Tugu Amanat Perjuangan Rakyat (Ampera) menjadi salah satu tanda bahwa kemelut tragedi lubang buaya, atau yang disebut Soekarno dengan gerakan satu Oktober (Gestok), berimbas hingga ke wilayah Sumatera Utara.
Di dalam tragedi itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin Dipa Nusantara Aidit disebut ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dengan membunuh enam jendral dan satu perwira.
Pascakejadian itu gerakan ganyang PKI mencuat di sejumlah daerah, termasuk di Kota Medan dan sekitarnya. Tugu Ampera pun menyimpan kisah tersendiri tentang peristiwa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kampung Kolam Diserbu
Tugu yang berlokasi di Desa Kolam, Kabupaten Deli Serdang, ini masih berdiri kokoh, berada di dekat parit dan di belakangnya terdapat hamparan sawah.
Seorang penulis bernama Ismail Pong, yang lahir di Desa Kolam, pun menceritakan secara singkat kisah di balik Tugu Ampera di dalam bukunya berjudul Muleh.
Pada masa itu, Desa Kolam yang awalnya disebut Kampung Kolam disinyalir sebagai tempat persembunyian dan berkembangnya PKI.
Hal itu didasari karena adanya aktivitas organisasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan sayap PKI. BTI ini kemudian disebut menghasut dan memasukkan ideologi Komunis kepada petani dan buruh perkebunan asal Jawa. Desa itu pun diduga sebagai basis PKI.
Alhasil, Pemuda Pancasila dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) masuk dan menyerbu Kampung Kolam untuk menumpas PKI pada 25 Oktober 1965. Namun upaya itu mengalami kegagalan dan mengakibatkan dua orang tewas, yakni M Jacop dari PP dan Adlin Prawira dari PP/HMI.
"Jenazah keduanya ditemukan dalam parit Kobah di Dusun Sukmo. Sebagai bentuk penghormatan atas keduanya, dibangun lah Tugu Ampera di pinggir parit tersebut," tulis Ismail di dalam bukunya.
Jacop dan Adlin Diculik dan Dibunuh
Sejarawan Kota Medan, M Azis Rizky Lubis, menjelaskan memang operasi ganyang PKI mulai menguat pasca tragedi Lubang Buaya. Sejumlah kelompok yang pro pemerintah mulai bergerak untuk melakukan sweeping di sejumlah daerah yang disinyalir basis PKI.
"Memang anggota PKI di Medan dan sekitarnya cukup besar. Hal itu ditandai ada 15 ribu orang yang datang ke Lapangan Merdeka untuk merayakan ulang tahun PKI pada tahun 1960-an," ucapnya.
Aziz menyebutkan, wilayah yang disasar ialah lokasi perkebunan dan pertanian. Kampung Kolam, yang berada cukup jauh dari perkotaan, menjadi daerah yang sangat dicurigai karena sangat memungkinkan menjadi basis PKI.
Masa itu, Jacop dan Adlin merupakan tokoh yang cukup bersuara lantang mengumandangkan untuk membumi hanguskan PKI.
Keduanya diculik oleh kader PKI dan dibawa ke Kampung Kolam. Lalu, keduanya dibunuh dan mayatnya ditemukan di parit.
"Si Adlin diculik di sekitar Jalan Serdang dan Si Yakub di daerah Titi Sewa. Dua orang ini tokoh yang cukup vokal dan berperan cukup sentral untuk menumpas PKI. Tugu itu kemudian dibangun untuk mengenang keduanya," ujarnya.
Aziz mengungkapkan, yang perlu diperhatikan melihat peristiwa itu sebetulnya ada warga Kampung Kolam yang tanpa sadar menjadi anggota PKI. Pasalnya, model perekrutan PKI tak jarang dibalut dengan pemberian alat untuk bercocok tanam serta kebutuhan pangan.
"Jadi misalnya warga diberikan cangkul, arit, beras, dan kebutuhan lainnya. Lalu, warga menandatangani sebuah surat tanda terima. Dari situ pula warga disebut anggota PKI. Tapi di samping itu memang ada pula yang secara sadar mengikuti PKI," ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Simak Video "Video: Viral Pria di Deli Serdang Beli Sekarung Beras Pakai Ijazah SD"
[Gambas:Video 20detik]