-Qur'an sehingga aman, bahagia, dan menjadi orang terbaik sebagaimana yang ditegaskan Nabi Muhammad SAWdalam hadits-haditsnya yang telah disampaikan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ

أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

(Oleh: Ustadz M Syakir NF)

Khutbah 8: Puasa sebagai Sistem Perlindungan Diri

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد

فَإِنِّيْ أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قَالَ اللهُ تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (سورة البقرة: 183)
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الصَّوْمُ جُنَّةٌ (متفق عليه)

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah.

Dengan didasari rasa syukur yang kita buka dengan memperbanyak kalimat alhamdulillahi Rabbil 'alamin, serta dengan shalawat kepada Baginda Rasulullah, kami mengingatkan diri kami pribadi sekaligus mengajak segenap jamaah kaum Muslimin seluruhnya untuk meningkatkan komitmen kita dalam bertakwa kepada Allah.

Dalam ayat yang telah kami bacakan tadi, kita telah diberikan petunjuk oleh Allah bahwa supaya kita selalu bertakwa, selalu terjaga dari hal-hal yang membahayakan diri kita di dunia maupun di akhirat, maka kita diwajibkan untuk berpuasa.

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan dalam sebuah hadis yang telah kami sampaikan tadi, bahwa puasa adalah sebagai benteng, perisai, perlindungan diri. Itulah simbol ketakwaan, keterjagaan, keterlindungan yang terkandung dalam ayat: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

Hari ini, kita tengah berada di bulan Ramadan. Bulan bagi kita untuk menyempurnakan rukun Islam, yaitu puasa. Tanpa puasa Ramadan, keislaman kita tidak sempurna.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengibaratkan Islam seperti bangunan. Rukun Islam adalah tiang-tiang utama yang menegakkan bangunan. Sedangkan tiang bangunan ibarat kaki pada struktur tubuh kita. Jika salah satu tiang utama ini tidak ada, maka bangunan ini menjadi rawan roboh, minimal menjadi bangunan yang doyong. Bahkan, bangunan keislaman bisa roboh jika sampai tiang puasa ini diingkari, dikufuri, tidak dipercaya sebagai syariat Islam.

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah.

Di antara makna ayat: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ dan hadis اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ adalah puasa melindungi dan menjaga kita dari godaan setan yang selalu menjauhkan kita dari Allah. Puasa menjadi benteng yang melindungi kita dari masuknya setan ke dalam jiwa kita.

Puasa, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki hikmah dan tujuan yang mendalam yang harus kita pahami. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang mulia, bahwa puasa memiliki maqashid (tujuan-tujuan) yang mulia. Salah satu tujuan puasa adalah untuk membentengi diri kita dari godaan setan.

عَنْ صَفِيَّةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِيْ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ. (أخرجه البخاري ومسلم)

Artinya, "Diriwayatkan oleh Ibunda Shafiyyah ra, sungguh Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mengalirnya darah." Atau bisa juga kita terjemahkan "Sesungguhnya setan itu masuk ke dalam jiwa manusia melalui aliran darah." (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Hikmah yang terkandung dalam sabda Rasulullah saw adalah untuk mengingatkan kita bahwa setan masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalan peredaran darah. Alat peredaran darah ini tergantung pada bahan bakarnya, yaitu makanan dan minuman yang kita konsumsi. Karena itu, pintu masuk utama setan ke dalam tubuh manusia adalah melalui mulut.

Setan menggunakan dua jalur utama untuk masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu melalui konsumsi makanan dan komunikasi. Pertama, melalui makanan dan minuman yang haram, kotor, tidak halal, dan tidak thayyib. Kedua, melalui kata-kata yang keluar dari mulut kita setelah mengonsumsi makanan tersebut.

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah.

Berkali-kali Al-Quran menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata: عَدُوٌّ مُبِيْنٌ bagi kita. Kita pun wajib mengimaninya. Rasulullah pun menjelaskan bagaimana setan bekerja memusuhi kita, sangat lembut, sangat halus.

Karena itu pulalah, Imam Al-Ghazali menyatakan, salah satu pilar menghidupkan ilmu-ilmu agama yang Allah berikan kepada kita adalah mengenali musuh-musuh diri dan memahami strateginya serta menguasai cara untuk mengalahkannya. Itulah yang disebut oleh beliau sebagai lubbul quran (intinya inti dari ajaran Al-Quran), jauharul quran (permata Al-Quran). Ini semua dapat kita temukan dalam karya beliau, Jawahirul Quran.

Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengontrol konsumsi makanan dan minuman kita. Dengan membatasi makan dan minum selama puasa, kita dapat mempersempit jalan masuk setan ke dalam tubuh kita. Ini adalah salah satu dari banyak hikmah puasa yang harus kita hayati.

Itulah yang oleh Imam Izzuddin bin Abdissalam tegaskan dalam kitabnya, Maqashidus Shaum:

اَلصَّوْمُ قَهْرٌ لِلشَّيْطَانِ. فَإِنَّ وَسِيْلَتَهُ إِلَى الْإضْلَالِ وَاْلإِغْوَاءِ: الشَّهَوَاتُ، وَإِنَّـمَا تَقْوَى الشَّهَوَاتُ بِاْلأَكْلِ وَالشًّرْبِ. وَالصَّوْمُ يُضَيِّقُ مَجَارِي الدَّمِ، فَتَضِيْقُ مَجَارِي الشَّيْطَانِ، فَيُقْهَرَ بِذَلِكَ

Artinya, "Puasa adalah penaklukan (qahrun) terhadap setan. Karena, jalan bagi setan untuk menyesatkan dan menggoda adalah hawa nafsu, dan hawa nafsu dikuatkan dengan makan dan minum. Puasa mempersempit aliran darah, sehingga jalan-jalan masuknya setan dalam tubuh kita pun menyempit. Dengan demikian, setan pun bisa dikalahkan."

Dari sinilah, kita bisa memahami bahwa puasa itu membentengi kita dari serangan setan yang menyelinap ke dalam jiwa kita melalui makanan. Dengan puasa, kita juga membentengi keislaman kita, karena rukun-rukun atau tiang-tiang penyangga bangunan keislaman kita menjadi sempurna dan kokoh.

Dengan puasa pula, nafsu dan syahwat kita terkendali sehingga kita tidak mengabdi kepada nafsu yang tidak pernah memberikan kepuasan dan ketenangan, melainkan kita bisa lebih maksimal dan totalitas dalam mengabdi kepada Allah semata.

Sebagai umat Islam, kita harus memahami bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan latihan spiritual untuk membentengi diri kita dari godaan setan dan mendekatkan diri kita kepada Allah.

Karena itulah, Rasulullah sangat ketat dalam hal manajemen makan dan minum kita. Beliau ingin sekali memastikan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita bebas dari setan.

Karena itu, beliau sering menegur orang yang makan dan minum menggunakan tangan kiri karena cara tersebut adalah cara makan setan. Itulah petunjuk beliau. Beliau juga menegur keras anak-anak hingga orang dewasa yang kedapatan makan secara terburu-buru sehingga tidak menyebut nama Allah dalam makanannya itu. Beliau pun tertawa lepas Ketika melihat setan memuntahkan kembali makanan yang dibacakan nama Allah di suapan terakhirnya.

Begitulah sistem penjagaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada orang-orang yang berpuasa. Terlihat sederhana, melalui manajemen makanan, bukan sekedar soal pola makan, kandungan gizi, melainkan juga kehalalan, kethayyiban, dan juga spiritualitas makanan dan minuman.

Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah.

Selain puasa konsumsi, syariat puasa juga mengajarkan kita untuk mengendalikan lidah kita dalam berkomunikasi. Dengan menahan diri dari berkata-kata yang tidak bermanfaat atau menyakiti orang lain, kita dapat menjaga diri kita dari godaan setan yang masuk melalui komunikasi.

Setan akan masuk melalui komunikasi buruk seperti penghinaan, caci maki, kata-kata kotor, hasud, adu domba, ghibah, menyebarkan isu yang tidak jelas kebenarannya. Semua itu adalah bersumber dari lisan, melalui komunikasi.

Dengan puasa, keselamatan kita pun terjaga. Kita ingat bahwa puasa itu mengajarkan kita untuk menata komunikasi kita supaya selalu positif.

Karena, puasa tidak hanya mengajarkan diri untuk menahan diri dari makan dan minum saja, melainkan juga menahan diri dari omongan-omongan yang tidak berguna. Sedangkan, omongan yang tidak berguna berpotensi besar mengganggu diri dan orang lain. Sebagaimana Rasulullah tegaskan bahwa:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ (رواه مسلم)

Artinya, "Disebut Muslim sejati adalah ketika orang-orang muslim lain selamat dari lisannya." (HR Muslim).

Para ulama juga selalu mengingatkan kita:

سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِيْ حِفْظِ اللِّسَانِ

Artinya, "Keselamatan manusia itu tergantung pada kemampuannya menjaga lisan."

Kita bisa melihat puasa komunikasi seperti ini dalam Al-Quran dicontohkan oleh Sayyidah Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa as:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا ۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya, "Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (QS Maryam: 26).

Inilah puasa yang Istimewa, yaitu disebut dengan istilah shaum. Menahan diri dari komunikasi yang tidak berguna. Ia bukan sekedar disebut shiyam yang secara praktiknya adalah menahan diri dari makan dan minum.

Bahkan dalam ayat ini disebutkan bahwa Sayyidah Maryam diperintahkan untuk makan dan minum. Namun, berliau justru diperintah Allah untuk berpuasa dari omongan-omongan yang tidak berdampak positif.

Demikian itu pulalah sistem yang Allah buatkan untuk kita dalam rangka melindungi keselamatan kita sendiri. Itulah salah satu makna perlindungan, penjagaan dalam ayat: لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ dan dalam benteng pertahanan atau tameng dalam hadis: اَلصَّوْمُ جُنَّةٌ.

Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan memperkuat pertahanan diri dari godaan setan. Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan kesabaran untuk menjalankan puasa dengan ikhlas dan penuh keikhlasan. Amin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ كَمَا شَرَّفْتَنَا بِاْلإِيْمَانِ بِكَ، وَكَرَّمْتَنَا فِيْ أَرْكَانِ الإِسْلَامِ بِالصِّيَامِ لَكَ، أَعِنَّا عَلَى طَاعَتِكَ فِيْهِ، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ صَفَاءَ أَرْوَاحِنَا فِي اسْتِقْبَالِهِ وَسِيْلَةً لِلْإِجَابَةِ فِي كُلِّ مَا نَسْأَلُ مِمَّا عَلَّمْتَنَا أَنْ نَدْعُوَكَ بِهِ فِي قَوْلِكَ فِيْ كِتَابِكَ الْكَرِيْمِ. اَلَّلهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ. اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ وَزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ. اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ، تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Oleh: Dr Ahmad 'Ubaydi Hasbillah, Pengasuh Ma'had Al-Jami'ah Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng)

Khutbah 9: 7 Hal yang Semestinya Dilakukan di Siang Ramadhan

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ:أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (الزمر: ٩)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata'ala dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Alhamdulillah, kita dipertemukan kembali dengan bulan tobat, bulan zuhud dan melawan nafsu, bulan menyucikan jiwa, bulan tadarus Al-Qur'an, bulan qiyamullail dan memperbanyak kebaikan. Oleh karena itu, marilah kita bersegera menyibukkan hari-hari dan hembusan-hembusan nafas kita dengan ketaatan kepada Allah. Karena orang yang tidak mengisi dan menyibukkan waktu senggangnya dengan sesuatu yang bermanfaat baginya maka ia akan disibukkan oleh waktu luangnya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.

Hadirin rahimakumullah,

Apa yang semestinya kita lakukan di siang hari bulan Ramadhan

Pertama, ketika fajar tiba, kita buka hari dengan memperbanyak membaca dzikir. Di antara dzikir yang semestinya kita baca setiap pagi dan petang sebanyak tiga kali adalah:

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِيْ الْأَرْضِ وَلَا فِيْ السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ

Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang membacanya tiga kali maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya.

Kedua, melaksanakan shalat Shubuh dengan berjamaah karena Baginda Nabi bersabda:

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ (رواه مسلم)

Maknanya: "Barang siapa mengerjakan shalat Isya' secara berjamaah, maka seakan ia menghidupkan separuh malam dan barang siapa mengerjakan shalat Shubuh secara berjamaah, maka seakan ia menghidupkan malam seluruhnya" (HR Muslim)

Ketiga, bergabung dengan orang-orang yang ikut serta dalam halaqah dan kajian serta tadarus Al-Qur'an di pagi hari, karena Ramadhan adalah bulan Al-Qur'an. Kita hadiri juga majelis-majelis ilmu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpesan kepada sahabat Abu Dzarr radhiyallallhu 'anhu dan kepada kita semua:

يَا أَبَا ذَرٍّ لَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ ءَايَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ وَلَأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلّيَِ أَلْفَ رَكْعَةٍ (رواه ابن ماجه)

Maknanya: "Wahai Abu Dzarr, sungguh jika engkau pergi lalu belajar satu ayat Al-Qur'an itu lebih baik bagimu daripada shalat sunnah seratus rakaat, dan jika engkau pergi lalu belajar satu bab ilmu agama maka itu lebih baik bagimu daripada shalat sunnah seribu rakaat" (HR Ibnu Majah) Ketiga, ketika kita berangkat bekerja, maka jangan lupa berniat yang baik agar kita senantiasa mendapatkan pahala ketika bekerja dan agar kita tidak menyia-nyiakan waktu demi waktu yang kita lalui dalam bekerja tanpa pahala. Kita bertakwa kepada Allah dalam menunaikan pekerjaan kita. Kita jaga lisan kita dari kata-kata dusta dan menipu. Kita terapkan hadits yang disabdakan Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:

اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا صَامَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِن امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَـمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ" (رواه مالك في الموطأ)

Maknanya: "Puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata buruk dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bodoh, jika ada orang yang mengajak bertengkar atau mencacinya (janganlah melayaninya dan) hendaklah ia mengatakan: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa" (HR Malik dalam al-Muwaththa')

Keempat, ketika adzan 'Ashar berkumandang, kita upayakan untuk mengajak orang lain bersama kita ke majelis ilmu, majelis yang penuh kebaikan dan keberkahan, agar bertambah dan semakin besar pahala yang kita peroleh. Kita ajak anak kita, teman kita dan tetangga kita untuk melaksanakan shalat 'Ashar berjamaah di masjid. Lalu kita simak kajian keagamaan yang disampaikan oleh para guru yang terpercaya, agar kita tahu bagaimana cara yang benar dalam menaati Allah dan mencari bekal dari dunia yang fana ini untuk akhirat yang kekal.

Kelima, setelah kajian selesai, kita pulang kembali ke rumah dan kita ajarkan apa yang kita pelajari kepada segenap anggota keluarga kita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ ءَايَةً (رواه البخاريّ وغيره)

Maknanya: "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat" (HR al-Bukhari dan lainnya)

Keenam, jika istri dan keluarga membutuhkan bantuan kita, maka bergegaslah membantu. Jadilah penolong bagi mereka, selalu hadapi mereka dengan senyum gembira serta perkataan yang baik. Dan ringankanlah keletihan mereka dengan perkataan yang indah. Ingatlah selalu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

خِيَارُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ (رواه ابن حبان وغيره)

Maknanya: "Orang-orang pilihan di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada istri-istrinya" (HR Ibnu Hibban dan lainnya)

Ketujuh, betapa besar pahala yang kita raih jika kita memberikan sebagian makanan dan minuman kepada tetangga kita yang fakir dan membutuhkan. Kita memuliakannya karena Allah. Kita beri makanan atau minuman untuk orang yang akan berbuka sehingga kita memperoleh pahala yang dijanjikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا (رواه الترمذي)

Maknanya: "Barang siapa memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa maka ia memperoleh pahala yang menyerupai pahalanya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut" (HR at Tirmidzi) Artinya, kita memperoleh pahala yang menyerupai pahala orang yang berpuasa tersebut. Bukan pahala yang sama persis dengan pahalanya dari semua segi, karena orang yang berpuasa Ramadhan tengah melakukan puasa wajib dan kita yang memberinya makan berbuka tengah melakukan perkara sunnah. Perkara sunnah tentu tidak akan menyamai perkara yang wajib. Kedelapan, menyegerakan berbuka setelah betul-betul yakin bahwa waktu Maghrib telah masuk. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِـخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الفِطْرَ (رواه البخاري ومسلم)

Maknanya: "Orang-orang selalu berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka" (HR al-Bukhari dan Muslim) Dan kita baca doa:

اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

"Ya Allah, karena Engkaulah aku berpuasa dan dengan rezeki dari-Mu aku berbuka, hilanglah hausku, basahlah urat-uratku dan semoga aku peroleh pahalaku insya-a Allah." Kita berbuka dengan kurma. Jika tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana disabdakan oleh Baginda Nabi:

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَإِنَّهُ طَهُورٌ (رواه الترمذي)

Maknanya: "Jika salah seorang di antara kalian berbuka maka hendaklah ia berbuka dengan kurma karena kurma itu penuh berkah, barangsiapa tidak mendapatkannya maka hendaklah ia berbuka dengan air karena air itu sesuatu yang suci dan menyucikan" (H.R. at-Tirmidzi)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Janganlah kita jadikan Ramadhan sebagai waktu untuk memperbanyak makanan serta berganti-ganti menu yang berbeda-beda. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada salah seorang sahabatnya:

إِيَّاكَ وَالتَّنَعُّمَ فَإِنَّ عِبَادَ اللهِ لَيْسُوْا بِالْمُتَنَعِّمِيْنَ (رواه أحمد وأبو نعيم والبيهقي)

Maknanya: "Janganlah engkau bermewah-mewah dan bernikmat-nikmat, karena sesungguhnya para hamba Allah yang shaleh tidak bergaya hidup mewah" (HR Ahmad, Abu Nu'aim dan al Baihaqi).

Hadirin yang dirahmati Allah,

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

(Oleh: Ustadz Nur Rohmad)

Khutbah 10: Makna dan Keutamaan Bulan Ramadhan

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Sebagaimana diketahui bersama, bulan ini merupakan bulan yang agung dan penuh berkah. Sebab pada bulan ini ampunan dan rahmat-Nya sangat mudah didapatkan, bukankah kelak kita bisa masuk sorga-Nya hanya melalui rahmat-Nya?

Begitu juga adanya bulan Ramadhan membuat seluruh umat Islam diwajibkan berpuasa dengan tujuan menjadi pribadi yang bertakwa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Wahai orang-orang beriman telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana telah diwajibkan (juga) atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang bertakwa." (QS. al-Baqarah: 183)

Tujuan disyariatkannya berpuasa untuk menjadi orang bertakwa merupakan cara Allah mengajak kita untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kita. Ibadah sehari-hari seperti shalat lima waktu, sedekah, berbuat baik kepada sesama, dan lain sebagainya dirasa belum cukup untuk meningkatkan ketakwaan kita. Oleh karenanya Allah menambahkan jalan lain untuk mencapai hal tersebut, yaitu dengan berpuasa.

Kendati demikian, patut diakui bahwa puasa tidak hanya bisa dilaksanakan pada bulan Ramadhan saja. Namun puasa yang dilakukan pada bulan ini mempunyai keutamaan yang lebih dibandingkan puasa pada bulan-bulan lainnya. Keutamaan ini disebabkan puasa tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan.

Dengan kata lain, ibadah puasa memiliki keutamaan yang berbeda-beda dengan bergantung pada bulan apa dikerjakannya. Lantas, mengapa ketika puasa dikerjakan pada bulan Ramadhan memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah dibandingkan puasa pada bulan yang lain?

Hadirin shalat Jumat yang dimuliakan Allah,.

Pertanyaan tadi akan bisa dijawab bila kita mulai dari mengetahui apa arti kata Ramadhan. Dalam kamus al-Mu'jam al-Wasith, Ramadhan berasal dari رَمَضَ yang memiliki makna 'membakar.' Makna ini sepadan substansinya dengan kata lain seperti melenyapkan, menghanguskan, bahkan meluluhlantakkan. Termasuk sifat membakar yang lain adalah meniadakan, menghabisi, dan menundukkan.

Dalam konteks Ramadhan, sesuatu yang dibakar adalah penyakit hati yang ada dalam diri kita masing-masing. Imam al-Ghazali secara terperinci menjelaskan apa saja macam-macam penyakit hati di dalam kitabnya yang fenomenal, Ihya Ulumuddin. Di antaranya adalah ego, iri dengki, sombong, ujub, dan nafsu hewani.

Penyakit-penyakit seperti inilah yang mesti ditundukkan bahkan dibakar selama bulan Ramadhan. Ibadah pada bulan ini seperti puasa, tarawih, mengaji al-Quran, dan berbagai macam dzikir memiliki tujuan untuk melenyapkan berbagai penyakit hati tersebut. Seolah-olah Allah hendak menegaskan bahwa penyakit hati itu bisa dilatih, dilunakkan, serta dihilangkan dengan cara memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan.

Sebab penyakit hati merupakan faktor paling dasar yang memicu berbagai konflik sosial dan politik yang terjadi selama ini. Bahkan Imam al-Ghazali juga menegaskan bahwa penyakit hati bisa mengidap kepada siapa saja, termasuk para ulama, pejabat, dan tokoh macam lainnya. Penyakit hati ini memang tidak memandang bulu dan hanya bisa dihilangkan dengan memperbanyak proses dan latihan.

Oleh karena itu, dengan beragam ibadah dan ganjaran yang dikhususkan hanya bisa diperoleh pada bulan ini, diharapkan dapat meluluhlantakkan penyakit-penyakit hati yang ada di dalam diri kita. Sesuai makna asalnya, Ramadhan menjadi momentum pembakaran berbagai penyakit hati, dan tentunya termasuk berbagai dosa juga.

Hadirin shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Perlu dipertegas di sini bahwa maksud dosa di sini hanyalah dosa antara hamba dengan Tuhannya. Artinya, dosa yang bisa dibakar atas ibadah-ibadah yang dikerjakan selama Ramadhan hanya terbatas pada dosa kepada Tuhan. Sedangkan dosa kepada sesama manusia maka harus meminta maaf kepada yang bersangkutan.

Namun, Nabi Muhammad Saw di dalam sabdanya menyebutkan sebuah ibadah secara spesifik yang dapat menghanguskan dosa-dosa tersebut, yaitu berpuasa. Di dalam riwayat Bukhari - Muslim disebutkan:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: "Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan atas dasar beriman dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya di masa lalu akan diampuni."

Berdasarkan hadits ini cukup jelas kiranya bahwa puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan dapat menghapus dosa-dosa masa lalu seorang hamba. Dengan syarat, puasa yang dikerjakannya berdasarkan keimanan dan harapan mendapatkan pahala. Jadi puasa Ramadhan yang dikerjakan bukan karena ikut-ikutan lingkungan, atau bahkan tren media sosial.

Imam Muslim saat menjelaskan hadits-hadits tentang sebuah ibadah yang secara otomatis dapat menghapus dosa-dosa seseorang menegaskan bahwa dosa-dosa di sini terbatas hanya pada dosa kecil saja, bukan dosa besar. Sebab bila melakukan dosa besar maka cara melenyapkannya bukan hanya dengan beribadah saja, melainkan harus memohon ampun dan bertaubat dengan sungguh-sungguh.

Hal ini masuk akal kiranya, sebab setiap kita pasti memiliki dosa kecil, entah sengaja maupun tidak. Maka untuk menghapusnya cukup dengan memperbanyak ibadah yang biasa kita lakukan. Terlebih lagi bila ibadah tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan, maka peluang ampunan yang akan diperoleh menjadi lebih besar.

Hadirin shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Selain itu, uraian terkait keutamaan bulan Ramadhan di atas diperkuat juga dengan hadis riwayat Bukhari Muslim yang berbunyi:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Artinya: "Apabila bulan Ramadhan tiba maka pintu-pintu sorga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dikerangkeng."

Hadits ini hendak menegaskan dari saking mulianya bulan Ramadhan membuat tempat mulia seperti surga dibuka lebar-lebar, sedangkan tempat dan makhluk yang hina ditutup dan dirantai agar tidak bisa mengganggu kekhidmatan ibadah pada bulan ini.

Ibadah yang dikerjakan pada bulan ini akan memudahkan kita diantarkan pada tempat yang indah sebagaimana dijanjikan bagi orang beriman, begitu juga jalan menuju tempat yang buruk ditutup, termasuk mahluk yang terlibat di dalamnya, yakni para setan dikurung agar tidak menggoda umat Islam dalam beribadah selama Ramadhan.

Semoga kita mendapatkan kemuliaan dan keberkahan bulan ini, sehingga nanti setelah Ramadhan usai kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih bertakwa dan semakin semangat beribadahnya.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ بنِ عَبدِ الله وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسلِمُونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوا إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. قَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُم بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

(Oleh: Ustadz M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah Ciputat)




(mff/nkm)


Hide Ads