- Ceramah Singkat Ramadhan (1): Ramadhan sebagai Madrasah Sabar
- Ceramah Singkat Ramadhan (2): Enam Adab Berpuasa
- Ceramah Singkat Ramadhan (3): Hakikat Ibadah Puasa
- Ceramah Singkat Ramadhan (4): Tiga Orang yang Terhalang Kebaikan di Bulan Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan (5): Meraih Dua Manfaat Salat Tarawih
- Ceramah Singkat Ramadhan (6): Ramadhan Bulan Turunnya Al-Qur'an
- Ceramah Singkat Ramadhan (7): Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri
- Ceramah Singkat Ramadhan (8): Tiga Tips Konsisten Beribadah Selama Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan (9): Perbanyak Dzikir di Bulan Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan (10): Tips Ngabuburit Islami, Dijamin Panen Pahala
- Ceramah Singkat Ramadhan (11): Bukber, Momentum Perkuat Silaturahim dan Raih Pahala
- Ceramah Singkat Ramadhan (12): Melatih Anak Berpuasa sejak Dini
- Ceramah Singkat Ramadhan (13): Akhlak dalam Bermedia Sosial
- Ceramah Singkat Ramadhan (14): Pentingnya Menjaga Hati di Akhir Ramadhan
- Ceramah Singkat Ramadhan (15): Ramadhan sebagai Bulan Jihad
Ramadan merupakan bulannya ibadah bagi umat Islam. Di bulan ini pula, banyak dilakukan ceramah keagamaan, yang biasanya ada sebelum salat tarawih atau waktu yang lain. sebagai.
Ceramah singkat Ramadhan dapat menjadi pengingat bagi kaum muslimin dan muslimat tentang keutamaan Ramadan, puasa, hingga hal-hal yang bersifat fikih lainnya.
Sebagai referensi, detikSumut telah menyiapkan kumpulan ceramah singkat Ramadhan yang disadur dari laman NU Online dan buku Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun oleh Ulum (2020). Simak, yuk!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ceramah Singkat Ramadhan (1): Ramadhan sebagai Madrasah Sabar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "Ramadhan sebagai Madrasah Sabar".
Kita patut bersyukur karena telah diberi sebuah karunia agung yakni kesempatan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan. Salah satu hal yang dapat diraih selama Ramadhan adalah bagaimana umat Islam yang berpuasa bisa mengambil hikmah sabar.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menyebut Ramadhan sebagai bulan kesabaran, dan puasa adalah bagian dari sabar, atau pelatihan kesabaran. Ia mengutip hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (HR. Imam at-Tirmidzi):
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
Artinya: Puasa itu separuh (dari) sabar.
Sebelumnya, di kitab yang sama, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa pahala berpuasa di bulan Ramadhan berlipat ganda, dan kelipatannya tidak terbatas di angka tertentu (adl'âfan katsîratan bi ghairi hashr 'adad). Hal ini terkait dengan predikat Ramadhan sebagai bulan kesabaran.
Dalam Al-Qur'an, pahala orang-orang yang bersabar tidak dibatasi di bilangan tertentu. Allah berfirman (QS. Az-Zumar: 10):
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Riwayat lain yang mengatakan Ramadhan sebagai bulan kesabaran adalah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Rasulullah bersabda:
صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ
Artinya: Berpuasa (di) bulan kesabaran (Ramadhan) dan (berpuasa) tiga hari dari tiap-tiap bulan adalah (seperti) puasa satu tahun.
Itu artinya, Ramadhan adalah momen yang tepat untuk menyadarkan kembali kesabaran kita, agar kita bisa mendapatkan pahala berlipat sekaligus menjadi pribadi yang lebih baik setelah bulan Ramadhan berlalu. Untuk itu, kita perlu memahami 'apa itu sabar' terlebih dahulu.
Menurut Imam Majduddin Muhammad al-Fairuzzabadi, sabar secara bahasa berarti 'al-habsu' (menahan/mencegah), atau 'al-kaffu fî dlayyiqi' (bertahan dalam keadaan sempit/susah). Sedangkan secara istilah, dia mengatakan:
فالصبر حبس النفس عن الجزع والسخط، وحبس اللسان عن الشكوي، وحبس الجوارح عن التشويش
Artinya: Sabar adalah menahan diri dari ketidaksabaran (cemas) dan ketidakpuasan, menahan lisan dari mengeluh (komplain), dan menahan (seluruh) anggota tubuh dari mengacau.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Sabar adalah perilaku aktif. Membutuhkan inisiatif dari pelakunya. Sebagaimana yang diuraikan Imam Majduddin al-Fairuz Abadi, bahwa sabar adalah aktivitas menahan diri, lisan, dan seluruh anggota tubuh dari ketidakpuasan, komplain, dan berbuat kekacauan.
'Menahan' (al-habsu) adalah perilaku aktif, yaitu upaya menahan diri dari gejolak alami yang ada di jiwa manusia, seperti kecemasan, ketidakpuasan, keluhan dan lain sebagainya. Bahkan, di titik tertentu, ketidakpuasan dan semacamnya bisa mengarah pada kekacauan bil fi'li (kekacauan yang dilakukan tubuh).
Karena itu, Ramadhan menjadi momen yang tepat untuk menjalankan proses pendidikan 'al-habsu' (menahan), sehingga 'sabar' yang sebenarnya telah terinstal di diri kita semakin kuat dan berkembang.
Menyengaja untuk lapar dan haus, karena menaati perintah Allah, menghindari larangan, dan bersiap diri untuk merasakan kesusahannya, merupakan tindakan yang dapat mempertajam kesabaran manusia. Dengan kata lain, kita menyengaja untuk menguji diri kita sendiri, dengan menahan lapar, haus dan syahwat di sekian waktu. Hal-hal yang biasanya mudah kita dapatkan, kita sengaja menghindarinya, meski hal-hal tersebut ada di sekitar kita. Apalagi, penyengajaan ini berpengaruh langsung kepada ketahanan fisik kita seperti lapar dan haus.
Oleh karena itu, penyengajaan ini harus disadari sebagai proses pendidikan kesabaran. Menguatkan kesabaran kita dengan menyengaja untuk lapar dan haus. Dan Ramadhan, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, adalah bulan kesabaran, madrasah untuk menguatkan kesabaran kita, sehingga, setiap kali Ramadhan selesai, kita menjadi orang yang lebih sabar dari sebelumnya. Pertanyaannya, sudahkah kita di jalan itu?
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Ramadhan kali ini, kita dapat meraih hakikat sabar yang memang menjadi bagian tidak terpisahkan selama Ramadhan. Jangan sampai Ramadhan pergi, namun tanpa memberikan hasil yang optimal, terutama dalam merengkuh sabar tersebut.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (2): Enam Adab Berpuasa
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang berbahagia ...
Ibadah puasa tidak hanya memiliki ketentuan hukum yang menentukan sah tidaknya, tetapi juga memiliki adab tertentu yang berpengaruh terhadap pahala yang diterima oleh seseorang. Artinya, adab berpuasa sangat penting untuk diperhatikan karena menentukan kualitas ibadah ini di hadapan Allah sebagaimana nasihat Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al- Ghazali halaman 439, sebagai berikut:
آدَابُ الصِّيَامِ: طَيِّبُ الغِذاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ، وَمُجَانَبَةُ الغِيْبَةِ، وَرَفْضُ الكَذِبِ، وَتَرْكُ الْآذَى ، وَصَوْنُ الْجَوَارِحِ عَنِ القَبَائِحِ
"Adab berpuasa, yakni: mengonsumsi makanan yang baik, menghindari perselisihan, menjauhi gibah (menggunjing orang lain), menolak dusta, tidak menyakiti orang lain, menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk."
Muslimin yang dicintai Allah ...
Keenam adab sebagaimana disebutkan di atas akan diuraikan satu per satu berikut ini:
Pertama,
Mengonsumsi makanan yang baik. Selama berpuasa, khususnya pada bulan Ramadhan, makanan yang sebaiknya kita konsumsi adalah makanan yang baik atau halalan thayyiban. Beberapa makanan yang baik kita konsumsi selama Ramadhan, di samping makanan pokok seperti nasi atau lainnya, adalah kurma, madu, sayuran, daging, ikan, dan sebagainya. Intinya adalah makanan yang secara kesehatan baik untuk dikonsumsi dan juga halal secara syar'i. Syukur- syukur makanan itu ada tuntunannya di dalam agama, baik berdasarkan al-Quran atau hadis Nabi, seperti madu dan kurma sebagaimana telah disebutkan di atas.
Kedua,
Menghindari perselisihan. Pertengkaran atau perselisihan bisa terjadi kapan saja. Tetapi, orang-orang berpuasa sangat dianjurkan menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan tidak melakukan pertengkaran. Untuk itu, diperlukan kesadaran penuh untuk menahan diri dari emosi yang dapat menjurus pada pertengkaran. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulul- lah yang dirawayatkan oleh Bukhari berikut ini:
وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمُ مَرَّتَيْنِ
"Dan jika seseorang mengajak bertengkar atau mencela maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa"." (Ucapkan hal ini dua kali)
Jadi, ungkapan "Aku sedang berpuasa" sebagaimana dimaksudkan dalam hadis di atas adalah untuk menyatakan ketidaksanggupan kita untuk berselisih atau bertengkar dengan pihak lain pada bulan Ramadhan. Intinya, kita sangat dianjurkan untuk bisa menjaga perdamaian dan kerukunan bersama pada saat kita sedang berpuasa.
Hadirin yang dirahmati Allah ...
Ketiga,
Menjauhi gibah/menggunjing orang lain. Menggunjing orang lain di luar bulan Ramadhan saja tidak baik, apalagi selama puasa pada bulan suci ini. Tentu dosanya lebih besar dan dapat menghilangkan pahala berpuasa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap orang yang berpuasa perlu menyadari hal ini, sehingga bisa bersikap hati-hati dalam menjaga lisannya. Semakin baik kita menjaga lisan, semakin banyak keselamatan kita dapatkan. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:
سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللسَانِ
"Keselamatan manusia bergantung pada kemampuannya menjaga lisan."
Keempat,
Menolak dusta. Menolak berkata dusta merupakan hal penting, sebab skali berdusta kita akan cenderung berdusta lagi untuk menutupi dusta sebelumnya. Pada saat puasa, kita harus mampu menghindari berkata dusta, karena dusta dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala berpuasa. Juga, kita harus mampu menahan diri dari melakukan sumpah palsu, sebab hal ini juga dapat merusak kualitas ibadah puasa kita. Tentu saja tidak hanya kualitas ibadah puasa kita menjadi menurun akibat dusta dan bersumpah palsu, tetapi juga kita akan mendapatkan dosa yang lebih besar.
Hal tersebut sebagaimana disinggung Rasulullah dalam hadisnya sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Thabrani,
فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَات
"Takutlah kalian terhadap bulan Ramadhan, karena pada bulan ini kebaikan dilipatkan sebagaimana dosa juga dilipat-gandakan."
Hadirin hafizhakumullah ...
Kelima,
Tidak menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal merupakan perbuatan tercela. Setiap perbuatan tercela berdampak langsung terhadap kualitas ibadah puasa kita. Oleh sebab itu, betapa pentingnya selalu mengingat bahwa di dalam bulan Ramadhan kita benar-benar harus dapat menjaga lisan agar tidak sekali-kali menggunakannya untuk menyakiti orang lain seperti memfitnah, menghina, dan sebagainya.
Keenam,
Menjaga anggota badan dari segala macam perbuatan buruk. Pada bulan Ramadhan khususnya, hendaklah kita dapat menjaga tangan kita agar tidak kita gunakan untuk maksiat seperti memukul orang lain ataupun mencuri, dan sebagainya. Kaki juga harus kita jaga sebaik mungkin dengan tidak menggunakannya untuk pergi ke tempat-tempat tertentu untuk berbuat maksiat dan sebagainya. Demikian pula mata dan telinga kita, hendaklah selalu kita jaga sebaik-baiknya, sehingga tidak kita gunakan untuk melakukan perbuatan maksiat yang dosanya dilipatkan dalam bulan suci ini.
Ringkasnya, jangan sampai kita berpuasa sepanjang hari, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, selain haus dan dahaga saja. Sebab, kita banyak melanggar adab berpuasa se- bagaimana dikhawatirkan oleh Rasululllah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad,
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالعَطَسُ
"Banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain dari pada lapar dan dahaga."
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat rahmat dan pertolongan dari Allah, sehingga ibadah puasa tahun ini akan dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa melanggar ketentuan hukum dan adab berpuasa. Dengan cara ini insya Allah puasa kita akan diterima oleh Allah dan mendapatkan ampunan Allah yang sebesar-besarnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Demikianlah ceramah singkat yang bisa saya sampaikan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (3): Hakikat Ibadah Puasa
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Innalhamdalillah washolatu wasalamu ala rosulillah sayyidina Muhammad ibni abdilah waala alihi wasohbihi wamawalah (amma ba'du).
Jemaah masjid yang semoga Allah muliakan dunia dan akhirat.
Alhamdulillah, dengan izin Allah kita bisa berkumpul di masjid ini untuk menjalankan perintah-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meraih pahala dan pengampunan dari Allah SWT di bulan penuh rahmat ini.
Jamaah yang dirahmati Allah SWT,
Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw.
Ibadah puasa mengandung banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik secara jasmani maupun secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya disyariatkan kepada umat terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat akhir zaman.
Ibadah puasa sendiri cukup unik. Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasat mata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali menjelaskan keistimewaan ibadah puasa. Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Imam Al-Ghazali menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
أن الصوم كف وترك وهو في نفسه سر ليس فيه عمل يشاهد وجميع أعمال الطاعات بمشهد من الخلق ومرأى والصوم لا يراه إلا الله عز و جل فإنه عمل في الباطن بالصبر المجرد
Artinya: "Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah saw. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran," (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 293).
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadits qudsi selalu mengatakan, "Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya."
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena "Puasa itu setengah dari kesabaran," (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, "Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan," (HR Abu Nu'aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh" Allah. Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum.
Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.
قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ
Artinya, "Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,' (HR. Muttafaq alaihi)," (Al-Ghazali, 2018 M: I/293).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a'lam.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Saya akhiri dengan ucapan wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (4): Tiga Orang yang Terhalang Kebaikan di Bulan Ramadhan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "3 orang yang terhalang kebaikan di bulan Ramadhan."
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Bulan Ramadhan adalah bulan mulia dengan seluruh keutamaan dan keistimewaan di dalamnya. Semua orang Islam di manapun berlomba-lomba untuk memperoleh keutamaannya dengan meningkatkan intensitas ibadah dibanding bulan-bulan lainnya. Sekalipun demikian, ada tiga orang atau golongan yang terhalang memperoleh semua itu. Mereka adalah orang-orang yang merugi. Lalu siapa mereka?
Syekh Sayyid Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari (wafat 1992 M) seorang ulama hadits kenamaan asal Maroko. dalam salah satu kitabnya, Ghayatul Ihsan, menyebutkan hadits yang diriwayatkan dari dari Ka'ab bin 'Ajrah dalam kitabnya. Ia lalu memberi judul hadits ini, Al-Mahrum man hurrima khira Ramadhan, artinya Orang yang terhalang adalah orang yang terhalang dari kebaikan Ramadhan".
عَنْ كَعْبِ بْنِ عَجْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْضَرُوا الْمِنْبَرَ. فَحَضَرْنَا. فَلَمَّا ارْتَقَى دَرَجَةً، قَالَ: آمِينَ، فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّانِيَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّالِثَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْنَا مِنْكَ الْيَوْمَ شَيْئًا مَا كُنَّا نَسْمَعُهُ قَالَ: إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَرَضَ لِي، فَقَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَغْفَرْ لَهُ. قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّانِيَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّالِثَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرُ عِنْدَهُ أَوْ أَحَدُهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: آمِينَ
Artinya: Dari Ka'ab bin 'Ajrah, ia berkata: "Rasulullah Saw berkata: "Hadirlah kamu semua ke mimbar." Maka kami pun hadir. Ketika Rasulullah saw naik ke anak tangga pertama, beliau katakan: "Amin." Ketika naik ke anak tangga kedua, beliau katakan: "Amin". Ketika naik ke anak tangga ketiga, beliau katakan lagi: "Amin." Ketika beliau turun, kami bertanya mengklarifikasi: "Wahai Rasulullah, hari ini kami telah mendengar sesuatu yang tidak pernah kami dengar". Rasulullah saw kemudian bersabda: "Sesungguhnya Jibril mengajukan kepadaku, ia berkata: "Dilaknat orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni. Maka aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga kedua, ia berkata: "Dilaknat orang yang ketika namamu disebut, ia tidak bershalawat kepadamu". Aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga ketiga, ia berkata: "Dilaknat orang yang kedua orang tuanya sampai usia lanjut bersamanya, atau salah satu dari mereka, akan tetapi itu tidak membuatnya masuk surga."Maka aku katakan: "Amin.
Imam Al-Hakim menilai shahih hadits ini. Hadits ini mempunyai banyak jalur periwayatan dan redaksi. Makna dari بعد adalah ابعده الله "Allah melaknatnya." Makna ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain. Dan barangsiapa yang Allah melaknatnya, maka ia akan dimasukan kedalam neraka.
Makna redaksi hadits أدرك رمضان فلم يغفر له (orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni), karena ia lalai di bulan ini. Yakni dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang (maksiat) dan ia tidak mendapatkan ilham untuk bertaubat sehingga sampai bulan Ramadhan habis, ia tidak mendapatkan pengampunan.
Redaksi hadits: بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك. Disebutkan dalam redaksi hadits yang lain: ومن ذكرت عنده فلم يصل عليك فأبعده الله. Artinya, "Orang yang ketika namamu disebut di sampingnya, ia tidak bershalawat kepadamu maka Allah melaknatnya."
Hal ini menunjukan kewajiban bershalawat kepada Nabi ketika namanya disebut. Jika namanya disebut berulang-ulang kali dalam satu majlis maka cukup dengan bacaan shalawat pada kali pertamanya saja.
Redaksi hadits: ... بعد من أدرك أبويه الكبر. Maknanya adalah karena ia melalaikan hak kedua orang tuanya dan ia tidak berbakti kepadanya sehingga ia berhak mendapatkan laknat dan masuk neraka.
Dari hadits tadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga orang yang terhalang kebaikan Ramadhan yakni yang pertama, Orang yang menemui bulan Ramadhan namun tidak mendapatkan maghfirah atau ampunan. Sebab, ia lalai dengan melakukan kemaksiatan dan tidak bertaubat hingga Ramadhan berlalu.
Yang kedua, Orang yang ketika nama Nabi Muhammad SAW disebut, ia tidak bershalawat kepadanya. Yang ketiga, orang yang masih menemui kedua atau salah satu orang tuanya, namun ia menyia-nyiakannya dengan tidak berbakti dan melalaikan hak-haknya. Naudzubillah min dzalik. Semoga kita tidak termasuk dari ketiganya. Amin. Wallahu a'lam bishawab.
Demikianlah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (5): Meraih Dua Manfaat Salat Tarawih
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
الحمدُ لِلَّهِ الَّذِي كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا، تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمرًا مُنِيرًا. أشهد اَنْ لاَ إِلَهَ إِلا اللهُ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وسِرَاجًا منيرا . اللهم صل عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا . أما بعد.
Segala puji bagi Allah, Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha suci Allah. Dialah yang menciptakan bintang-bintang di langit, menjadi penerang malam berteman cahaya bulan. Dan kita pun bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, yang diutus dengan kebenaran. Oleh sebab itu, mari kita senantiasa membaca shalawat untuknya.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Saat ini kita semua berada di bulan yang sangat berkah, yaitu bulan Ramadhan, dimana semua amal ibadah dan kebajikan dilipatgandakan oleh Allah, pintu-pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu-pintu neraka tertutup rapat. Maka, sangat rugi orang-orang yang tidak bisa meraih manfaat dan keberkahan di dalamnya. Karenanya, mari kita semua berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan semua keberkahan dan manfaat tersebut.
Salah satu ibadah yang sangat banyak faedah dan manfaatnya untuk kita semua di bulan Ramadhan ini adalah menunaikan shalat sunnah Tarawih dengan istiqamah di setiap malam Ramadhan. Sebab, shalat sunnah yang satu ini hanya dianjurkan di bulan ini saja. Karena itu, mari kita jaga, kita tunaikan, dan lestarikan dengan istiqomah.
Anjuran shalat Tarawih pada malam bulan Ramadhan berdasarkan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, dan dinilai sahih oleh dua ahli hadits terkemuka, yaitu Imam Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ وَصَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, "Barangsiapa beribadah (pada malam hari) bulan Ramadhan dan berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu." (Muttafaq Alaih).
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi 'ala Muslim, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan beribadah pada malam hari bulan Ramadhan adalah dengan mengerjakan shalat sunnah Tarawih. Karena itu, mari kita jaga ibadah puasa kita di bulan ini, dan juga kita maksimalkan ibadah shalat Tarawih, agar bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT sebagaimana hadits tersebut.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Terdapat dua manfaat yang sangat besar bagi orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah Tarawih, yaitu (1) manfaat rohani; dan (2) manfaat jasmani. Manfaat rohani adalah diampuninya segala dosa-dosa yang pernah kita lakukan oleh Allah SWT, sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas, dan tentu juga mendapatkan banyak pahala dari-Nya.
Dosa-dosa yang diampuni oleh Allah disebabkan shalat Tarawih adalah dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan selama ini. Hanya saja, bukan tidak mungkin Allah mengampuni dosa-dosa besar yang pernah kita lakukan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Abu Thayyib ketika menjelaskan hadits di atas, ia mengatakan dalam kitabnya 'Aunul Ma'bud Syarhu Sunan Abi Dawud:
أَيْ مِنَ الصَّغَائِرِ وَيُرْجَى غُفْرَانُ الْكَبَائِرِ
Artinya: "Yaitu, mulai dari dosa-dosa kecil, dan diharapkan ampunan dosa-dosa besar."
Sedangkan manfaat jasmani dari shalat Tarawih adalah untuk kesehatan tubuh, serta terhindar dari penyakit-penyakit makanan yang dikonsumsi ketika berbuka puasa. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Muhyiddin Mistu dalam kitabnya, As-Shaumu Fiqhuhu wa Asraruhu, halaman 111, ia mengatakan:
صَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَتُفِيْدُ هَضْمَ الطَّعَامِ وَتَنْشِيْطَ الْجِسْمِ وَمَغْفِرَةَ الذُّنُوْبِ
Artinya: "Shalat tarawih sangat dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu terdiri dari 20 rakaat, dan berfaedah menghancurkan makanan (dalam perut), membangkitkan semangat ibadah, dan ampunan dosa-dosa."
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa shalat Tarawih memiliki manfaat dan keutamaan yang sangat luar biasa. Karenanya, mari kita kita maksimalkan dan kita istiqomah-kan shalat sunnah yang satu ini, guna meraih dua manfaat tersebut, yaitu ampunan dari Allah atas semua dosa-dosa dan kesehatan badan.
Demikian ceramah perihal keutamaan dan manfaat dari shalat Tarawih. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab untuk meningkatkan ibadah, kebajikan, ketakwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa meraih manfaat dan keberkahan dalam bulan Ramadhan, amin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (6): Ramadhan Bulan Turunnya Al-Qur'an
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
Pertama-tama, marilah kita semua panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Kita bersyukur dapat berkumpul dmalam ini untuk menunaikan ibadah salat tarawih dan witir berjemaah, dengan nikmat kesehatan yang masih diberikan-Nya.
Tak lupa pula salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, serta kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya yang mulia.
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat dengan bulan Ramadhan. Bulan ini bukan hanya bulan ketika kita berpuasa saja.
Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an. Jumhur ulama berpendapat bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhamad Saw pada tanggal 17 Ramadan, umat Islam pada umumnya mengenal peristiwa ini dengan istilah peringatan Nuzullul Qur'an. Peristiwa tersebut terjadi pada saat Nabi Muhamad SAW berada di Gua Hira yang terletak di Jabal Nur, berada dikawasan Hejaz berjarak 7 KM dari Masjidil Haram arah timur laut.
Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur'an surat Al- Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah: 185).
Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
Surat dan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah Swt melalui pelantara malaikat jibril adalah surah Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani saat pertama ayat ini turun sembari mendekap Nabi Muhamad SAW, malaikat jibril mengulang kalimat اِقْرَأْ sampai dengan 3 Tiga kali. Sehingga diceritakan pada saat pembacaan kata اِقْرَأْ Bacalah! kemudian Nabi Muhamad SAW menjawab "Ma ana bi qari " yang menurut sebagain ulama maksudnya adalah apa yang harus saya baca. Kemudian Malaikat Jibril tetap berkata اِقْرَأْ Bacalah! Kemudian Nabi Muhamad menjawab "Ana Ummi ( Aku tidak bisa membaca) hingga kemudian ayat ini turun secara utuh"
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Menaggapi peristiwa ini para ulama berpendapat ayat tersebut memiliki korelasi ayat (Hubungan antar ayat) dalam Al-Qur'an seperti hanya dalam surah Alfatihah ayat pertama yaitu kalimat Basmalah.
ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Yang mana dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan maksudnya adalah saya memulai membaca Basamalah dalam (al-Fatihah) ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah,
Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar kalimat basmalah masuk kedalam permulaan ayat dalam surah Al- Fatihah. Inilah yang kemudian mendadikan kalimat basmalah memiliki tempat dan kedudukan yang sangat agung dan mulia.
Inilah yang kemudian dianjurkan dan disunnahkan membaca basmalah dalam setiap kegiatan pekerjaan yang baik seperti halnya dalam mengawali risalah kenabian Rasulallah Muhamad SAW pun membaca Basmalah terlebih dahulu.
Hadirin yang senantiasa dalam lindungan Allah SWT
Allah SWT memilih bulan Ramadan di antara bulan-bulan lainnya sebagai bulan diturunkannya Al-Qur'an yang agung sebagaimana Allah SWT menurunkan Kitab lainnya dibulan Ramadan jua. Sebagaimana Ibnu Abbas mengatakan:
"Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan dimalam yang penuh kemulian yaitu malam Lailatul Qodar diturunkan dari Lauhil Mahfudzh secara sekaligus dan diletakan di Baitul Izzah dilangit Dunia dan diturunkan kepada Nabi Muhamad secara berangsur - angsur dalam bulan dan hari yang berbeda beda."
Hal ini merupakan keistimewaan Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk untuk hamba-hambanya yang beriman, yang membenarkan dan mengikutinya. Disamping itu pada bulan Ramadan inilah orang yang beriman diperintahkan untuk melaksanakan ibadah Puasa . Sebagaimana Firman Allah SWT:
"Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu."
Hukum wajib ini merupakan suatu keharusan sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah Ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Setelah puasa tuntas ketetapannya, maka disebutkan kembali keringanan bagi orang orang yang udur diantaranya adalah orang sakit dan berpergian keduanya diperbolehkan berpuasa dengan syarat kelak harus mengqodhonya dihari hari yang lain.
Hadirin yang dimuliakan Allah.
Jadikan diri kita menjadi mulia di sisi Allah SWT dengan mngerjakan Ibadah Puasa di bulan Ramadhan dan bertadarus Al-Qur'an. Memperbaiki diri dengan terus meningkatkan Kualitas dan Kuantitas ibadah kita di hadapan Allah. Meningkatkan dan mengerjakan kebaikan. Jadilah orang orang yang senantiasa dirindukan oleh penduduk langit dengan mentadaburi Al-Qur'an.
Baik bapak ibu saudara sekalian, demikian ceramah yang dapat saya sampaikan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan mendapatkan cahaya Ramadhan sepenuhnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (7): Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah, marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kepada Allah.
Karena dengan nikmat-Nya, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan paling mulia, bulan penuh pengampunan, yakni bulan Ramadhan.
Puji syukur pula atas kehendak Allah SWT saya diberi kesempatan untuk berbagi ilmu melalui ceramah Ramadhan yang berjudul "Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri".
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Sebulan dalam satu tahun kalender Hijriah, kita mendapat kesempatan untuk menziarahi diri, menepi sejenak dari keriuhan, menata kembali alur kehidupan, atau mendekonstruksi spiritualitas melalui laku puasa. Surat Al Baqarah ayat 183 menjadi dasar dan ruh dalam menjalankan ibadah tersebut.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa "
Ayat ini merupakan dasar naqli kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ayat yang kerap dibaca mubaligh di atas mimbar kultum atau ceramah sepanjang Ramadhan itu, juga menjadi landasan pengharapan seorang hamba agar menjadi pribadi yang bertakwa.
Lalu, siapa "si takwa" itu?. Dalam pandangan awam, kerapkali takwa diimajinasikan sebagai sebuah predikat atau gelar laiknya orang mendapatkan ijazah.
Tafsir yang lebih umum dan klasik kita dengar, takwa berarti takut kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pemaknaan ini ada kesan bahwa ruang lingkup penghayatan takwa terbatas pada pengamalan syariat ibadah. Ia merupakan jelmaan dari rasa takut. Sehingga yang muncul adalah kesalehan individu, ritual-ritual ibadah sebagai wujudnya.
Dampak dari pencerapan seperti itu tak sedikit yang merasa benar sendiri. Membusungkan "keakuan" dalam beragama. Orang lain yang ibadahnya tidak serajin "aku" perlu diingatkan, bahkan, bila perlu dengan cara-cara yang keras.
Kemudian, pemahaman takwa yang lebih mendalam dapat kita jumpai dalam sebuah catatan Muhammad Asad. Orang yang bertakwa adalah mereka yang sadar akan kehadiran Tuhan.
Penafsiran seperti ini membebarkan pengertian takwa yang lebih esoteris. Sikap religius yang ditampilkan oleh seorang hamba bukanlah sebab ketakutan semata, melampaui itu, sikap demikian tampak sebagai keniscayaan karena Tuhan selalu hadir dalam setiap langkah hidup kita.
Dengan demikian, rasa "aku" dalam beragama mampu dikikis habis hingga yang ada hanyalah Sang Khalik. Karena kehadiran-Nya, tidak pantas kita menghukumi orang lain sebagai ahli bid'ah atau kafir. Sebab bukan kita yang berhak memberi penilaian akhir. Ada Tuhan di sisi kita, yang punya kuasa penghakiman.
Sikap yang yang tidak menonjolkan "aku" juga merupakan jalan dakwah yang menghadirkan kelembutan. Amar ma'ruf atau ajakan kebaikan lebih didahulukan ketimbang menghajar kemungkaran.
Alhasil, pemaknaan takwa sebagai kesadaran akan hadirnya Tuhan lebih hakiki (dimensi esoterik) ketimbang sekadar rasa takut yang syariat (dimensi eksoterik).
Hadirin yang dirahmati oleh Allah,
Penggalian makna takwa bisa juga berpijak dari kata takwa itu sendiri. Dalam kamus bahasa Arab, jika kita mencari definisi kata taqwa (ta-qof-wau-ya), maka kita akan dirujuk ke kata dzulum. Bahwa, dzulum adalah lawan kata dari takwa. Dzulum sendiri mempunyai arti melampaui batas atau berlebih-lebihan.
Berarti, takwa bermakna tidak melampaui batas atau proporsional. Arti kata ini bahkan, lebih implementatif. Praktik hidup proporsional menjadi salah satu ciri orang bertakwa.
Perilaku proporsional ini jika diterapkan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, tak akan ada banjir karena orang tidak membuang sampah sembarangan. Tak pernah ada perselisihan sebab orang menjaga hatinya. Bahkan, tak perlu ada kerusuhan gegara kalah dalam pemilu karena orang tidak melampaui batas dalam memperjuangkan haknya.
Muara dari sikap takwa adalah agar kita menjadi hamba yang dikehendaki Allah dalam surat Al Baqarah, sebagai insan yang patut mendapatkan petunjuk dalam Al-Qur'an.
Setiap individu bisa saja membaca Al Qur'an. Tetapi, hanya orang-orang yang memiliki syarat rohani tertentu yang bisa menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk, adalah mereka yang bertakwa, yaitu, mempunyai kesadaran tentang kehadiran Tuhan terus-menerus dalam dirinya dan dihiasi sikap asketis.
Alhasil, dalam pandangan saya takwa tak bermakna pasif sebagai gelar spiritualitas. Melebihi itu, takwa haruslah menjadi pembebas dari kekafiran diri alih-alih dikapitalisasi atau malah pembenar bagi laku kekerasan terhadap liyan. Maka menjadi pribadi yang bertakwa dalam waktu yang bersamaan adalah menerima keberadaan orang lain. Pribadi semacam inilah yang layak mendapatkan kedudukan paling mulia di sisi Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan hari ini. Saya akhiri dengan ucapan waffaqaniallahu wa iyyakum ilaa thoriqil khaer, tsumma wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (8): Tiga Tips Konsisten Beribadah Selama Ramadhan
Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
لْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُولِهِ الْـمُصْطَفَى، وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى، أَمَّا بَعْدُ
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang dengan limpahan rahmat-Nya memungkinkan kita berkumpul di malam yang penuh berkah ini dengan kesehatan untuk melaksanakan salat tarawih dan witir berjemaah.
Pada kesempatan ini, saya akan membawakan ceramah singkat yang berjudul "Tips Konsisten Beribadah selama Ramadhan".
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Jika diumpamakan, bulan Ramadhan laksana hamparan ladang yang ditumbuhi aneka pohon berbuah lebat. Kita bisa memanennya sesuka dan sebanyak mungkin. Semakin rajin kita memetiknya maka semakin banyak pula buah-buahan yang diperoleh. Saat Ramadhan, buah-buah itu adalah limpahan pahala yang bisa diraih dengan amal ibadah. Semakin giat ibadah yang dilakukan seseorang maka semakin banyak pula pahala yang ia peroleh.
Namun demikian, ibadah adalah persoalan iman. Suatu saat ia bisa naik dan di saat yang lain akan melandai. Hal demikian juga kerap dijumpai saat Ramadhan. Memasuki awal bulan semangat ibadah masih aman. Masjid dan mushala masih ramai dipenuhi jamaah shalat tarawih, suara tadarus Al-Qur'an masih lantang terdengar dimana-mana, dan sejumlah ritual keagamaan lainnya masih riuh-ramai, terutama yang khas Ramadhan.
Sayangnya begitu memasuki separuh bulan terakhir, semangat ibadah tidak lagi sebesar di fase awal. Jamaah tarawih mulai berguguran satu persatu, semangat tadarus Al-Qur'an mulai menurun, dan sebagainya.
Lantas, apa saja yang bisa kita lakukan agar semangat ibadah tetap terawat selama Ramadhan?
Yang pertama, jangan makan terlalu kenyang.
Meskipun bulan Ramadhan mewajibkan umat Muslim untuk berpuasa sejak waktu imsak sampai maghrib tiba, namun momen berbuka kadang menjadi semacam kesempatan untuk balas dendam. Segala macam hidangan disajikan di meja makan. Akibatnya perut terlalu kenyang. Padahal, Allah swt menegaskan bahwa berlebihan dalam konsumsi makanan tidak baik. Dalam Al-Qur'an disebutkan,
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّه لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya, "Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS Al-A'raf: 31).
Ayat ini secara tegas melarang kita untuk bertindak berlebihan. Sesuatu yang baik akan mengundang petaka jika dilakukan melampaui batas. Dalam konteks Ramadhan, makan terlalu berlebihan bisa menyebabkan kita tertinggal banyak kesempatan ibadah yang balasan pahalanya berkali-kali lipat dibanding pada bulan-bulan lainnya. Terkait batas konsumsi makanan yang ideal, Rasulullah saw juga pernah bersabda,
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Artinya, "Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun, jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas." (HR At-Tirmidzi).
Menguatkan hadits di atas, Imam As-Syafi'i juga pernah menyampaikan,
الشَّبْعُ يُثْقِلُ الْبَدَنَ، وَيُقْسِي الْقَلْبَ، وَيُزِيْلُ الْفِطْنَةَ، وَيُجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةِ
Artinya, "Makan terlalu kenyang membuat berat badan naik, menjadikan hati keras, menghilangkan kecerdasan, menyebabkan kantuk, dan menjadikan malas beribadah." (Abu Nu'aim Al-Ashfihani, Ḥilyatul Auliyā, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1988], juz IX, halaman 127).
Yang kedua, hindari perbuatan maksiat.
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Dosa yang diperbuat oleh seorang Muslim akan mempengaruhi kualitas spiritualnya, yaitu dengan menyebabkan pelakunya malas beribadah. Tentu kita tidak berharap kesempatan memperbanyak ibadah selama Ramadhan terlewat begitu saja sebab pengaruh dosa yang kita perbuat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Abbas pernah berkata,
إِنَّ لِلْحَسَنَةِ ضِيَاءً فِي الْوَجْهِ، وَنُوْرًا فِي الْقَلْبِ، وَسَعَةً فِي الرِّزْقِ، وَقُوَّةً فِي الْبَدَنِ، وَمَحَبَّةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ، وَإِنَّ لِلسَّيِّئَةِ سَوَادًا فِي الْوَجْهِ، وَظُلْمَةً فِي الْقَبْرِ وَالْقَلْبِ، وَوَهْنًا فِي الْبَدَنِ، وَنَقْصًا فِي الرِّزْقِ، وَبُغْضَةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ
Artinya, "Sesungguhnya pada kebaikan terdapat sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk. Sesungguhnya pada kejelekan terdapat kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan (untuk beribadah), kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk." (Abdul Majid Kisyk, Fi Riḥābit Tafsīr, juz XIV, halaman 3316).
Ketiga, tidak berlebihan dalam beribadah.
Segala hal yang berlebihan tidak baik, sekalipun dalam hal beribadah. Dalam melakukan amalan-amalan sunnah selama Ramadhan, kita perlu melakukannya secara proporsional dengan mengukur sejauhmana kemampuan yang kita miliki. Jangan sampai karena terlalu banyak porsi ibadah yang dilakukan, akhirnya memberatkan diri sendiri sehingga merasa 'kapok' untuk meneruskannya. Rasulullah saw pernah bersabda,
خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
Artinya, "Lakukanlah amal-amal yang kalian sanggup melaksanakannya, karena Allah tidak akan berpaling (dalam memberikan pahala) sampai kalian yang lebih dahulu berpaling (dari mengerjakan amal)." Dan shalat yang paling Nabi saw cintai adalah shalat yang dijaga kesinambungannya sekalipun sedikit. Dan Beliau bila sudah biasa melaksanakan shalat (sunnah) akan melakukannya dengan konsisten." (HR Al-Bukhari).
Dalam satu hadits riwayat Al-Bukhari pernah dikisahkan bahwa Rasulullah saw memarahi sekelompok sahabat yang memiliki semangat ibadah berlebihan sehingga dikhawatirkan membahayakan pengamalnya. Saat itu mereka ada yang bertekad menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah, berpuasa setiap hari, bahkan ada yang berniat membujang seumur hidup demi fokus beribadah. Nabi yang mendengar kabar ini segera menegur mereka dengan tegas.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Untuk itu, mari warnai Ramadhan dengan spirit ibadah yang terawat sampai bulan suci berpamit. Semakin banyak ibadah yang kita lakukan memang semakin baik, tapi akan jauh lebih baik jika kita mampu menjalaninya dengan konsisten dan penuh penghayatan.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (9): Perbanyak Dzikir di Bulan Ramadhan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.
Shalawat serta salam senantiasa tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.
Hadirin sekalian yang saya hormati dan cintai,
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan memperbanyak dzikir.
Dzikir adalah suatu amalan berupa ucapan yang dilakukan oleh seorang muslim untuk mengingat Allah SWT.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 41-42, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikiran yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."
Dari ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa Allah SWT sangat mengutamakan amalan dzikir bagi hamba-Nya yang beriman. Dzikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, baik saat sedang duduk, berdiri, atau bahkan saat sedang melakukan aktivitas lainnya.
Di bulan Ramadhan, kita memiliki kesempatan yang sangat baik untuk memperbanyak dzikir. Kita bisa memulainya dengan membaca istighfar, membaca kalimat tauhid, atau membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Selain itu, kita juga bisa mengikuti majelis-majelis dzikir di masjid atau di lingkungan sekitar kita.
Dengan memperbanyak dzikir di bulan Ramadhan, Insya Allah kita bisa mendapatkan banyak manfaat, seperti merasa lebih tenang, lebih dekat dengan Allah SWT, dan mendapatkan pahala yang besar dari-Nya.
Jadi, marilah kita manfaatkan kesempatan yang ada di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Demikian ceramah singkat tentang berdzikir di bulan Ramadhan. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (10): Tips Ngabuburit Islami, Dijamin Panen Pahala
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.
Shalawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Hadirin yang saya hormati
Menjelang waktu berbuka puasa, umat muslimin di Indonesia biasanya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas santai dengan menikmati suasana sore Ramadhan yang khas. tradisi ini kita kenal dengan sebutan ngabuburit.
Hanya saja, terkadang kita terlalu larut menikmati sore menjelang Magrib ini. Tidak jarang pula yang menggunakannya sebatas untuk nongkrong di pinggir jalan, menonton reels video di media sosial, atau sebatas tidur-tiduran sambil mengamati jarum jam yang terus berputar menuju waktu berbuka, dan banyak lainnya. Padahal, waktu ngabuburit bisa kita gunakan untuk melakukan hal-hal positif yang bernilai ibadah. Tentu, sebagai momen panen pahala kita ingin kesempatan emas yang datang satu bulan sekali dalam setahun ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Sayang sekali jika ngabuburit hanya dihabiskan untuk hal-hal kurang berfaedah atau bahkan berpotensi memicu maksiat. Alih-alih dapat pahala justru puasa berlalu tanpa makna. Ingat, Rasulullah pernah bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ
Artinya, "Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa kecuali rasa lapar." (HR Ibnu Majah)
Ada beberapa tips agar ngabuburit kita memiliki nilai positif lebih dan menghasilkan pahala yang melimpah.
Yang pertama, tadarus Alquran.
Bulan Ramadhan dikenal dengan syahrul quran (bulan Al-Quran). Selain karena kitab suci umat Muslim turun pada bulan ini, Rasulullah saw juga menjadikan momen Ramadhan untuk memberikan perhatian lebih kepada Al-Quran. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Bughyatul Insān fī Wadzā'ifi Ramadhān saat menjelaskan anjuran perbanyak tadarus Al-Quran di bulan puasa mengutip hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: "Dari Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril as menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus." (HR Al-Bukhari).
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw menjadikan Ramadhan untuk lebih intens membaca Al-Quran. Para ulama sejak dulu pun demikian, bahkan ada juga yang bisa mengkhatamkan satu sampai dua kali dalam satu hari selama Ramadhan.
Yang kedua, berbagi takjil
Istilah takjil barangkali tidak asing lagi bagi umat Muslim saat bulan puasa. Takjil merupakan makanan atau minuman untuk mengawali buka puasa. Biasanya berupa yang manis-manis seperti sirup, es buah, buah-buahan, dan sebagainya. Kita bisa menjadikan waktu ngabuburit untuk bersedekah takjil kepada saudara sesama Muslim. Bersyukur, tampaknya berbagi takjil sudah menjadi tradisi di Indonesia. Kita bisa banyak menjumpainya saat sore hari di sejumlah jalan dan masjid atau mushola. Terkait keutamaan sedekah di bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Artinya: "Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR At-Tirmidzi)
Dalam kesempatan lain, Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam dalam Maqāshidush Shaum mengatakan,
فَمَنْ فَطَّرَ سِتَّةً وَ ثَلَاثِيْنَ صَائِمًا فِي كُلِّ سَنَةٍ فَكَاَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ وَ مَنْ كَثُرَ بِفِطْرِ الصَّائِمِيْنَ عَلَى هَذِهِ النِّيَّةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ صَوْمَ عُصُوْرٍ وَ دُهُوْرٍ
Artinya: "Barang siapa memberi makanan pada 36 orang yang berpuasa setiap tahun, maka seakan-akan ia puasa satu tahun (karena kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali), dan barangsiapa memperbanyak memberi takjil atau makan dan minum untuk orang-orang yang berpuasa atas dasar niat ini, Allah mencatat baginya puasa berabad-abad dan bertahun-tahun."
Kalkulasi pahala ini berdasarkan rumus setiap satu amal kebaikan akan dibalas 10 kali lipat. Sehingga, memberi makan berbuka untuk 36 orang akan mendapat balasan pahala 360. Setara dengan jumlah hari dalam satu tahun. Meski dalam satu tahun ada 365 hari.
Yang ketiga, i'tikaf di masjid
Menghabiskan waktu ngabuburit dengan beri'tikaf di masjid juga memiliki nilai pahala yang cukup tinggi. I'tikaf dilakukan dengan berdiam diri di dalam masjid sambil memperbanyak ibadah seperti shalat sunnah, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Dalam satu hadits disebutkan,
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: "Rasulullah saw melaksanakan i'tikaf pada sepuluh (malam) terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau wafat, lalu (dilanjutkan) istri-istrinya yang i'tikaf sepeninggalnya." (HR Al-Bukhari).
Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw menjadikan sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan untuk banyak beri'tikaf di masjid. Sebab, waktu-waktu tersebut merupakan momen potensial terjadinya Lailatul Qadar. Meski demikian, tidak ada salahnya jika kita beri'tikaf selama satu bulan penuh, sebab waktu terjadinya Lailatul Qadar juga berpotensi di selain sepuluh hari terakhir.
Yang keempat, menuntut ilmu.
Mendengarkan kajian Ramadhan juga bisa menjadi pilihan tepat untuk mengisi waktu ngabuburit. Di era digital seperti sekarang, kita bisa banyak menjumpai kajian-kajian keislaman di media sosial. Banyak para pendakwah milenial membuat konten islami yang bisa kita akses. Selain itu, tidak sedikit pula kiai-kiai pesantren yang melakukan live streaming pengajian dari pesantren masing-masing. Ada banyak ayat Al-Qur'an dan hadits yang menyinggung soal keutamaan dan pahala menuntut ilmu. Salah satunya sabda Rasulullah saw,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
Nah, itulah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, Mari jadikan momen Ramadhan tahun ini lebih maksimal lagi dalam beribadah dan meraih pahala sebanyak mungkin. Selamat menjalankan ibadah puasa.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (11): Bukber, Momentum Perkuat Silaturahim dan Raih Pahala
Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ
Hadirin yang mulia, dalam kesempatan yang berharga ini, izinkanlah saya untuk menyampaikan ceramah singkat tentang bukber atau buka bersama.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Barangkali buka bersama (bukber) menjadi salah satu momen yang dirindukan umat Muslim saat bulan Ramadhan, di Indonesia khususnya. Dengan segala dramanya, dan terkadang sebatas wacana, bukber menjadi kesempatan untuk berkumpul ria. Belum lagi jika sekalian reunian dengan kawan lama, keseruan momen ini semakin berwarna.
Namun demikian, kadang momen bukber menjadi salah satu 'majelis gibah' yang sulit dihindari, meski tidak selalu. Apalagi jika ada sebagian teman yang tidak hadir dengan alasan tidak jelas, sudah hampir dipastikan jadi bahan obrolan yang empuk. Memang begitulah, di mana ada perkumpulan, di situ ada pergibahan. Padahal Rasulullah saw sendiri telah mewanti-wanti bahwa gibah bisa menggugurkan pahala puasa. Beliau bersabda,
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ: الْغِيْبَةُ، وَالنَّمِيْمَةُ، وَالْكَذِبُ، وَالنَّظَرُ بِالشَّهْوَةِ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ
Artinya: "Lima hal yang bisa menggugurkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu." (HR Ad-Dailami)
Selain itu, gibah sendiri merupakan perbuatan tercela yang dalam Al-Qur'an disebut bahwa pelaku gibah diumpamakan seperti orang yang memakan daging orang yang digibahinya. Allah swt berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS Al-Hujurat: 12).
Selain dosa gibah sangat besar, cara bertobatnya pun tidak mudah. Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā 'Ulūmiddīn menjelaskan, cara menebus dosa gibah tidak cukup dengan bertobat, tapi juga harus meminta maaf kepada orang yang digibahinya secara langsung. Hanya saja, menurut Hasan al-Bashri cukup dengan bertobat dan mendoakan ampunan untuk orang yang digibahinya. Pendapat Hasan Al-Bashri ini berdasarkan hadits berikut,
كَفَارَةُ الْاِغْتِيَابِ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِمَنْ اغْتَبْتَهُ تَقُوْلُ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَ لَهُ
Artinya, "Cara menebus dosa gibah adalah dengan mendoakan ampunan untuk orang yang digibahinya dengan doa, 'Allāhummaghfir lanā wa lahū (Ya Allah, berilah ampunan untuk kami dan untuknya)." (HR Ibnu Abid Dunia). (Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Iḥyā 'Ulūmiddīn, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 2016], juz III, halaman 188).
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sudah sepatutnya saat Ramadhan kita sebisa mungkin menjauhi segala bentuk maksiat, termasuk gibah. Sebab itu, dalam momen bukber seharusnya kita fokus untuk bersilaturahim demi mempererat tali persaudaraan sesama Muslim. Lagi pula pahala silaturahim sendiri sangat besar. Kita jadikan momen bukber sebagai salah satu event ibadah di bulan yang pahala di dalamnya dibalas berlipat ganda.
Ada beberapa keutamaan silaturahim dalam Islam yang bisa menjadi motivasi bukber agar lebih bermakna. Pertama, menjalin silaturahim dalam Islam menjadi salah satu indikasi keimanan kepada Allah dan rasul-Nya. Dalam satu hadits diriwayatkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda, 'Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menjaga hubungan baik silaturahim dengan kerabatnya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, orang yang menjaga silaturahim juga mendapat jaminan syafaat kelak di hari kiamat. Dalam satu hadits diriwayatkan,
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلَاثَةٌ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: وَاصِلُ الرَّحِمِ وَامْرَأَةٌ مَاتَ زَوْجُهَا وَتَرَكَ أَيْتَامًا فَتَقُومُ عَلَيْهِمْ حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ أَوْ يَمُوتُوا وَرَجُلٌ اتَّخَذَ طَعَامًا وَدَعَا إلَيْهِ الْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ
Artinya, "Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, 'Ada tiga orang yang mendapat naungan 'Arasy pada hari kiamat; orang yang menjaga silaturahim, seorang istri yang ditinggal mati suaminya kemudian membesarkan anak-anak yatimnya sampai Allah mencukupi mereka atau sampai mereka wafat, dan orang yang membuat makanan kemudian mengajak anak yatim dan orang miskin untuk makan." (HR. Abul Laits As-Samarqandi dalam Tanbīhul Ghāfilīn)
Momen berjabat tangan saat bertemu teman di acara bukber juga bisa menjadi penggugur dosa. Rasulullah saw bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَفْتَرِقَا
Artinya, "Ketika dua orang muslim bertemu dan berjabat tangan, maka dosa keduanya akan diampuni sebelum mereka berpisah." (HR At-Tirmidzi) .
Selain itu, berjabat tangan juga bisa mendatangkan limpahan rahmat. Dalam satu hadits diriwayatkan,
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ فَتَصَافَحَا نَزَلَتْ عَلَيْهِمَا مِائَةُ رَحْمَةٍ، لِلْبَادِئِ تِسْعُونَ، وَلِلْمُصَافِحِ عَشَرَةٌ
Artinya, "Dari Umar bin Khattab, dia berkata, 'Rasulullah saw pernah bersabda, 'Jika dua orang muslim bertemu dan berjabat tangan, maka akan turun 100 rahmat untuk keduanya. Rahmat yang 90 untuk yang mendahului mengulurkan tangan, dan yang 10 untuk orang satunya lagi." (HR Abdul Malik bin Muhammad Ar-Ruqasyi).
Hadirin yang senantiasa dalam perlindungan Allah SWT,
Mari jadikan momen bukber sebagai kesempatan untuk mempererat ikatan saudara sesama Muslim dan memperoleh limpahan pahalanya di bulan mulia. Wallahu a'lam.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Saya akhiri dengan ucapan wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (12): Melatih Anak Berpuasa sejak Dini
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ
الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْمُجَاهِدِينَ الظَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang dimuliakan Allah...
Dalam surah at-Tahrim ayat 6 Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً ... (1)
"Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka...."
Ayat ini menjadi dalil bahwa orangtua memiliki tanggung jawab di hadapan Allah untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran Islam. Di antara bagian pendidikan Islam bagi anak adalah membiasakan mereka untuk melakukan amal saleh, terutama amal wajib, seperti shalat atau puasa Ramadhan. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan para orangtua agar menyuruh anaknya untuk shalat ketika berusia 7 tahun dan memukul mereka (jika menolak shalat) ketika berusia 10 tahun, sebagaimana disebutkan hadis yang diriwayatkan Ahmad serta Abu Dawud.
Hadirin yang berbahagia...
Generasi salaf adalah generasi teladan. Muslim maupun muslimahnya, orang dewasa maupun anak kecilnya, sangat rajin dalam perkara ibadah maupun hal muamalah. Di antara bentuk keteladanan generasi salaf adalah memerintah dan melatih anak-anak kecil yang belum mukalaf untuk turut beribadah bersama kaum Muslimin. Salah satu ibadah tersebut adalah puasa Ramadhan. Ternyata sudah ada contoh dari para sahabat pada masa silam untuk mendidik anak-anak mereka hingga bepuasa penuh sampai waktu berbuka.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa,
عَنِ الرُّبَيَّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ أَرْسَلَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ « مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ » . قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا ، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ
، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ ، حَتَّى يَكُونَ
عِنْدَ الإِفْطَارِ
"Dari ar-Rubayyi' binti Mu'awwidz, ia berkata, 'Nabi pernah mengutus seseorang ke salah satu suku Anshar pada pagi hari Asyura.' Beliau bersabda, 'Siapa yang pada pagi hari dalam keadaan tidak berpuasa, hendaklah ia berpuasa. Siapa yang pada pagi harinya berpuasa, hendaklah berpuasa.' Ar-Rubayyi' mengatakan, 'Kami berpuasa setelah itu. Lalu anak-anak kami pun turut berpuasa. Kami sengaja membuatkan mereka mainan dari bulu. Jika salah seorang dari mereka menangis, merengek- rengek minta makan, kami memberi mainan padanya. Akhirnya pun mereka bisa turut berpuasa hingga waktu berbuka"."
Dalam hadis di atas anak-anak mereka diberi hiburan mainan, sehingga terlena bermain lantas mereka menyempurnakan puasanya.
Dalam kitab Syarh al-Bukhari li Ibni Batthal juz 7 halaman 125, Ibnu Batthal memaparkan bahwa para ulama sepakat, ibadah dan kewajiban barulah dikenakan ketika telah baligh (dewasa). Namun, kebanyakan ulama sudah menyunnahkan (menganjurkan) mendidik anak untuk berpuasa sejak kecil, begitu pula untuk ibadah lainnya. Hal ini untuk keberkahannya dan agar membuat mereka terbiasa sejak kecil, sehingga semakin mudah mereka lakukan ketika telah diwajibkan.
Sementara itu, Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim juz 8 halaman 15 mengatakan, "Hadis di atas menunjukkan perintah untuk melatih anak dalam melakukan ketaatan dan mendidik mereka untuk beribadah. Akan tetapi, mereka tetap masih belum terbebani syariat atau belum mukalaf. Sedangkan, al-Qadhi mengatakan bahwa telah terdapat riwayat dari Urwah, ketika telah mampu puasa, anak sudah wajib puasa. Namun pernyataan jelas keliru karena bertentangan dengan hadis shahih yang menyatakan, 'Pena diangkat dari tiga orang (di antaranya), dari anak kecil hingga ia ihtilam (baligh).' Wallahu a'lam."
Meski anak-anak tersebut masih kecil, ternyata masih ada orang besar yang kalah dari mereka. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya bab "Shaum ash-Shibyan" no. 1690 disebutkan bahwa, "Umar r.a. berkata kepada orang yang mabuk-mabukan pada siang hari bulan Ramadhan, 'Celaka kamu! Anak-anak kami yang masih kecil saja berpuasa!' Kemudian beliau memukulnya."
Hadirin yang dimuliakan Allah ...
Setiap anak dikaruniai kemampuan jasmani maupun rohani yang berbeda. Oleh sebab itu, orangtua hendaklah mampu menyadari seberapa siapkah anak mereka untuk dilatih berpuasa. Tidak menutup kemungkinan seorang anak berusia 3 tahun sudah mampu menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Sebaliknya, boleh jadi ada anak berusia 6 tahun yang hanya mampu berpuasa "beduk" (latihan berpuasa sampai waktu Zuhur).
Selain itu, perlu disadari betul bahwa dunia anak itu berwarna-warni, bagai pelangi.
Niat orangtua untuk meraih ridha Allah pasti akan dibuktikan dengan usaha keras, cerdas, dan ikhlas tanpa emosi yang kembang-kempis. Kita tengok generasi salaf; mereka buatkan mainan penghibur hati bagi si buah hati yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian si kecil dari makanan dan minuman. Untuk itu, pandai-pandailah melihat kecenderungan anak. Pada zaman sahabat, mainan wol mungkin sudah termanis dan dapat menyenangkan si buah hati.
Adapun pada zaman sekarang, sesuaikan dengan keadaan. Misalnya, jika anak kita senang ikut memasak dengan kita, izinkan dia ikut serta bersama kita di dapur. Apabila anak suka dibacakan buku cerita atau dongeng, luangkan waktu sejenak untuk menemaninya dan menghiburnya. Pastinya perlu kita ingat selalu, penghibur bagi anak (mainan) mestilah sesuatu yang tidak melanggar batasan syariat Allah dan mengandung manfaat di dalamnya. Jangan sampai membiarkan anak-anak kita sibuk dengan gawai yang dapat melalaikannya dari ibadah dan membuatnya malas-malasan seharian.
Hadirin yang dirahmati Allah ...
Upaya lain yang bisa dicoba adalah mengajak anak makan sahur bersama keluarga agar memiliki energi untuk berpuasa. Seimbangkan menu sahur dan buka puasanya: nasi dan lauk pauk (sayur, ikan, tempe, tahu, ayam, atau daging), susu, kurma, serta pilihan makanan dan minuman sehat bernutrisi lainnya. Jangan asal enak, tapi tak sehat. Jangan pula asal kenyang, tapi miskin kandungan gizi.
Kalau mereka sudah mau berpuasa, berilah pada mereka motivasi dan penghargaan, apalagi bila sudah berhasil berpuasa satu hari penuh. Penghargaan tidak harus berupa tambahan uang saku, tapi bisa juga dengan memberinya menu spesial kesukaan anak saat berbuka (iftar). Apabila sudah demikian, insya Allah raga anak akan siap berpuasa seharian, dan anak tak akan sengsara. Bahkan, bisa saja badannya malah jadi lebih bugar karena waktu makannya yang lebih teratur (sahur dan berbuka). Apalagi, bila ditambahkan dengan camilan sehat secukupnya pada malam hari, misalnya buah segar atau bubur kacang hijau.
Muslimin hafizhakumullah ...
Berpuasa memerlukan kesiapan fisik dan mental. Jika ingin melatih anak kecil berpuasa, lakukan secara bertahap:
- Jika orangtua berpuasa Senin dan Kamis, anak bisa diajak serta.
- Uji coba dengan puasa "beduk". Jika anak masih kuat, lanjutkan puasanya hingga sehari penuh sampai Magrib.
- Lebih kerap memberi kalimat motivasi.
- Sajikan hidangan kegemaran anak sebagai menu berbuka untuknya.
- Ketika berbuka, motivasi anak dengan nikmatnya berbuka setelah berjuang berpuasa sehari penuh.
Kesimpulannya adalah bahwa anak kecil diperintahkan untuk melakukan beragam bentuk ketaatan, termasuk berpuasa pada bulan Ramadhan adalah supaya mereka terbiasa melakukannya sebelum usianya dewasa. Sehingga, ketika mereka telah tumbuh dewasa akan mudah baginya untuk melakukan beragam ketaatan-ketaatan tersebut.
Segala kemudahan datang dari Allah. Tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan dan rahmat-Nya. Semoga Allah mendidik anak-anak kita menjadi anak yang saleh dan salihah. Aamiin ya Rabbal alamiin.
Sekian dari saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (13): Akhlak dalam Bermedia Sosial
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "Akhlak dalam Bermedia Sosial."
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Inti dari ajaran nilai dalam Islam adalah kemaslahatan untuk seluruh umat manusia, alam dan isinya serta memperoleh keridhaan Allah. Kemaslahatan yang dimaksud salah satunya adalah akhlak. Akhlak adalah tabiat individu atau tindakan seseorang yang berulang atas dasar kecenderungan hati dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga tidak ada keraguan di dalamnya
Nilai akhlak adalah sebuah pengajaran terhadap individu untuk berperilaku baik dalam tataran kehidupan, sesuai dengan aturan yang berlaku demi mewujudkan harmonisasi kehidupan dalam Islam contoh utama dari perilaku atau tabiat yang baik disandarkan pada Rasulullah Saw sebagai suri tauladan.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Al Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab ayat 21).
Dalam haditsnya Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
Artinya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak" (HR. Baihaqi).
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi banyak perubahan seiring dengan hadirnya era informasi dan pengetahuan yang ditandai oleh pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan sosial. D isatu sisi pemanfaatan informasi dan teknologi dapat memudahkan dalam berbagai hal. Namun, di sisi lain ada pula dampak negatifnya.
Dampak tersebut begitu terasa terutama dalam perkembangan media sosial, banyak sekali ditemukan penyimpangan nilai-nilai akhlak dalam menggunakan media sosial.
Ini membuktikan bahwa pengaruh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan dampak yang sangat mengkhawatirkan, karena sedikit demi sedikit perkembangan teknologi ini memberikan pengaruh terhadap perilaku sosial manusia, melunturkan nilai-nilai kebudayaan, dan menurunnya nilai-nilai akhlak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus hati-hati dalam bermedia sosial terutama dengan menjaga tangan kita sebagai perwakilan lisan dan diri kita. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan dalam bermedia sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Akhlak dalam Islam dalam menggunakan media sosial.
Pertama, berhati-hati dalam memposting sesuatu
Dari Abu Hurairah ra, bahwasannya Nabi Muhammad Saw bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kata yang tidak dipikir (apakah ia baik atau buruk), sehingga dengan satu kata itu, ia terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.'' (Muttafaq 'alaih) Shahih Bukhari: nomer 6477, Shahih Muslim: nomer 2988.
Kedua, selektif dalam menerima informasi
Allah Swt berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 36:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ اِنَّ السَمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلئِكَ كَا نَا عَنْهُ مَسْئُولاً
Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."
Ketiga, gunakan kata-kata yang baik dan bijak
Allah Swt berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 53:
وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا
Artinya: "Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia."
Keempat, bertanggungjawab atas apa yang kita pos di media sosial
QS. Al Muddatstsir ayat 38
كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ
Artinya: "Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan."
Jamaah yang dirahmati Allah SWT,
Demikianlah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (14): Pentingnya Menjaga Hati di Akhir Ramadhan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "Pentingnya Menjaga Hati di Akhir Ramadhan".
Salah satu ilmu yang wajib untuk dipelajari dengan benar oleh semua umat Islam adalah ilmu tentang cara merawat hati. Sebab, sifat dan karakter seorang hamba merupakan menifestasi dari isi hatinya. Jika baik, maka semua perilaku kesehariannya akan baik, taat dalam beribadah, berkata jujur dan berperangai sopan santun kepada sesama, dan tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain. Jika tidak baik, maka akan berpengaruh tidak baik pula pada gerak-gerik kesehariannya.
Karenanya, di akhir-akhir bulan Ramadhan ini, sudah saatnya bagi kita semua untuk segera memperbaiki hati yang kotor, dengan cara berbenah diri untuk bisa berubah menjadi hamba yang semakin taat dalam menunaikan segala kewajiban dan tanggungjawab, serta berperilaku baik kepada sesama. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah menyampaikan,
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya, "Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad seseorang tardapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasadnya, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati." (HR Al-Bukhari).
Merujuk pada pendapat Imam An-Nawawi dalam salah satu karyanya, bahwa hadits ini menjadi penguat perihal pentingnya untuk memperbaiki hati, dan menjaganya dari hal-hal yang bisa merusak kesucian hati. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi 'ala Muslim, [Daru Ihya At-Turats: 1392], juz XI, halaman 29).
Sementara itu, menurut Syekh Ibnu Ajibah dalam salah satu karyanya, ia mengatakan bahwa hati merupakan setir sedangkan anggota badan yang lain merupakan penumpangnya. Jika penyetir membawa pada jalan yang benar, maka semua anggota badannya akan terus memancarkan kebenaran. Sebaliknya, jika diarahkan pada kesalahan, maka selama itu pula akan terus mencerminkan kesalahan.
Jamaah yang dirahmati Allah SWT,
Jika dalam hati seseorang sudah tertanam sifat zuhud, maka akan terpancar dalam anggota badan yang lainnya sebagai peribadi yang selalu bersandar kepada Allah dan menerima setiap kejadian yang menimpanya. Ia akan lebih percaya pada apa yang menjadi ketentuan Allah daripada apa yang sedang ada dalam rencananya sendiri. (Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam Syarhu Matnil Hikam, [Beirut, Darul Ma'rifah: tt], halaman 60).
Pentingnya menjaga hati juga disinggung oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam salah satu karyanya, ia mengibaratkan hati sebagai seorang raja, sedangkan anggota badan merupakan tentaranya. Maka, keberadaan dan gerak-gerik seorang tentara akan patuh pada perintah rajanya. Jika raja baik, maka semua tentaranya akan baik, begitu juga sebaliknya:
اَلْقَلْبُ مَلِكُ الْأَعْضَاءِ وَهِيَ جُنُودُهُ وَتَابِعَةٌ لَهُ، فَإِذَا فَسَدَ الْمَلِكُ فَسَدَتْ الْجُنُودُ كُلُّهَا
Artinya, "Hati adalah raja anggota badan. Sedangkan anggota badan merupakan tentaranya yang selalu mengikutinya. Jika sang raja buruk, maka buruklah semua tentaranya." (Ibnu Hajar, Az-Zawajir 'an Iqtirafil Kabair, [Beirut, Darul Fikr: 1987], juz I, halaman 199).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjaga hati merupakan salah satu hal penting dalam Islam, bahkan jika merujuk pada pendapat Imam Az-Zarnuji dalam karyanya, mempelajari gerak-gerik hati merupakan salah satu pelajaran yang wajib untuk diketahui semua umat Islam tanpa terkecuali, karena hanya dengan ilmu tersebut seseorang bisa mengontrol hatinya dengan kendali-kendali yang benar. (Imam Az-Zarnuji, Ta'limul Muta'allim 'ala Thariqatut Ta'aallum, [Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 14).
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah,
Secara garis besar, hal-hal pokok yang menjadi konsen dalam mempelajari gerak-gerik hati adalah cara agar hati selalu terarah pada hal-hal yang dibenarkan dan diridhai oleh Allah, dengan menanamkan sifat-sifat terpuji, seperti tawakal, rasa takut kepada-Nya, ridha pada semua ketentuan-Nya, menjauhi sifat-sifat yang tercela, seperti rakus, marah-marah, sombong, dengki, merasa hebat, ingin dipuji, dan lainnya.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, semua gerakan badan kita semua dalam setiap harinya merupakan menifestasi dari isi hati kita sendiri. Artinya, jika kita semua berhasil dalam mendidik dan menjaga hati dari untuk terus menanamkan sifat-sifat terpuji dan menjauhi semua sifat-sifat tercela, maka kita semua akan memiliki karakter dan perangai yang mulia nan luhur, taat dalam menjalankan perintah, berkata jujur, berlaku baik kepada sesama.
Karenanya, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali berpesan kepada kita semua untuk sibuk dengan memperbaiki hati agar anggota badan menjadi baik juga, dan salah satu cara untuk memperbaiki hati adalah dengan membiasakan diri untuk terus mengawasi hati dalam setiap gerakannya. Dalam kitabnya disebutkan,
فَاشْتَغِلْ بِاِصْلَاحِهِ لِتَصْلُحُ بِهِ جَوَارِحُكَ، وَصَلاَحُهُ يَكُوْنُ بِمُلَازَمَةِ الْمُرَاقَبَةِ
Artinya, "Maka sibuklah kamu dengan memperbaiki hati agar anggota badannya juga baik, sedangkan memperbaiki hati bisa dilakukan dengan cara membiasakan untuk mengawasi (hatinya)." (Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [1993], halaman 17).
Semoga kita semua bisa semakin istiqamah dalam memperbaiki diri, khususnya di akhir bulan Ramadhan ini. Wallahu a'lam.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Singkat Ramadhan (15): Ramadhan sebagai Bulan Jihad
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
إِنَّ الْحَمدُ لِلَّهِ نَحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهدها الله وہ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عبده ورسوله. اللهم صلِ وسلم وَبَارِكْ عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدَاهُ إلى يوم الْقِيَامَةِ أَمَّا بعد
Bapak ibu yang saya hormati, segala puji kita panjatkan kepada Allah. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk hanya kepada-Nya.
Pada kesempatan yang mulia ini al-faqir mengingatkan diri sendiri dan mengajak kepada jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Ketakwaan yang tidak sekadar menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya tetapi juga yang mengandung kesadaran bahwa semua itu sebagai bagian dari kebutuhan hidup, bukan tugas formal semata.
Alhamdulillah, kita hingga detik ini masih dikaruniai umur untuk berjumpa dengan Ramadhan tahun ini serta kemampuan melaksanakan kewajiban puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Ini bukan hanya anugerah semata, tetapi juga sekaligus tantangan yang sangat berat.
Tantangan berat tersebut tampak sejak dari redaksi kalimat yang dipilih Allah ketika mewajibkan puasa:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah: 183).
Pertama, pada ayat tersebut Allah menyapa orang beriman. Ini menandakan bahwa puasa meniscayakan iman yang kuat sebelum betul-betul sanggup menunaikan kewajiban ini. Kedua, Allah menggunakan kalimat pasif (fi'il mabni majhul), yakni "kutiba" (diwajibkan), dan bukan kalimat aktif "kataba" (mewajibkan). Tafsir asy-Sya'rawi menyebut redaksi semacam ini bermakna kata kerja yang memberatkan (fi'lun taklîfiyyun) sebagaimana perintah berperang dalam QS al-Baqarah ayat 216 yang juga menggunakan kalimat "kutiba".
Hadirin yang dirahmati Allah,
Inti dari puasa adalah menahan, sebagaimana arti shaum secara bahasa adalah imsâk (menahan). Dalam fiqih, puasa dimaknai sebagai menahan dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Jika mengacu pada definisi ini, tampaknya kesan berat dari puasa belum tergambar utuh, apalagi di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, yang sebagian besar penduduknya berpuasa dan menghormati orang puasa. Kondisi lingkungan semacam ini tentu sangat mendukung untuk melalui lapar dan dahaga dengan relatif ringan.
Kesannya menjadi lain ketika kita geser makna "menahan" tersebut pada pengertian yang lebih hakiki, yakni menahan diri dari nafsu untuk berbuat buruk. Artinya, puasa tidak hanya berhubungan masalah perut dan kelamin tapi juga jiwa manusia untuk selalu terhindar dari perbuatan tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Karena itu, yang dijaga bukan satu atau dua anggota badan, melainkan seluruh anggota tubuh agar berlaku sesuai tuntunan syariat-Nya.
Konsekuensi dari itu semua adalah tuntutan untuk tidak hanya menjaga mulut dari makanan tetapi juga dari perkataan kotor, ucapan yang menyakiti orang lain, bohong, obrolan sia-sia, ghibah, fitnah, adu domba, dan ungkapan-ungkapan yang bisa merusak hubungan sosial. Tidak cuma menahan kaki dan tangan dari perjalanan menuju restoran di siang bolong melainkan juga dari perbuatan maksiat dan menzalimi orang lain. Bukan sekadar mencegah telinga dari masuknya benda-benda, tetapi juga dari masuknya gosip, informasi yang tidak berguna, dan seterusnya.
Bukankah menahan anggota tubuh agar tidak terseret kepada perbuatan tercela itu lebih sulit dan berat ketimbang menahan lapar dan dahaga? Sebab, musuh utamanya bukan lagi semata godaan makan dan minum, melainkan pula ego dan nafsu dari dalam dirinya sendiri. Melawan diri sendiri tentu lebih susah daripada melawan musuh di luar diri.
Rasulullah menyebut perang melawan hawa nafsu ini dengan sebutan jihad akbar (jihad terbesar), lebih dahsyat ketimbang perang fisik yang beliau istilahkan sebagai jihad ashghar (jihad kecil). Sepulang dari perang Badar, Rasulullah berkata di hadapan para sahabatnya:
رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
Artinya: "Kalian telah pulang dari sebuah peperangan kecil menuju peperangan akbar. Lalu sahabat bertanya, 'Apakah peperangan akbar (yang lebih besar), itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, "jihad (memerangi) hawa nafsu."
Hadirin yang dirahmati Allah,
Uraian tersebut selaras dengan penjelasan Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam Ihya' Ulumiddin yang membagi puasa kepada tiga derajat. Pertama, puasa umum (shaumul umum), yakni puasa yang hanya sampai pada level menahan perut dan kelamin untuk melampiaskan keinginan-keinginannya. Ini merupakan puasa standar minimum, yang jangkauannya baru sampai pada kemampuan bertahan dari lapar dan dahaga saja.
Kedua, puasa spesial (shaumul khusus), yaitu puasa yang sudah beranjak dari standar minimum, dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh organ jasmani dari perbuatan dosa.
Ketiga, puasa super-spesial (shaumu khususil khusus). Ini level yang lebih tinggi dari dua level sebelumnya. Pada derajat ini, seseorang bukan hanya menahan godaan konsumsi, syahwat, dan praktik maksiat, melainkan sudah mampu menahan diri dari keinginan yang rendah, larut memikirkan dunia, dan berpaling ke selain Allah. Puasa dengan standar ini dianggap "batal" bila pikiran masih melayang-layang kepada selain Allah dan akhirat. Menurut sudut pandang puasa super-spesial ini, memikirkan dunia boleh sejauh itu untuk kepentingan agama. Al-Ghazali juga menyebut praktik puasa jenis ketiga ini sebagai "shaumul qalb" (puasa hati).
Hadirin yang dirahmati Allah,
Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa masing-masing memiliki tingkat beban tersendiri, mulai dari ringan, cukup berat, dan sangat berat. Masing-masing berbanding lurus dengan kualitas puasa orang yang menjalaninya. Puasa umum hanya dilakukan oleh orang-orang awam yang hanya melakukan puasa secara ala kadarnya. Puasa spesial biasanya dilakukan orang-orang saleh yang selalu berhati-hati dan menghindar dari perbuatan dosa meski kecil. Sedangkan puasa super-spesial dilakukan oleh orang-orang tertentu yang hatinya selalu terpaut kepada Allah, bukan kepada yang lain.
Dengan demikian, jihad yang betul-betul akbar ada pada derajat puasa kedua dan ketiga. Musuh yang diperangi pada derajat ini bersifat tersembunyi, penuh tipu daya, dan tak jarang digandrungi. Godaannya superberat sebab di mana-mana melepas sesuatu yang dibenci nafsu selalu lebih gampang ketimbang melepas sesuatu yang disukainya. Nafsu senantiasa memoles hal-hal terlarang tampak indah meskipun semu.
Hadirin, Imam al-Ghazali hanya mengaitkan tiga derajat puasa tersebut dengan kemampuan menahan, bukan seberapa besar kuantitas ritual ibadah seseorang selama Ramadhan. Artinya, tidak ada jaminan orang yang rajin shalat tarawih saban malam, rutin mengkhatamkan Al-Qur'an tiap pekan, atau giat berdzikir sudah pasti berada pada derajat puasa orang-orang khusus. Ibadah-ibadah tersebut tentu sangat dianjurkan, tetapi menjadi rusak ketika seseorang ternyata ia masih gemar menggunjing, bertengkar dengan tetangga, menyimpan dendam, menyebar kabar bohong di media sosial, memprovokasi permusuhan, atau perilaku tercela lainnya.
Puasa ini memang berat dijalankan ketika dilihat dari sudut pandang rohani. Namun, seberat apa pun al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan kepada jamaah semua untuk mencapai kualitas puasa yang setinggi-tingginya. Mungkin tidak bisa diraih secara instan, tetapi ikhtiar dan belajar kita secara tahap demi tahap insyaAllah akan mendatangkan petunjuk dan kepekaan batin, sehingga kita mampu mencapai derajat puasa orang-orang khusus.
Semoga kesucian Ramadhan tahun ini meningkatkan kesucian hati dan pikiran kita, membersihkan perangai-perangai buruk yang melekat dalam diri kita, dan menghempaskan seluruh godaan berat yang membuat diri kita durhaka dan kufur. Amin.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Jika ada salah kata yang tidak berkenan di hati jamaah sekalian, mohon dimaafkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Baca juga: Bacaan Niat Sahur dan Doa Buka Puasa Ramadan |
(mff/mjy)