- 1. Pembentukan Jati Diri Pasca-Ramadan Khutbah 1 Khutbah 2
- 2. Menebar Maaf, Membangun Kebersamaan Khutbah 1 Khutbah 2
- 3. Merayakan Perbedaan dengan Bermaafan-maafan Khutbah 1 Khutbah 2
- 4. Cara Orang Cerdas Berhari Raya Khutbah 1 Khutbah 2
- 5. Makna Idul Fitri dan Syawal Khutbah 1 Khutbah 2
- 6. Meneguhkan Islam Rahmatan Lil 'Alamin Khutbah 1 Khutbah 2
- 7. Mempererat Persaudaraan Islam Khutbah 1 Khutbah 2
- 8. Mengetuk Pintu Surga Khutbah 1 Khutbah 2
- 9. Mengevaluasi Capaian Ramadan Kita Khutbah 1 Khutbah 2
- 10. Istiqamah Kembali Mengenal Allah Khutbah 1 Khutbah 2
Dari Khutbah 1tu juga, detikers bisa mengambil hikmah yang mendalam. Kemudian menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Dikutip dari laman NU Online, berikut detikSumut hadirkan sejumlah khutbah lebaran Idul Fitri 2023. Simak, yuk!
1. Pembentukan Jati Diri Pasca-Ramadan
Khutbah 1
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا ِلإِتْمَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ وَأَعَانَناَ عَلىَ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ وَجَعَلَنَا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ للِنَّاسِ. نَحْمَدُهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُسُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Allahu Akbar, wa lillahilh hamd
Dengan bersyukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya pagi hari yang berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya kemuliaan dan kesucian.
Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah SWT dan menyucikan-Nya dengan bertasbih, menyucikan dari segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan yang fasih dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap Muslim menampakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah [2]: 185)
Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih terlepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai dengan petunjuk al-Qur'an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meningkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentuk jati diri Muslim yang pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Iman dan takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepa petunjuk-Nya, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk mencapai keridhaan Allah SWT, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do'a iftitah yang dibaca pada saat awal melaksanakan shalat. "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An'am : 162-163).
Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan seorang mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu membentuk jati diri setiap Muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.
Kaum Muslimin, para jemaah yang kami muliakan,
Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil contoh dar peristiwa berikut ini:
Pada suatu saat Rasulullah Muhammad SAW menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan. Nabi SAW menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta.
Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.
Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang Muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria Muslim yang baik dia mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu, sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.
Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, "Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu." Nabi SAW mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang Muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)
Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu dari dorongan perut, libido seksual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi SAW sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Artinya: "Sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)
Dalam kehidupan modern yang kita jalani sekarang, di mana sikap hidup materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti masyarkat kita, kita jumpai betapa banyakanya orang yang telah terjerembab dalam lembah kenistaan dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya. Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad SAW.
Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan: "Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri" (Ihya' Ulumuddin).
Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ahqaf: 20.
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُونَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik".
Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia meuruti hawa nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang telah kita jalani dapat melatih dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu, sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati diri yang paripurna, menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertakwa.
Allahu Akbar, wa lillahil hamd
Hadirin dan hadirat yang mulia,
Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan 'Idul Fitri', yaitu kesucian dan keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do'a:
اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ
"Wahai Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt".
Dengan kembali kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh rahmat-Nya. Amiin.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فََهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah 2
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
(Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, Rais Syuriyah PBNU)
2. Menebar Maaf, Membangun Kebersamaan
Khutbah 1
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الحمد لله الذى عاد علينا نِعمه فى كل نفس ولمحات وأسبغ علينا ظاهرة وباطنة فى الجلوات والخلوات. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذى امتن علينا لنشكره بأنواع الذكر والطاعات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء والمرسلين وسائر البريات. اللهم صل وسلم على سيّدنا محمّد وعلى أله وأصحابه أهل الفضل والكمالات.
الله أكبر أما بعد : أيها الحاضرون اتّقوا الله حقّ تقاته ولا تمو تنّ إلاّ وانتم مسلمون واشكروا نعمت الله الّتي وصلنا للإيمان ووصلنا إلى العيد الفطر المبارك.
قال الله تعالى في كتابه الكريم : ياأيهاالذين آمنوا اتّقوا الله والتنظر نفسٌ ما قدّمت لغدٍ وتّقوا الله إنّ الله خبيرٌ بما تعملون وقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: من نفّس عن مؤمنٍ كُرْبةٌ من كُربِ الدنيا نفّس الله عنه كربة من كرب يومِ القيامة' ومَن يَسّر على مُعسرٍ يسّر الله عليه في الدنيا والآخيرة' ومن ستَر مسلماً ستَره اللهُ في الدنيا والآخرة' والله في عونِ العبدِ مادام العبدُ في عون أخيه.
Alhamdulillah dengan penuh hidayah Allah SWT, di pagi yang cerah ini kita dapat bersama-sama melaksanakan shalat Idul Fitri 1437 H dengan penuh kekhusyukan, kebahagiaan, dan persaudaraan. Oleh karena itu marilah kita bersyukur atas nikmat Allah SWT atas hidayah dan inayah-Nya sehingga kita ditakdirkan untuk hadir bersama-sama di masjid yang dimuliakan Allah ini, karena masih banyak saudara-saudara kita yang berhalangan, tengah berada di jalan atau terbaring sakit.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,
Marilah bersama-sama kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dzat yang maha penyayang yang tak pandang sayang, dzat yang maha pengasih yang tak pernah pilih kasih, dengan cara menjalankan segala perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga khatib mengajak, marilah di pagi yang cerah ini kita buka seluas-luasnya pintu maaf yang telah lama tertutup, kita buka hati suci kita, pikiran jernih kita, kita singkirkan kotoran jiwa kita, yaitu rasa dendam, benci dan permusuhan di antara sesama saudara dan umat beragama. Mudah-mudahan kita yang hadir ini senantiasa tercatat dan digolongkan sebagai orang-orang yang mendapat ampunan Allah SWT, sebagaimana dalam hadits qudsi-Nya yang berbunyi:
إِذَا صاَمُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوا إلَى عِيدِكُمْ يَقُوْلُ اللهَ تَعاَلى ياَ مَلَا ئِكَتي كُلُّ عَاملٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ إِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُناَدي مُنَادٍ ياَ أُمّةَ مُحَمّد ارْجِعوْا إلَى مَنَازِلِكمْ قد بَدَلْتُ سَيِّئاَتِكُم حَسَنَاتٍ فيَقوُل اللهُ تَعالى ياَ عِبادي صُمتُم لي وافطَرْتم لي فَقُوموْا مَغْفوْراً لَكم
Artinya: "Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya, maka Allah pun berkata, 'Wahai malaikatku, setiap yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Seseorang kemudian berseru, 'Wahai umat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata, 'Wahai hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapat ampunan'.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,
Semalam suntuk kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil tanpa henti, tanpa lelah. Semua itu merupakan simbol kita mencintai dan mengagungkan asma Allah dengan penuh penghayatan dan pengharapan akan hari di mana kita akan berjumpa dengan Penguasa Alam. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW:
لِلصَّائِمِ فَرْحتَانِ فَرْحَةٌ عِندَ إفْطَارِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقاَءِ ربّهِ
Dua kebahagiaan bagi mereka yang berpuasa: (1) kebahagiaan ketika berbuka dan (2) kebahagiaan ketika bertemu langsung dengan Tuhannya.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,
Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنوْا أعْيَادَكم بِاالتَكبيرِ
"Hiasilah hari rayamu dengan Takbir"
Islam sesungguhnya telah mengajarkan umatnya agar senantiasa bertakbir. Saat adzan dikumandangkan, saat iqamah dilafadhkan, saat bayi dilahirkan, dan saat jenazah dikuburkan, kita bunyikan takbir.
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati kita sebagai wujud pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah, karena selain Allah semua kecil. sedangkan tasbih dan tahmid adalah wujud menyucikan asma Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh,
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صاَمَ رَمَضانَ ايْماناً وَاحْتِساباً غُفر لهُ ماَ تقدَّمَ مِنْ دنْبهِ
"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar maka diampuni dosa-dosanya yang telah lewat." (HR. Imam Muslim)
Terampuni dosa-dosa di sini adalah حَقُّ الله (haqqu Allah) atau hubungan manusia dengan Allah sedangkan apabila terjadi kekhilafan antarsesama manusia, maka akan terampuni apabila mereka saling memaafkan, saling ridha-meridhai. Oleh sebab itu mari kita buang sifat sombong kita, egois kita untuk senantiasa membuka pintu maaf dan memohon maaf jika khilaf. Dan seyogianya kita melakukan hal itu secara langsung ketika kita mumpun hidup di dunia.
Di dalam kitab Syarhul Hikam dijelaskan bahwa ahli waris tidak berhak untuk memberi maaf jika kesalahan dilakukan terhadap seseorang yang telah meninggal dunia, karena di akhirat nanti tidak ada perbuatan saling maaf memaafkan seperti sekarang ini di dunia kita lakukan. Lantas, bagaimana cara agar dapat menebus dosa terhadap si mayit. Yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak amal ibadah, karena di akhirat nanti mereka yang pernah kita aniaya akan menuntut dan meminta keadilan di hadapan Allah, sehingga amal ibadah kita akan diberikan kepada mereka.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW di dalam kitab Riyadus Shalihin, Abu Hurairah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ - رواه مسلم
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu? Para sahabat menjawab, 'Orang yang muflis (bangkrut) di antara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.' Rasulullah SAW bersabda, 'Orang yang bankrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) melaksanakan shalat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim)
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh
Nuansa hari raya seperti sekarang ini kita pasti membayangkan saat-saat begitu indahnya kebersamaan, berkumpul dengan sanak saudara, kita cium tangan kedua orang tua kita dengan rasa haru, kita meminta maaf atas salah dan khilaf kita. Begitulah tuntunan baginda Rasulullah SAW agar kita selalu berbakti kepada orang tua, menghormati mereka dan mengingat jerih payah mereka. Demikian tinggi derajat kedua orang tua kita sehingga berbuat baik terhadap orang tua adalah ibadah yang sangat di cintai Allah SWT. Suatu ketika sahabat Abdullah RA bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amal apakah yang dicintai Allah; beliau bersabda:
عَن عبدِ الله قاَل سألتُ النَبي صلى الله عليه وسلم أيُّ العَملِ أَحَبُّ إِلىَ الله عَزَّ وَجَلَّ قَالَ الصَّلاةُ عَلىَ وَقْتِهاَ قَالَ ثُمَّ أَيّ قاَلَ بِرُّ الوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيّ الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Dari Abdulullah RA berkata, saya bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, 'Apakah amalan yang lebih dicintai Allah?' Jawab beliau, 'Shalat dalam waktunya.' 'Kemudian apa?' 'Berbakti terhadap kedua orang tua.' 'Kemudian apa?' 'Berjuang di jalan Allah.'
Kemudian ada hadits yang kedua yang artinya, "Diceritakan dari Sahabat Abdullah bin Amr, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, 'Saya ingin berjihad ya Rasulullah.' Nabi menjawab, 'Apakah ibu bapakmu masih hidup, laki-laki tersebut menjawab, 'Masih.' Nabi bersabda, 'Berjuanglah menjaga kedua orang tuamu.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâh
Makna Idul Fitri selanjutnya adalah kita wajib menjaga persatuan dan kesatuan. Diawali dengan saling memaafkan, bersedia berkunjung dan bersilaturahim mempererat dan menyambung kembali orang-orang yang terputus dengan kita sebagaimana hadits shahih Imam Bukhari Muslim beliau bersabda:
مَنْ أحبَّ انْ يُبسطاَ لهُ فيِ رِزقِهِ وَيُنْسَأَ لهُ فيِ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه
Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan ditunda ajalnya (dipanjangkan usiannya) maka hendaknya menyambung hubungan familinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Ma'âsyiral muslimin wal muslimat rahimakumullâhAkhirnya semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai orang-orang pemaaf, orang-orang yang senang bersilaturahim, pembela agama Allah dan berbakti terhadap orang tua kita, dan semoga kita dipertemukan Allah di akhirat kelak dalam keadaan suci, bahagia bersama keluarga kita memasuki surga Nya Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal Aalamin.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
جعلنا الله واياكم من العائدين والفائزين والمقبو لين وادخلنا وايّاكم في زمرة عباده الصّالحين
واقول قولي هذا واستغفر لي ولكم ولوالدي ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفره إنّه هو الغفور الرّحيم
Khutbah 2
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر.
الحمد لله أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض بدوها وقراها، بلدانها وهدنها.
الله أكبر أما بعد : إخوانى الكرام ! استعدوا لجواب ربكم متى تخشع لذكر الله متى نعمل بكتاب الله ؟ قال تعالى ياأيها الذين أمنوا استجيبوا لله ولرسوله إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تخشرون.
الله أكبر. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم، وبارك على محمد وعلى أل محمد، كماباركت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.
الله أكبر. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.
الله أكبر. عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يشكركم. ولذكر الله أكبر.
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ.
(Amru Almu'tasim, Dosen Institut Agama Islam Uluwiyah Mojokerto dan Pengurus PC LTNNU Kabupaten Sidoarjo. Sekarang sedang studi S3 Doktor (MPI) di UIN Maliki Malang).
3. Merayakan Perbedaan dengan Bermaafan-maafan
Khutbah 1
اللهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ
للهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ، االلهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Jamaah Shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah,
Salah satu tujuan agama Islam diturunkan ke dunia ini yaitu untuk mewujudkan dan menjaga persaudaraan antarsesama manusia dengan segenap perbedaannya. Dalam QS. Hûd 118 Allah SWT berfirman:
وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ
Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Ia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi umat manusia senantiasa berbeda-beda."
Ibnu Katsîr (w. 774 H) dalam karya tafsirnya, Tafsîr al-Qur`ân al-'Adhîm, menafsirkan kata (وَلا يَزالُونَ مُخْتَلِفِينَ) yang berarti "manusia senantiasa berbeda-beda" dalam ayat di atas dengan penjelasan:
ولا يزال الخلف بين الناس في أديانهم واعتقادات مللهم ونحلهم ومذاهبهم وآرائهم
"Manusia senantiasa akan terus berbeda-beda dalam hal agama, keyakinan, tradisi, madzhab, dan pendapat."
Diceritakan dalam tafsir Ath-Thabarî, suatu ketika Nabi SAW sangat berharap semua umat manusia di muka bumi ini mengimaninya, mempercayai bahwa beliau seorang utusan Allah yang harus diikuti, namun Allah segera mengingatkannya bahwa tidak seorang pun di dunia ini punya hak untuk memaksa seseorang dalam keimanan yang sama. Kapasitas Nabi Muhammad SAW hanya sebatas menjadi pemberi kabar gembira (mubasysyir) dan pemberi peringatan (mundzir), bukan sebagai pemaksa (mukrih).
Dalam QS. Yûnus 99 Allah SWT berfirman:
وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَأٓمَنَ مَن فِي ٱلۡأَرۡضِ كُلُّهُمۡ جَمِيعًاۚ أَفَأَنتَ تُكۡرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُواْ مُؤۡمِنِينَ
"(Wahai Muhammad), jika Tuhanmu menghendaki, niscaya semua orang di muka bumi secara keseluruhan beriman (kepadamu). Maka apakah engkau (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"
Diceritakan oleh Abû Hurairah RA, ketika paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Abû Thâlib hendak wafat, Nabi SAW meminta kepadanya supaya beriman kepada Allah dan utusan-Nya. Lalu Allah mengingatkan bahwa yang punya hak memberikan petunjuk atau hidâyah kepada manusia hanya Allah SWT semata.
إِنَّكَ لَا تَهۡدِي مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
"(Wahai Muhammad) sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberi petunjuk kepada orang yang engkau sayangi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (QS. Al-Qashash 56).
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan Allah,
Ayat-ayat di atas hendak menegaskan bahwa perbedaan yang terjadi di sekitar kita bagian dari ketetapan Allah dalam menciptakan makhluk-Nya, sehingga kita tidak boleh memaksakan kehendak supaya semua makhluk menjadi sama. Perbedaan merupakan anugerah yang patut kita syukuri dengan cara saling mengenali, memahami dan mengerti sehingga tercipta kehidupan yang rukun, aman, damai dan penuh dengan persaudaraan yang puncaknya kita dapat saling tolong menolong dalam kebaikan demi kemudahan menjalani kehidupan bersama.
Dalam berhubungan antar manusia atau disebut dengan mu'âmalah, Islam mengajarkan supaya mengedepankan dua prinsip, yaitu berlaku adil (al-'adl) dan berbuat baik (al-ihsân) sebagaimana dijelaskan dalam ayat al-Quran yang selalu dibaca dalam setiap khutbah, baik khutbah Jumat, Idul Fitri maupun lainnya. Ayat tersebut berbunyi:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
"Sesungguhnya Allah menyuruh atau memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik atau kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Allah memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl 90).
Ayat ini sejak tahun 99 H, yakni sejak 1.341 tahun yang lalu dibaca oleh para khâthib dalam setiap khutbah Jumat atas perintah dari Umar bin Abdul Azîz yang saat itu menjadi pemimpin umat Islam. Sebelumnya, yakni sejak terjadi perang antarumat Islam, antara orang-orang yang anti terhadap sahabat Ali bin Abî Thâlib dengan orang-orang yang fanatik kepada Mu'âwiyah bin Abî Sufyân para khâthib kerap menyampaikan caci maki terhadap orang-orang yang ia anggap sebagai musuhnya. Lalu oleh Umar bin Abdul Aziz, para khathib diminta untuk menghilangkan perkataan-perkataan yang mengandung unsur permusuhan dan kebencian di dalam khutbahnya dan diganti dengan membaca QS. An-Nahl 90 di atas.
Kandungan ayat ini menurut Syaikh Muhammad Ath-Thâhir bin 'Âsyûr dalam kitabnya, At-Tahrîr wa at-Tanwîr, dikatakan sebagai prinsip dalam syariat Islam. Demikian juga Syaikh Izzuddîn bin Abdis Salâm mengatakan bahwa ayat tersebut menjadi bangunan dasar di dalam semua rumusan hukum Islam atau fiqih.
Ayat tersebut berisi kewajiban bagi umat Islam untuk berlaku adil (al-'adl) dan berbuat baik atau bijaksana (al-ihsân). Berlaku adil artinya memberikan hak kepada orang yang berhak (i'thâ`u al-haqq ilâ shâhibihi). Contoh tentang hal ini banyak sekali, misalnya jika kita punya tetangga yang sama-sama punya hak untuk lewat di jalan tertentu, maka kita tidak boleh melarangnya, karena kita dan dia memiliki hak yang sama. Jika di negara kita ini setiap orang berhak untuk menjalankan agamanya masing-masing, maka kita tidak boleh melarang orang lain yang berbeda dengan kita untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, dan seterusnya. Sedangkan al-ihsân atau berbuat baik artinya seseorang dalam berhubungan dengan orang lain harus memberikan pelayanan yang terbaik dan disenangi olehnya.
Dalam ayat di atas disebutkan juga perintah îtâ`i dzi al-qurbâ, yakni perintah "memberi kepada kerabat". Perintah ini bagian dari contoh berbuat adil dan berbuat baik. Contoh ini sengaja disebutkan di dalam Al-Qur'an karena seseorang kerap lupa memberikan pertolongan kepada orang yang terdekat, orang tua, keluarga, maupun tetangga. Seseorang terkadang tahu bahwa keluarganya sendiri atau tetangganya membutuhkan pertolongan, tapi seseorang sering melalaikannya dengan memilih atau mengurus orang yang jauh. Karena itu berbuat adil dan berbuat baik harus dimulai dari yang terdekat, keluarga, tetangga, teman dan seterusnya.
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Hadirin hadirat yang berbahagia,
Dalam berinteraksi dengan sesama manusia, selain Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik, Allah juga melarang berbuat kerusakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain atau disebut al-fahsyâ` dan al-munkar, seperti membunuh, melukai, mencuri, minum arak dan yang lainnya. Contoh perbuatan buruk yang disebutkan dalam ayat di atas adalah bertindak sewenang-wenang dalam berhubungan dengan sesama manusia atau bahkan makhluk Allah yang lain. Dalam ayat di atas disebut dengan istilah al-baghyu.
Al-Baghyu atau melakukan tindakan yang sewenang-wenang, ngawur, seenaknya sendiri sesuai dengan keinginan nafsunya bagian dari perilaku orang-orang Arab sebelum Al-Qur'an diturunkan atau disebut dengan "masa jahiliyah" yang berarti masa yang manusianya tidak bijaksana.
Masyarakat Arab pada masa jahiliyah adalah masyarakat pemarah, pemberani dan mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan segala persoalan. Jika ada orang dari sukunya dicaci maki maka mereka akan melakukan perang sampai bertahun-tahun. Hanya karena merasa tersinggung maka ia akan menyerang terhadap orang yang dianggap menyinggungnya. Islam datang untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, jika seseorang marah Islam mengajarkan untuk bersabar. Diceritakan di dalam hadis Nabi Muhammad SAW, ketika Nabi SAW dan sahabatnya terus menerus dicaci maki oleh orang-orang kafir Quraisy, bahkan Nabi SAW diancam hendak dibunuh, para sahabat Nabi tidak terima dan ingin membalasnya, tapi Nabi Muhammad SAW justru berpesan supaya bersabar.
لا تتمنوا لقاء العدو، وإذا لقيتموهم فاصبروا
"Janganlah kalian berharap bertemu musuh, jika kalian bertemu dengannya maka bersabarlah."
Al-Quran turun dalam kondisi masyarakat yang pemarah dan pendendam, karena itu "larangan berbuat sewenang-wenang dan bermusuhan" secara khusus disebutkan di dalam ayat tersebut. Tujuannya sebagai peringatan supaya dalam bermuamalah atau berhubungan dengan sesama manusia apabila ada masalah maka harus mengedepankan dialog, musyawarah, daripada menyelesaikannya dengan cara-cara kekerasan yang itu dilarang keras oleh agama yang mengajarkan nilai-nilai kasih sayang (rahmatan li al-'âlamîn).
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan Allah,
Jadi, Islam selain mengakui bahwa manusia berbeda-beda dalam banyak hal, dalam waktu bersamaan Islam juga mewajibkan umatnya untuk selalu menjaga persaudaraan dan melarang keras bermusuhan.
Pada hari ini kita merayakan Idul Fitri yang salah satu tradisinya di kita saling meminta maaf, bermaaf-maafan atau halal bi halal, hal ini menjadi momentum terbaik bagi kita untuk merajut kembali ukhuwwah basyariyah (persaudaraan antarumat manusia) dan ukhuwwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa setanah air) atas salah atau khilaf yang barangkali pernah kita lakukan kepada keluarga, orang tua, tetangga, teman dan yang lainnya.
Dalam kitab-kitab fiqih dijelaskan bahwa berbuat salah kepada Allah atau melanggar hak Allah (huqûqullah) cara menghapusnya cukup dengan bertobat, yakni meninggalkan kesalahannya dan meminta ampunan kepadanya. Tapi berbuat salah kepada manusia atau melanggar hak-hak manusia (huqûq al-âdamî) maka seseorang harus meminta ridla dan memohon maaf kepadanya secara langsung. Jika kesalahan itu berkaitan dengan materi, misalkan pernah mengambil harta bendanya tanpa seizin pemiliknya maka harta benda itu harus dikembalikan dan meminta maaf kepadanya.
Hari raya Idul Fitri ini mari kita jadikan sebagai permulaan untuk tetap meningkatkan ibadah sebagaimana yang kita lakukan pada bulan Ramadhan, sekaligus menghentikan perbuatan dosa dan salah baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia, baik yang seagama maupun yang berbeda, yang sepaham maupun yang berlainan. Perbedaan adalah takdir Allah dan menjaganya dengan tetap bersaudara adalah perintah agama.
Demikian khutbah yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kesalahan. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
تقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ عِيْدِنَا، وَأَعِدْهُ عَلَينَا أَعْوَامًا عَدِيْدَةً
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَاَقوْلُ قوْلِى هَذَا، وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتغْفِروهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah 2
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ
اللهُ أكبرُ، وللهِ الحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الرَّحِيمِ الرَّحْمَنِ، أَمَرَ بِالتَّرَاحُمِ وَجَعَلَهُ مِنْ دَلاَئِلِ الإِيمَانِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ الْمُتَوَالِيَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ الرَّحْمَةُ الْمُهْدَاةُ، وَالنِّعْمَةُ الْمُسْدَاةُ، وَهَادِي الإِنْسَانِيَّةِ، إِلَى الطَّرِيقِ الْقَوِيمِ. فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ. إنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى فِيْهِ بِمَلَائِكَتِهِ، فقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. وقالَ رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً. اللَّهُمَّ صلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الْأَكْرَمِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.
(Khoirul Anwar, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah)
4. Cara Orang Cerdas Berhari Raya
Khutbah 1
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
الْحَمْدُ ِللهِ الْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّبَعَ رِضَاهُ، الْمُنْتَقِمِ مِمَّنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ، الَّذِى يَعْلَمُ مَا أَظْهَرَهُ الْعَبْدُ وَمَا أَخْفَاهُ، الْمُتَكَفِّلُ بِأَرْزَاقِ عِبَادِهِ فَلاَ يَتْرُكُ أَحَدًا مِنْهُمْ وَلاَيَنْسَاهُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى مَاأَعْطَاهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
أَمّأَبَعْدُ؛ فَيَآ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ وَتَمْجِيْدٍ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah,
Pertama, mari kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan segenap kemampuan berusaha melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Alhamdulillah di hari yang penuh kemuliaan dan kemenangan ini, seluruh umat Islam di seluruh dunia memperingati hari raya setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan, yaitu hari raya Idul Fitri. Karena itu dalam Khutbah 1ni, khatib akan menjelaskan apa makna Idul Fitri, bagaimana kita beridul fitri yang sesuai tuntunan Al-Qur'an Sunnah dan para ulama, dan apa pelajaran penting yang dapat kita petik dari momentum hari raya idul fitri yang mulia ini?
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah,
Hari raya Idul Fitri adalah hari raya kemenangan umat Islam. Umat Islam sudah seharusnya mengetahui apa makna Idul Fitri. Kata "id" berasal dari akar kata âda - ya'ûdu yang artinya kembali, sedangkan kata fitri sebagaimana dalam kamus Munjid halaman 555 bermakna berbuka bagi orang yang berpuasa. Dengan demikian, makna Idul Fitri adalah kembali berbuka puasa setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Kata Fitri memiliki kaitan dengan kata fitrah, dalam kamus yang sama kata "fitrah" bermakna agama yang benar dan tabiat asal kejadian manusia. Maksudnya, setiap orang yang berpuasa selama bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas karena Allah, akan diampuni segenap dosanya yang telah lampau. Sehingga pada hari raya ini umat Islam kembali pada fitrah, bagaikan bayi yang suci dan bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan. Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari juz 3 halaman 26 meriwayatkan hadits, Nabi bersabda:
وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas karena Allah, diampuni dosa-dosanya yang telah lampau."
Dari hadits di atas, setiap kaum Muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan karena Allah ta'ala, pada hari raya ini ia terbebas dari segala dosa, bersih suci sebagaimana bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Sebagaimana sabda Nabi:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (Islam). Kedua orang tuanya yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR Bukhari, juz 2, halaman 100).
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah,
Bagaimana kita beridul fitri yang sesuai tuntunan Al-Qur'an Sunnah dan para ulama?
Musthafa As-Siba'i dalam kitab Hakadza Allamtani Al-Hayat juz 1 halaman 118 membagi cara beridul fitri menjadi tiga bagian, pertama, cara beridul fitri orang cerdas dan berakal. Orang cerdas melihat idul fitri sebagai kesempatan untuk menambah ketaatan dan ibadah kepada Allah ﷻ. Dengan silaturrahim, halal bihalal, saling bermaafan, memberi sedekah, dan menolong orang lain.
Kedua, cara beridul fitri orang bodoh, orang yang melihat Idul Fitri sebagai kesempatan untuk menambah maksiat dan melampiaskan hawa nafsunya, seperti mencela, menghina, membuat ujaran kebencian, menebarkan hoaks, dan memecah belah umat Islam.
Ketiga, cara beridul fitri orang khilaf dan anak-anak. Orang khilaf dan anak-anak melihat idul fitri sebagai kesempatan untuk bermain bersama teman-temannya, bersenang-senang, belanja baju baru dan mendapatkan banyak fitrah dari keluarga dan sanak saudara.
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah
Salah satu cara beridul fitri orang cerdas dan berakal, adalah menghidupkan tradisi yang amat baik selepas Idul Fitri, yaitu tradisi saling memaafkan, atau lebih dikenal di Indonesia dengan tradisi halal bi halal. Yang memiliki kesalahan meminta maaf pada yang disalahi; yang disalahi memberi maaf kepada yang bersalah. Tradisi ini sesuai dengan firman Allah ﷻ dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 199:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh."
Selain itu, dalam sebuah hadits dijelaskan, orang yang bersalah diperintahkan untuk segera meminta maaf atas kesalahannya. Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari juz 3 halaman 129. Nabi bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
"Barangsiapa memiliki kesalahan terhadap saudaranya, baik moral maupun material, segera meminta kehalalannya hari itu juga, sebelum sampai pada hari tiada dinar dan dirham. Jika hal tersebut terjadi, bila ia memiliki amal baik, amal tersebut akan diambil sesuai kadar kesalahannya. Namun bila ia sudah tidak memiliki kebaikan, maka ia akan ditimpakan kesalahan dari saudara yang ia salahi. Menjadi jelas, mumpung hari ini semua orang sedang bahagia dengan menyambut hari raya idul fitri, semua orang mudah memberi maaf, semua orang dalam keadaan lapang, mari kita manfaatkan momentum berharga ini untuk saling bermaafan.
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah
Pada momentum hari raya idul fitri ini, kita diperintahkan Allah ﷻ untuk peduli terhadap sesama, yaitu kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrah sebanyak 1 sha', kurang lebih 2.75 kilogram. yang dikeluarkan sebelum shalat hari raya Idul Fitri. Sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah Juz 1 halaman 585:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِين مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
"Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang puasa dari kejelekan dan untuk memberikan makan bagi orang miskin. Siapa membayar zakat fitrah sebelum shalat id, merupakan zakat fitrah yang diterima. Dan siapa yang membayar zakat usai shalat id, dianggap sebagai sedekah. (HR Ibnu Majah)
Tujuan zakat fitrah adalah untuk menyucikan diri orang yang berpuasa dari segala bentuk kesalahan selama berpuasa. Tidak terasa orang berpuasa berkata kotor, melakukan ujaran kebencian, atau menebarkan hoax, maka zakat fitrah ini berfungsi untuk menyucikan jiwa orang yang berpuasa agar menjadi insan yang mulia. Selain itu zakat fitrah bertujuan untuk berbagi terhadap sesama muslim yang membutuhkan, jangan sampai di hari raya yang mulia ini mereka masih memikirkan kebutuhan pangan. Inilah kemuliaan agama Islam yang tidak hanya memperhatikan ibadah secara vertikal kepada Allah ﷻ, namun juga memperhatikan terhadap kebutuhan sesama muslim yang membutuhkan.
Ma'asyiral muslimin hafidhakumullah
Apa pelajaran penting yang dapat kita petik dari hari raya idul fitri ini? Ibnu Rojab dalam Kitab Lathoiful Ma'arif, juz 1, halaman 277 mengatakan:
لَيْسَ الْعِيْد لِمَنْ لَبِسَ الْجدِيْد إِنَّماَ اْلعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْد لَيْسَ الْعِيْد لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالرُّكُوْبِ إِنَّمَا العِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْب
"Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang memakai pakaian baru tanpa cacat, hari raya id diperuntukkan bagi orang yang semakin bertambah ibadah dan taat. Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya, hari raya Id diperuntukkan bagi orang yang diampuni dosa-dosanya."
Hari raya idul fitri adalah jembatan untuk meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah ﷻ. Sebagaimana tujuan diperintahkan puasa, yaitu menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah ﷻ. Jika sebelum bulan Ramadhan, ibadah kita belum baik, banyak melakukan kesalahan dan kejelekan, setelah hari raya Idul Fitri ini, kita berkomitmen untuk memperbaiki diri, memperbaiki kesalahan, dan meminimalisir kesalahan dan kejelekan.
Mari kita contoh puasanya ulat, sebelum berpuasa ia menjadi hewan yang menjijikkan, namun setelah berpuasa selama beberapa waktu, ia menjadi kupu-kupu yang bersih dan disukai oleh banyak orang. Jangan sampai kita berpuasa sebagaimana ular, tiada perbedaan selama melakukan puasa, bahkan setelah puasa ia lebih ganas dari sebelumnya. Na'ûdzu billâhi min dzâlik. Semoga hari raya idul fitri ini menjadi momentum bagi kita untuk semakin baik, semakin peduli, semakin indah, cinta damai dan semakin rukun. Aamiin.
بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإياكم بفهمه إنه هو البر الرحيم
Khutbah 2
اَللهُ أَكْبَرُ 7×، اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ "إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا". اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Rustam Ibrahim, Dosen UNU Surakarta, Wakil Katib Syuriyah PCNU Boyolali)
5. Makna Idul Fitri dan Syawal
Khutbah 1
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صدق الله العظيم
Ma'asyiral Muslimin hafidhakumullah,
Pada saat ini kita semua patut bersyukur bahwa bulan suci Ramadhan baru saja kita lalui bersama dengan baik. Ini berarti kita semua telah lulus ujian, yakni berhasil menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh sesuai dengan ketentuan syari'at. Sekarang juga, kita patut bergembira karena di samping telah berhasil menambah pundi-pundi pahala, juga dosa-dosa kita diampuni oleh Allah subhanahu wata'ala. Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu sebagai berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Dari hadits tersebut lahirlah makna Idul Fitri yang dalam konteks Indonesia tidak hanya secara bahasa bermakna Hari Raya setelah berakhirnya Ramadhan, atau yang dalam Kamus Al-Maany dimaknai sebagai اَليَوْمُ اْلأوَّلُ الَّذِي يَبْدَأُ بِهِ الإفْطَارُ لِلصَّائِمِيْنَ (hari pertama bagi orang-orang yang berpuasa Ramadhan mulai kembali berbuka [dengan makan dan minum seperti di hari-hari biasa]), tetapi juga secara konseptual bermakna "kembali suci" seperti ketika kita baru terlahir ke dunia.
Makna secara konseptual tersebut, yakni "kembali suci", secara budaya telah diterima umat Islam Indonesia dari generasi ke generasi dengan merujuk pada maksud hadits di atas. Setidaknya hal ini merupakan doa kita semua kepada Allah dan semoga dikabulkan. Amin. Namun demikian perlu ada ketegasan bahwa yang dimaksud "kembali suci" dalam konteks ini adalah terbebas dari dosa-dosa kepada Allah subhanahu wata'ala saja karena hanya menyangkut hablum minallah. Sedangkan "kembali suci" dari dosa-dosa kepada manusia tidak otomatis terjadi karena hal ini menyangkut hablum minannas. Semua persoalan yang terkait dengan sesama manusia harus diselesaikan sendiri antar sesama manusia.
Oleh karena itu, kita akan benar-benar mencapai Idul fitri dalam arti "kembali suci" seperti ketika baru terlahir ke dunia apabila urusan dosa-dosa dengan sesama manusia bisa kita selesaikan dengan berakhirnya Ramadhan. Tentu saja lebih baik urusan dosa dengan sesama manusia bisa kita selesaikan sesegera mungkin tanpa menunggu berakhirnya Ramadhan. Jadi maksudnya, jangan sampai hingga datangnya bulan Syawal ini kita masih memiliki dosa-dosa dengan sesama manusia yang belum terselesaikan.
Jika itu terjadi, maka sudah pasti dosa-dosa kepada sesama manusia tersebut akan menghalangi kembalinya kita kepada "fitrah" atau "suci". Hal inilah yang kemudian melahirkan tradisi saling bermaaf-maafan diantara umat Islam yang di Indonesia dikenal dengan Halal bi halal. Tradisi ini tentu saja baik karena dapat memperbaiki hubungan antar sesama manusia yang kadang-kadang memang sulit terhindar dari konflik, ketegangan dan bahkan permusuhan.
Ma'asyiral Muslimin hafidhakumullah,
Datangnya Idul Fitri membawa kita semua kembali pada kesucian sebagaimana telah diuraikan di atas. Lalu, bagaimanakah kita menyikapi hari-hari setelah kita kembali pada keadaan suci ini? Setidaknya ada dua jawaban sebagai berikut:
Pertama, kita hendaknya meneruskan kebaikan yang sudah dicapai selama Ramadhan. Dalam kaitan ini Syekh Muhammad ibn 'Umar Nawawi al-Bantani mengingatkan salah satu dari kesepuluh amaliah sunnah Ramadhan dalam kitabnya berjudul Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi'in, yakni istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadhan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.
Jika kita bisa melanjutkan amaliah-amaliah sunnah di bulan Ramadhan seperti menahan lisan dan anggota badan lainnya dari perkara-perkara yang tak berguna - apalagi perkara-perkara haram, memperbanyak sedekah, memperbanyak i'tikaf, mengkhatamkan Al-Quran setidaknya sebulan sekali, dan sebagainya, maka itu berarti kita melakukan upaya peningkatan kualitas ruhani kita. Peningkatan semacam itu sejalan dengan makna kata "Syawal" (شَوَّالُ) yang secara etimologis berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang berarti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yang dalam bahasa Indonesia berarti "meningkatkan".
Tentu saja mungkin kita tidak bisa melakukan persis sama dengan apa yang kita lakukan selama Ramadhan dalam rangka peningkatan amal karena berbagai alasan seperti kesibukan menjalankan tugas sehari-hari dan sebagainya. Tetapi setidaknya ada ikhtiar kita untuk melestarikan ibadah-ibadah seperti itu, misalnya dengan menjauhi maksiat, berpuasa 6 hari di bulan Syawal dan sebagainya. Ramadhan memang dimaksudkan sebagai bulan tarbiyah atau bulan pendidikan dimana umat Islam digembleng selama sebulan penuh agar menjadi orang-orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala.
Ma'asyiral Muslimin hafidhakumullah,
Kedua, menjaga agar kita tidak mengalami kebangkrutan amal yang telah kita raih baik sebelum dan selama Ramadhan dengan cara tidak menzalimi orang lain. Dalam hal ini Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menjelaskan tentang kebangkrutan amal sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah dalam sebuah berikut ini:
"أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟"قَالَ
Artinya, "Tahukah kalian siapakahorang yang mengalami kebangkrutan amal? Tanya Rasulullah kepada para sahabat. Mereka menjawab:
قَالُوْا: اَلْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ
Artinya, "Para sahabat menjawab : Orang bangkrut menurut pendapat kami ialah mereka yang tiada mempunyai uang dan tiada pula mempunyai harta benda."
فَقَال
Artinya, "Maka Nabi menjawab":
"إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي، يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هٰذَا، وَقَذَفَ هٰذَا، وَأَكَلَ مَالَ هٰذَا، وَسَفَكَ دَمَ هٰذَا، وَضَرَبَ هٰذَا. فَيُعْطِى هٰذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهٰذَا مِنٰ حَسَنَاتِهِ. فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ، قَبْلَ أَنْ يَقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ. ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ"
Artinya, "Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku ialah mereka yang pada hari kiamat membawa amal kebaikan dari shalat, puasa, dan zakat. Tetapi mereka dahulu pernah mencaci maki orang lain, menuduh (dan mencemarkan nama baik) orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain dan memukul orang lain. Maka kepada orang yang mereka salahi itu diberikan pahala amal baik mereka; dan kepada orang yang lain lagi diberikan pula amal baik mereka. Apabila amal baik mereka telah habis sebelum utangnya lunas, maka diambillah kesalahan orang yang disalahi itu dan diberikan kepada mereka; Sesudah itu, mereka yang suka mencaci, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, dan memukul orang lain itu, akan dilemparkan ke dalam neraka."
Ma'asyiral Muslimin hafidhakumullah,
Hadits tersebut hendaklah dapat kita hayati bersama karena memberikan kesadaran kepada kita betapa pentingnya menghindari perbuatan mendzalimi sesama manusia. Alasannya adalah kedzaliman-kedzaliman seperti itu dapat membuat kita bangkrut secara agama, yakni ludesnya amal-amal kebaikan kita yang telah kita kumpulkan dengan susah payah selama bertahun-tahun, bahkan selama hidup kita.
Utuk itu apabila kita sayang pada diri sendiri, maka jagalah agar amal-amal baik kita bisa kita rawat dengan sebaik-baiknya sehingga tidak musnah sia-sia, dengan cara kita harus bisa mengendalikan diri kita sehingga orang lain selamat dari perbuatan mendzalimi orang lain seperti: menyakiti hati, menghujat dan memaki, memfitnah dan menuduh tanpa bukti, mengambil hak seperti mencuri dan korupsi, membunuh, menyakiti secara fisik, dan sebagainya.
Ma'asyiral Muslimin hafidhakumullah,
Mudah-mudahan apa yang khatib sampaikan tadi terkait dengan apa yang harus kita lakukan setelah Ramadhan, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan khususnya bagi khatib pribadi. Mudah-mudahan pula kita semua senantiasa mendapat petunjuk dari Allah subhanahu wata'ala sehingga hal-hal jelek seperti yang tadi khatib kemukakan benar-benar dapat kita hindari bersama, dan akhirnya kita semua kelak diterima di sisi Allah subhanahu wata'ala dan ditempatkan di surga bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan orang saleh lainnya. Amin... Amin ya Rabbal 'alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah 2
اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta)
6. Meneguhkan Islam Rahmatan Lil 'Alamin
Khutbah 1
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أكبَرُ (3×)
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأبْدَر
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَر
اللهُ أَكْبَرُ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَر
وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَر
وَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَر.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ للهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلأَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ.
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلأَكْبَرُ وَأَشْهَدٌ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّر. اللهُ أَكْبَرُ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah.
Pada hari raya yang berbahagia ini mari kita merenung sejenak tentang kondisi bangsa kita akhir-akhir ini mulai mengarah pada kondisi terjadinya intoleransi. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya kecenderungan memaksakan kehendak dengan cara ekstrem, bahkan teror, demi mewujudkan apa yang mereka yakini sebagai yang paling benar. Hal ini bermula dari mudahnya seseorang menghukumi kafir orang lain, mudah menghukumi sesat orang lain, dan meyakini tidak ada kemungkinan kebenaran di pihak lain.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi tersebut bersumber dari kesalahpahaman tentang ajaran Islam, yang kemudian membuka peluang timbulnya paham keislaman yang melenceng dari semangat rahmatan lil 'alamin. Akibatnya, munculah intoleransi yang menjurus kepada tindakan radikal, ekstrem, dan teror.
Perselisihan dalam umat Islam akhirnya juga tak jarang dimanfaatkan pihak lain yang mengingikan umat Islam tidak bersatu dan tidak mengingikan Islam sebagai agama pembawa rahmat dan pembawa kesejahteraan bagi seluruh alam. Pihak lain ini mengusung agenda menjauhkan dari negara yang berdasarkan spiritualitas dalam menjalankan, kebernegaraan dengan terus dijejali oleh kehidupan serba matrialis (duniawi) dan liberal (bebas).
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah.
Karena itu, pemahaman awal yang perlu ditanamkan adalah bahwa Islam hadir sebagai agama kasih sayang yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya: "Dan tidak saya utus Engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al Anbiya: 107)
Misi Islam yang mulia ini tidak akan terwujud kecuali dengan landasan berpikir dan bertindak bijak, adil, dan proporsional . Allah telah berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
Artinya: "Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat yang adil agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu." (QS. al-Baqarah: 143)
Lantas bagaimana agar bisa berpikir dan bertindak bijak, adil dan proposional? Jawabannya adalah dengan mengikuti manhaj atau sistem yang telah disepakati oleh mayoritas para ulama dan ada jaminan ketersambungan sanad keilmuannya sampai kepada Rosululloh SAW. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan petikan teks hadits berbunyi "ma ana alaihi wa ashabi" yang kemudian masyhur di sebut dengan golongan Ahlussunnah wal Jemaah atau sering disingkat dengan aswaja.
Dalam kitab Syarhul 'Aqidati at Thahawiyyah Halaman 43 diterangkan bahwa Rasulullah SAW telah menjelaskan yang dimaksud dengan pengikut Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah kelompok Ahlussunnah wal Jemaah.
فَبَيَّنَ صلى الله عليه وسلم أَنَّ عَامَةَ الْمُخْتَلِفِيْنَ هَالِكُونَ مِنَ الْجَانِبَيْنِ إِلَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
Artinya: "Maka Nabi Muhammad SAW menjelaskan, sesungguhnya seluruh orang-orang yang berselisih itu binasa kecuali kelompok Ahlussunnah wal Jemaah."
Bagi warga NU sendiri, pola yang diambil dalam mengikuti manhaj Ahlussunnah wal Jemaah adalah dengan model bermadzhab. Bermadzhab yang berarti taklid atau mengikuti metode dan produk hukumnya para imam mujtahid. Sebagaimana telah menjadi kesepakatan para ulama tentang bermadzhab. Dalam kitab al-Kaukab as-Sathi' fi Jam'il Jawami' disebutkan:
حُكْمُ التَّقْلِيْدِ حَرَامٌ عَلَى مُجْتَهِدٍ وَوَاجِبٌ عَلَى غَيْرِ مُجْتَهِدٍ كَمَا قَالَ اَلسُّيُوطِي: ثُمَّ اَلنَّاسُ مُجْتَهِدٌ وَغَيْرُهُ فَغَيْرُ الْمُجْتَهِدِ يَلْزَمُهُ اَلتَّقْلِيْدُ مُطْلَقاً عَامِيًا كَانَا أَوْ عَالِمًا.
Artinya: "Hukum taklid adalah haram bagi seorang mujtahid dan wajib bagi bukan seorang mujtahid, sebagaimana as-Suyuthi telah berkata bahwa manusia itu ada yang mujtahid ada yang bukan, dan yang bukan mujtahid wajib baginya taklid secara mutlak baik orang umum maupun orang yang 'alim
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah,
Mengikuti paham Aswaja dengan pola bermadzhab mempunyai kelebihan; pertama akan meminimalisir ketersesatan. NU memahami betul bahwa kadar kemampuan umat Islam sebagai individu seorang muslim sangat beragam kemampuan, apalagi wilayah garapan NU adalah masyarakat awam yang berada di pelosok pedesaan, tentunya tanpa mengharamkan individu umat Islam menjadi seorang mujtahid. Disebutkan dalam kitab Miaznul Kubro yang teksnya berbunyi:
فِيْ الْمِيْزَانِ الشَّعْرَانِيِّ مَا نَصُّهُ: كَانَ سَيِّدِيْ عَلِيٌّ الْخَوَاصُّ رَحِمَهُ اللهُ إِذَا سَأَلَهُ اِنْسَانٌ عَنِ التَّقْيُّدِ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ. هَلْ هُوَ وَاجِبٌ أَوْ لاَ يَقُوْلُ لَهُ يَجِبُ عَلَيْكَ التَّقَيُّدُ بِمَذْهَبٍ مَا دَامَتْ لَمْ تَصِلْ إِلَى الشَّرِيْعَةِ اْلأُوْلَى خَوْفًا مِنَ الْوُقُوْعِ فِيْ الضَّلاَلِ وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْيَوْمَ
Artinya: Imam Al-Sya'roni dalam Kitab Mizanul Kubro menegaskan, Tuanku Ali al-Khawash ditanya tentang bermadzhab, apakah wajib atau tidak? Beliau menjawab, kamu wajib bermadzhab selagi belum mampu untuk memahami syari'ah secara sempurna, khawatir terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Itulah yang diamalkan oleh manusia saat ini.
Kelebihan yang kedua, adalah bahwa Aswaja NU berkiblat kepada para Imam Mujtahid yang dalam menyusun methode dan produk hukum tersebut bersumber dari semua potensi yang ada. Potensi yang dimaksud adalah sumber dalil atau petunjuk yang didapati dari ad-dalail as-sam'iyyah berupa Al-Qur'an, al-Hadits dan perkataan ulama, ad-dalail al 'aqliyyah berupa; rasio dan panca indera, dan ad-dalail al 'irfaniyyah berupa;Kasyaf dan Ilham. Dengan memanfaatkan sumber dalil dari semua potensi yang ada menjadikan hati hati dan bijaksana dalam menyelesaikan setiap persoalan.
Seperti di dalam kitab Ithaafu al-Saadati al-Muttaqiin juz 2, halaman 6, Imam Taajuddin al-Subki (semoga Allah merahmatinya) telah berkata:
اِعْلَمْ أَنَّ أَهْلَ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ كُلَّهُمْ اِتَّفَقُوا عَلَى مُعْتَقِدٍ وَاحِدٍ فِيْمَا يَجِبُ وَيَجُوْزُ وَيَسْتَحِيْلُ، وَاِنْ اِخْتَلَفُوا فِي الطُّرُقِ اَلْمَبَادِئِ اَلْمُوْصِلَةِ لِذَلِكَ أَوْ فِي لُمِيَّةِ مَا هُنَالِكَ وَبِالْجُمْلَةِ فَهُمْ بِاْلِاسْتِقْرَاءِ ثَلَاثُ طَوَائِفٍاَلُأوْلَى: أَهْلُ الْحَدِيْثِ وَمُعْتَمِدُ مَبَادِيهِمْ اَلْأَدِلَّةُ اَلسَّمْعِيَّةُ: أَعْنِى اَلْكِتَابُ ، اَلسُّنَّةُ وَاْلِإجْمَاعُ. اَلثَّانِيَةُ: أَهْلُ النَّظْرِاَلْعَقْلِي وَالصِّنَاعَةِ اَلْفِكْرِيَّةِ وَهُمْ اَلْأَشْعَرِيَّةُ وَالْحَنَفِيَّةُ وَشَيْخُ الْأَشْعَرِيَّةِ أَبُو الْحَسَنِ اِلْأَشْعَرِي، وَشَيْخُ الْحَنَفِيَّةِ أَبُوْ مَنْصُوْرٍ اَلْمَاتُرِيْدِيِّ اَلثَّالِثَةُ: أَهْلُ الْوُجْدَانِ وَالْكَشْفُ وَهُمْ اَلصُّوْفِيَّةُ ، وَمَبَادِيْهِمْ مَبَادِئُ أَهْلِ النَّظْرِ وَالْحَدِيْثِ فِي الْبِدَايَةِ ، وَالْكَشْفُ وَالْإِلْهَامُ فِي النِّهَايَةِ.
Artinya: "Ketahuilah bahwa Ahlussunnah wal Jemaah itu adalah mereka yang telah bersepakat terhadap akidah yang satu didalam apa yang wajib, jaiz dan mustahil. Jika mereka terdapat perselisihan itu hanya dalam metode atau didalam sebab dan illatnya.Secara umum dapat digolongkan menjadi tiga yaitu; pertama; ahlul hadits. Prinsip dasar mereka adalah penggunaan dalil-dalil wahyu (naqli) yaitu; al Qur'an, as Sunnah, dan Ijma'. Kedua: ahlun nadzri (kelompok yang menggunakan dalil akal) mereka adalah pengikut asy'ariy dan hanafiy. Guru besar pengikut asy;ariy adalah Abul Hasan al Asy'ariy dan guru besar pengikut Hanafi adalah Abu Manshur al Maaturidi. Ketiga: kelompok yang konsern mengolah rasa (wujdan) dan membuka tabir (kasyaf). Mereka adalah ahlut tasawuf .Pada awalnya mereka adalah seorang yang berkemampuan dasar-dasar ahlun nadzri dan ahlul hadits dan pada akhirnya menjadi seorang yang berkemampuan mukasyafah (membuka tabir) dan mendapatkan ilham (petunjuk)".
Kelebihan yang ketiga; adalah adanya ketersambungan sanad keilmuannya dari ulama NU sampai kepada Rosululloh SAW lewat para Mujtahid dan muridnya,
Hal ini disandarkan pula kepada instruksi pendiri NU/Rois 'Akbar K.H. Hasyim Asy'ari yang terdapat dalam pengantar Anggaran Dasar 1947 yang berbunyi:
أَيَا أَيُّهَا الْعُلَمَاءُ وَالسَّادَةُ اَلْأَتْقِيَاءُ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَهْلُ مَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنْتُمْ قَدْ أَخَذْتُمْ اَلْعُلُوْمَ مِمَّنْ قَبْلِكُمْ وَمَنْ قَبْلُكُمْ مِمَّنْ قَبْلِهِ بِاتِّصَالِ السَّنَدِ إِلَيْكُمْ وَتَنْظُرُوْنَ عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ فَأَنْتُمْ خِزْنَتُهَا وَأَبْوَابُهَا وَلَا تُؤْتُوا اَلْبُيُوْتَ إِلَّا مِنْ أَبْوَابِهَا فَمَنْ أَتاَهَا مِنْ غَيْرِ أَبْوَابِهَا سُمِّيَ سَارِقًا.
Artinya: Wahai para ulama dan tuan-tuan yang takut kepada Allah dari golongan Ahlusunnah wal Jama'ah, golongan madzhab imam yang empat. Engkau sekalian telah menuntut ilmu dari orang-orang sebelum kalian dan begitu seterusnya secara tersambung sampai pada kalian. Dan engkau sekalian tidak gegabah memperhatikan dari siapa mempelajari agama. Maka karenanya kalianlah gudang bahkan pintu ilmu tersebut. Janganlah memasuki rumah melainkan melalui pintunya. Barangsiapa memasuki rumah tidak melalui pintunya maka disebut pencuri
Kelebihan yang keempat, adalah para imam mujtahid dengan para muridnya hingga para ulama NU pengikutnya telah memperlihatkan akhlak/etika yang baik hubungan antara guru dengan murid. Seorang guru tidak mempersoalkan bila diberi masukkan oleh muridnya namun seorang murid tetap menghormati gurunya. Perselisihan mereka tidak sampai pada saling sesat menyesatkan tidak juga saling mengkafirkan. Para mujtahid dan para muridnya sangat hati-hati untuk mengklaim dirinya paling benar, berani menyesatkan apalagi mengkafirkan. Perselisihan mereka memperkaya hasanah keilmuan karena dituangkan dalam karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Mereka mampu saling menempatkan posisinya secara proposional sebagai guru dan murid sehingga berdampak pada tetap terjalinnya persaudaraan antar umat Islam.
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah.
Dengan demikian manhaj Aswaja NU akan terus menjadi pilihan mayoritas umat Islam dunia tidak hanya Indonesia. Umat di luar Islam pun akan lebih dapat merasa nyaman hidup berdampingan dalam menjalankan kehidupan beragamanya di samping pula memang adanya sikap toleransi atas pluralitas beragama dalam berdakwah serta bijak dalam menyikapi budaya setempat. Menjalani kehidupan keberagamaan yang saling memberi kenyamanan antar umat tentunya sangat mempengaruhi dalam menjalani kehidupan bernegara.
Keberadaan negara sendiri dalam pandangan Aswaja NU menjadi wajib karena negara berfungsi mewujudkan kesejahteraan bagi warganya sejalan dengan misi agama Islam itu sendiri yaitu sebagai agama kasih sayang yang dapat mensejahterakan seluruh alam. NU menemukan bentuk negara dan system kepemerintahannya yang diyakini sangat sesuai dengan watak ke-Indonesiaan yang beragam suku, ras, etnis, budaya dan agama. Mendapatkan keyakinannya itu dijalani dengan sabar dengan mengedepankan hal hal yang prioritas terlebih dahulu daripada mendapatkan kesemuannya namun mendatangkan kerusakan. Perubahan dilakukan secara evolutif (bertahap) bukan revolusif (seketika). Dan sampailah pada keyakinan bahwa NKRI sebagai bentuk negara dan demokrasi pancasila sebagai system kepemerintahannya sangat sesuai dengan Indonesia dan tidak keluar dari manhaj Aswaja NU.
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah.
Maka bersatu dengan menjadi anggota NU itu sangat penting karena menjadi anggota NU adalah sebuah kebutuhan. NU sendiri adalah wadah berkumpulnya para ulama Ahlussunnah wal Jemaah, wadahnya para pemegang tongkat estafet risalah Rasulullah SAW;
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
Artinya: "Ulama adalah pewaris para nabi."
NU adalah wadahnya hamba-hamba Allah SWT yang takut pada-Nya;
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اَلْعُلَمَاءُ
Artinya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambanya adalah ulama." (QS. Al-Fathir: 68)
Dan NU adalah wadahnya para ulama untuk membina umat pengikutnya agar tidak tersesat serta senantiasa bersama-sama dalam satu keyakinan.
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وإِيَّاكُمْ وَاْلفِرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الْإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزِمْ اَلْجَمَاعَةَ
Artinya: "Tetaplah bersama al-Jama'ah dan jauhi perpecahan karena setan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (setan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di surga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama'ah"(HR. al-Tirmidzi).
'Aidin 'aidaat yang dirahmati Allah.
Demikian Khutbah 1dul Fitri kali ini semoga bermanfaat.
Mari kita bersama-sama berdoa sembari mengangkat tangan, semoga Allah senantiasa memberikan tambahan nikmat, rahmat kasih sayang dan anugerah-Mu kepada kita semua. Semoga memberikan tambahan kekuatan lahir dan batin kepada kita semua guna mewujudkan keadilan dan kemakmuran.
Ya Allah, semoga kita semua dijadikan umat yang hidup rukun, saling kasih, tetap teguh lahir batin untuk menanggulangi kezaliman dan kecurangan serta kebakhilan. Serta dijadikan termasuk golongan orang-orang shalih yang sanggup menyelesaikan tugas-tugas pembangunan lahir dan batin.
Ya Allah semoga Engkau mengampuni semua dosa dan kesalahan serta kekhilafan kami serta Engkau jaga, lindungi kami dari tipu daya iblis, setan dan sekutunya.
يَا الله يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اِجْعَلْنَا مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمَغْفُوْرِيْنَ السَّالِمِيْنَ وَاَدْخِلْنَا فِى زُمْرَةِ الصَّالِحِيْنَ الْمَرْزُوْقِيْنَ وَبَاعِدْنَا مِنْ مَكَايِدِ الشَّيَاطِيْنَ وَالنَّفْسِ الْاَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَاَبْقَى. فَاسْتَغْفِرُوْا وَتُوْبُوْا اِلَى اللهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah 2
اللهُ أَكْبَرُ (3×) اللهُ أَكْبَرُ (4×) اللهُ أَكْبَرُ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اَعِزِّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. وَاَعْلِ جِهَادَهُمْ بِالنَّصْرِ الْمُبِيْنَ. وَدَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اَللّهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ. وَاكْفِنَا شَرَّ الْمُنَافِقِيْنَ. وَسَلِّمْنَا مِنْ مَكَايِدِ الشَّيَاطِيْنَ.
اَللّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
(H. Basyir Fadlullah, Ketua LDNU Kabupaten Purbalingga Jateng)
7. Mempererat Persaudaraan Islam
Khutbah 1
للهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْكُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْوَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اللهُ اَكْبَرْ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَاشْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ الَّتِيْ وَصَلَنَا لِلإيْمَانِ وَوَصَلَنَا إلىَ اْلعِيْدِ الفطرالْمُبَارَكْ ، قالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍوَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ
Hadirin Jamaah Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah kita dapat bersua pada pagi yang berbahagia ini dengan penuh rasa persaudaraan dan penuh rasa kekhusyukan. Kita dapat bersama-sama menghadiri sholat Idul Fitri untuk bersama-sama mengagungkan dan mensyukuri berbagai nikmat Allah.
Karenanya, marilah pada saat-saat yang berbahagia ini kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT dengan menjauhi segenap larangan-larangan Allah, meskipun kini kita tidak lagi berada di bulan Ramadhan, dan meningkatkan ketaatan untuk menjalani perintah-perintah Allah dengan penuh keikhlasan.
Memang kita patut bersedih ditinggalkan Ramadhan, namun juga kita mestinya bersyukur karena beberapa saudara-saudara kita akan segera berangkat menuju Makkah menunaikan panggilan Allah. Bagi yang belum berkesempatan maka selayaknya tahun depan semoga kita juga mendapat panggilan dari Allah SWT.
Hadirin yang Berbahagia
Pada hari idul fitri ini marilah kita bersama-sama saling memaafkan. Karena Ramadhan adalah bulan maghfiroh atau bulan ampunan maka Ramadhan telah mnegajarkan kepada kita untuk memaafkan. Jika Allah adalah Dzat Yang Maha Mengampuni, maka mestinya kita juga bisa memaafkan kepada saudara-saudara sesama muslim dan kepada para tetangga serta segenap kenalan dan relasi.
Memaafkan berarti juga kita memberi kelonggaran kepada mereka yang membutuhkan pertolongan kita. Karena dengan memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan, berarti juga kita telah memberikan pertolongan kepada diri sendiri. Sesuai sabda Rasulullah SAW :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Siapa pun yang memberikan mengentaskan kesulitan saudara muslimnya di dunia, maka Allah akan mengentaskannya dari kesulitan di hari kiamat. Dan siapa pun yang meringankan beban saudara muslimnya, maka Allah akan meringankan bebannya pada hari kiamat.
Sabda Rasulullah SAW ini menegaskan kepada kita bahwa semestinya di antara sesama Muslim memang harus saling mendukung dan saling tolong-menolong dalam segala hal kebaikan di dunia. Baik dalam urusan keduniaan maupun urusan keagamaan. Karena Allah hanya akan memberikan pertolongannya kelak di akhirat kepada umatnya yang bersedia menaati perintahnya selama mereka hidup di dunia.
Saling memaafkan dan saling menolong adalah sifat alami manusia karena manusia adalah mahluk sosial, namun syetan dan hawa nafsulah yang menjadikan sifat dasar alamiah tersebut terkadang, bahkan seringkali terhambat kita laksanakan. Kadang-kadang kebencian menjadikan kita enggan menolong kepada teman dan saudara, entah karena kemarin ia menyakiti kita atau entah karena dia adalah saingan usaha kita misalnya. Padahal semestinya kita mampu menolong. Maka hal inilah yang harus benar-benar dapat kita hindari. Kita harus memiliki jiwa besar untuk menolong rekan-rekan dan saudara-saudara seperjuangan. Kita harus berjiwa besar untuk menolong sesama saingan hidup, dan tentu saja kita harus menjaga agar persaingan hidup dapat terjaga dengan fair.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Pada Hari Raya Idul Fitri inilah, kita menghimbau kepada seluruh jamaah yang hadir dan kepada segenap umat Islam di mana pun berada. Ramadhan yang telah mengajarkan kepada kita untuk jujur, khusyu' dan berjiwa besar, maka kita pun harus dapat menindak lanjuti hingga setelah Ramadhan meninggalkan kita.
Bila selama ini mungkin ada di antara kita yang masih menyimpan dendam, maka hendaklah ia dapat meluluhkannya. Serahkan sajalah segalanya kepada Allah. Meski tidak menutup kemungkinan dilanjutkannya urusan keadilan di mata hukum-hukum manusia. Sehingga meskipun kita telah disakiti orang, namun kita telah dapat memaafkannya. Akan tetapi tidak mesti hal ini menutup proses hukum untuk mengantisipasi terulangnya kesalahan yang sama secara sengaja.
Dan bila kita telah saling mamaafkan, maka terasa-lah sebuah bangunan kekuatan umat yang utuh. Bila kita telah memaafkan salah seorang saudara kita, maka hadirlah rasa iba padanya, dan apabila ada yang menyakitinya, tentu kita akan membelanya. Demikianlah perintah Allah SWT kepad umat Islam. Yakni hendaklah umat Islam dapat menjadi sebuah bangunan yang kokoh. Persaudaraan di antara sesama mereka bagaikan sebuah tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh ada yang disakiti, maka yang lain juga akan merasa sakit.
Selanjutnya, Allah dan Rasulullah juga memerintahkan kepada kita untuk menutupi aib saudaranya, agak kelak aib-aib kita pun akan ditutupi oleh Allah pada hari kiamat. Hendaknya kita melindungi saudara kita yang lebih lemah sehingga Allah akan melindungi kita kelak di akhirat. Bahkan Allah menjanjikan perlindungan kepada seseorang yang sedang berada di dalam perlindungan saudarta muslimnya. Artinya perlindungan kita yang kuat kepada saudara-saudara yang lemah adalah laksana perlindungan Allah kepada hamba-Nya.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ
Siapa pun yang yang menutupi aib saudara muslimnya, maka Allah akan menutupi aibnya du dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah melindung mereka yang sedang melindungi saudara muslimnya.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai umat yang berjaya di dunia dan akhirat. Semoga Allah mempertemukan kita di akhirat kelak dalam suasana persaudaraan yang membahagiakan. dan sega kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung mendapatkan nikmat surga-Nya. Amin.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ ، رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لاَّ رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيعَادَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ ، (رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَبَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَْلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
(KH. Arwani Faisal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Mas'ail PBNU)
8. Mengetuk Pintu Surga
Khutbah 1
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُاللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ أَمَّابَعْدُ؛
فَيَآ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هو الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ. اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ.
Ma'asyiral Muslimin, Jemaah Salat Idul Fitri yang Diberkahi Allah SWT
Kehidupan di dunia ini sejatinya adalah sebuah ujian dan tidak ada satu pun orang hidup kecuali diuji oleh Allah SWT, bahkan para nabi dan utusan Allah pun tak luput dari ujian. Sejak kita terlahir di dunia ini, dihadapkan dengan berbagai ujian, ketika akan memasuki sekolah ada ujian, di setiap kenaikan kelas ada ujian, dan bahkan mau lulus pun ada ujian. Ketika akan melamar kerja kita diuji dan saat promosi jabatan pun pasti ada seleksi ujian.
Demikian juga, kehidupan dunia ini, sejatinya adalah ujian, di mana tempat kelulusannya adalah kehidupan akhirat kelak yaitu surga atau neraka, bahagia atau sengsara selamanya. Allah berfirman di awal Surat al-Mulk:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)
Ujian yang diselenggarakan oleh manusia tentu sangat berbeda dengan ujian yang diselenggarakan Allah SWT. Ujian di sekolah maupun di dunia kerja sangat bersifat rahasia, jangankan jawabannya, soal-soalnya pun bersifat rahasia.
Sangat berbeda dengan ujian masuk surga, jangankan soal-soalnya, kunci jawaban pun sudah diberitahukan oleh Allah dan sudah menjadi rahasia umum. Maka sungguh bodohlah kita jika tidak lulus masuk surga. Dan kunci masuk surga itu adalah kalimah la ilaha illa Allah. Itu adalah kalimat Tauhid, yaitu kalimat pembeda antara muslim dan non-muslim, kalimat penentu kebahagiaan di surga atau kesengsaraan di neraka.
Nabi SAW bersabda:
إن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله
"Sesungguhnya Allah mengharamkan seseorang yang mengucapkan la ilaha illa Allah dengan ikhlas karena Allah".
Kalimat Tauhid di atas tentu bukan hanya sekedar diucapkan, tapi perlu diyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan keyakinan tersebut dibuktikan dengan pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.
Hadirin yang dimuliakan Allah.
Di setiap Ramadan, kita selalu mendengar dan bahkan hafal hadis Rasulullah SAW yang artinya, "Ketika masuk bulan Ramadan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup" (HR Bukhari dan Muslim).
Memang begitulah keutamaan bulan Ramadan di mana setan-setan akan dibelenggu, pintu surga akan dibuka dan pintu neraka akan ditutup. Tetapi hadis di atas tidak tepat dimaknai secara tekstual. Untuk memahaminya perlu memahami makna majazi.
Setan dibelenggu di bulan Ramadan bukan berarti setan tidak akan menggoda manusia untuk melakukan perbuatan dosa. Buktinya saat puasa pun masih banyak yang tidak shalat dan batal puasa lantaran tidak kuat menahan lapar dan akhirnya pergi mencari makan. Secara majazi, setan dibelenggu berarti umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa diberikan kemampuan lebih oleh Allah untuk tidak menuruti bisikan-bisikan setan.
Lantas bagaimana dengan adanya kata pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup?
Maksud pintu surga dibuka karena di bulan puasa amal shaleh akan dilipat gandakan pahalanya sehingga kesempatan masuk surga jadi lebih besar. Sedangkan pintu neraka ditutup berarti di bulan puasa kesempatan kita untuk melakukan perbuatan dosa lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan biasa.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Kalimat Tauhid yang sudah kita punyai dan kita simpan dalam hati, bisa jadi tidak dapat kita gunakan untuk membuka pintu-pintu surga. Hal itu dikarenakan pintu surga terkunci dari dalam. Maka oleh karena itu kita perlu mengetuk pintu-pintu tersebut. Ada satu hadis yang mencakup amalan-amalan yang dapat mengetuk pintu-pintu surga, yaitu hadis yang berbunyi:
«أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ»
Nasihat ini disampaikan oleh Nabi SAW saat memasuki kota Madinah. Dalam hadis tersebut ada empat amalan yang dapat membantu kita mengetuk dan membuka pintu surga:
Pertama, menebarkan salam. Salam secara bahasa dipahami sebagai ucapan, yaitu assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dan ini adalah ucapan salam yang harus kita jadikan sebagai tradisi baik kita.
Salam juga dimaknai sebagai keselamatan dan perdamaian. Setiap muslim di manapun berada dituntut untut menebarkan keselamatan dan perdamaian, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT. Dan tidak patut seorang muslim menimbulkan keresahan, kerusakan, dan kehancuran tatanan kehidupan, karena itu menjadi penghalang baginya untuk masuk surga.
Kedua, Memberi makan. Di antara hikmah diwajibkannya puasa Ramadan adalah agar kita dapat merasakan lapar dan dahaga. Sementara, banyak orang yang lapar bukan karena puasa, tetapi kelaparan karena ketiadaan. Dan lapar di sini tidak terbatas dengan kosongnya perut dari makanan dan minuman, tetapi kosongnya akal dari ilmu.
Maka, dalam konteks ini kita dituntut tidak hanya berbagi makanan sebagai nutrisi badan, tetapi juga berbagi donasi pendidikan sebagai nutrisi jiwa bagi yang membutuhkan.
Ketiga, menjalin silaturrahim atau kasih saying. Agama kita sangat menganjurkan untuk menjalin silaturrahim, karena silaturrahim mendatangkan manfaat yang luar biasa; 1) dapat memperpanjang umur dan melapangkan rezeki, 2) akan dijauhkan dari neraka, 3) menjadi salah satu sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, 4) dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesame, dan 5) dapat menjadikan kita sebagai makhluk yang mulia.
Maka momentum Idul Fitri ini sangat tepat kita manfaatkan untuk bersilaturrahim kepada orang tua, keluarga, sanak saudara, tetangga, mitra kerja dan kepada semuanya, tetapi tentu harus tetap menjaga protokol kesehatan.
Keempat, shalat malam. Shalat sunnah yang paling besar pahalanya adalah qiyamul lail. Semoga ritual shalat tarawih, shalat witir, dan bangun malam untuk sahur yang kita lakukan sebulan kemarin mampu kita pertahankan selama sebelas bulan ke depan, sehingga tujuan diwajibkannya puasa dapat terwujud yaitu terwujudnya jiwa yang bertakwa dan hadirnya jiwa-jiwa yang shalih yang suka menebar kebajikan, keselamatan, dan perdamaian, serta jiwa yang peduli terhadap kemiskinan dan ramah terhadap lingkungan.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Demikian khutbah singkat pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Semoga Allah selalu membimbing kita di jalan yang lurus dan memberikan kekuatan kepada kita untuk beristiqamah di jalan tersebut. Amin ya rabbal 'alamiin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah 2
اللهُ اَكْبَرْ (٣×) اللهُ اَكْبَرْ (٤×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ.
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيّن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَن وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(Oleh KH Miftahul Huda, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat)
9. Mengevaluasi Capaian Ramadan Kita
Khutbah 1
اَللهُ أَكْبَرْ (٩×) لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اَلله ُأكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ
اَللهُ أَكْبَرُ مَا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، اَللهُ أَكْبَرُ مَا اصْطَلَحَ التَّائِهُوْنَ مَعَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَصَفَحَ عَنْهُ وَتَابَ وَغَفَرَ. اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ. سُبْحَانَ رَبِّيْ مِلْءَ الْمِيْزَانِ، سُبْحَانَ الْمُسَبَّحِ فِىْ كُلِّ مَكَانٍ، سُبْحَانَ مَنْ اَدْخَلَ عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِلَى الْجِنَانِ، سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلَا اِلَهَ الَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا يُكَافِيْ نِعَمَهُ، وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. اَشْهَدُ اَنْ لا اله الا الله وحده لا شريك له، واشهد ان محمدا عبدُه ورسولُه وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، خيرُ نَبِيٍّ اَرْسَلَهُ اللهُ لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا وَنَذِيْرَا.
الله صل وسلم على سيدنا محمد، وعلى آل سيدنا محمد، صلاة وسلاما دائمين متلازمين الى يوم الدين. اما بعد
فيا عباد الله. أُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. فَقَدْ قَالَ عَزَّ مَنْ قَائِلٌ قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Hadirin, sidang jamaah shalat idul fitri hafidhakumullah,
Kita baru saja berpisah dengan bulan Ramadhan. Ramadhan telah pergi, dan kita tak pernah tahu, apakah akan berjumpa lagi dengannya di tahun berikutnya atau tidak. Dalam menjalani Ramadhan, setidaknya ada dua kelompok jenis manusia yang perlu kami sampaikan.
Yang pertama adalah orang yang mengerti dan memenuhi hak-hak Ramadhan sebagaimana mestinya. Mereka puasa di siang harinya, beribadah di malam harinya, dan makan dari harta yang halal, menjauhi kemaksiatan yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Mereka bersungguh-sungguh beribadah dengan tujuan meraih ridla Allah subhanahu wa ta'ala. Mereka adalah orang-orang yang pagi ini mendapatkan upah atas segala jerih payah yang mereka kerahkan.
Kelompok orang dari jenis yang pertama ini adalah ahlullah. Mereka akan menjadi orang spesial di hadapan Allah pada waktu bumi ini sudah diganti bukan berbentuk bumi, langit sudah berganti tidak sebagaimana langit yang kita saksikan, dunia ini sudah rusak luluh lantak, di mana para manusia telah memasuki era baru akhirat. Hasil tanaman amal-amal hamba mulai ditampakkan, peluh keringat ibadah mereka selama di dunia akan dibayar gajinya dengan ganjaran yang berlipat ganda.
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
Artinya: "Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung." (QS Ali Imran: 185)
Orang-orang yang beriman, menjalani puasa dengan baik, kelak akan tampak riang gembira, bersuka cita, menikmati anugerah yang begitu agung yaitu bisa memandang Allah subhanahu wa ta'ala:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ
"Wajah-wajah pada hari itu (hari kiamat) ada yang berseri-seri."
إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Kepada Tuhannyalah mereka melihat." (QS Al-Qiyamah 22-23)
Pada hari itu pula para malaikat gembira melihat orang-orang mu'min, mereka masuk ke surga dari semua pintu-pintu yang disediakan atas buah kesabaran mereka menahan hawa nafsu makan, minum, dan maksiat lain di bulan Ramadhan serta mereka juga sabar menjalankan ibadah malam dan ibadah lain, sehingga atas kesabaran mereka, dikatakan:
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
Artinya: "Malaikat-malaikat itu mengucapkan (Kesejahteraan buat kalian) yakni pahala ini (berkat kesabaran kalian) sewaktu kalian di dunia (maka alangkah baiknya tempat kesudahan ini) akibat dari perbuatan kalian itu." (QS Ar-Ra'd: 24)
Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamdu
Dalam sebuah hadits, Rasulullah menyatakan, di dalam bulan Ramadhan ada lima hal yang tidak pernah diberikan kepada satu umat pun sebelum Nabi Muhammad ﷺ yaitu pada malam pertama Ramadhan, Allah memandang kepada semua umat Muhammad. Barangsiapa pernah dipandang oleh Allah, tidak pernah disiksa selamanya. Kedua, mulut orang yang berpuasa ketika memasuki sore hari, baunya secara hakikat, menjadi lebih harum daripada minyak kasturi. Ketiga, setiap sehari semalam, selama Ramadhan, para malaikat memintakan ampunan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Keempat, Allah bersabda kepada surga, "Persiapkan tempatmu, hiasilah dirimu dengan perhiasan yang indah untuk hamba-Ku yang meluangkan diri meninggalkan kerepotan atau hiruk pikuk duniawi, kemudia sibuk menuju kepada kemurahan-Ku."
Dan ini yang paling penting, Hadirin. Yang kelima, pada malam terakhir bulan Ramadhan, Allah mengampuni dosa mereka semua.
Mendengar Rasulullah ﷺ menyatakan tentang pengampunan dosa ini, salah satu sahabat lalu bertanya kepada Baginda Nabi ﷺ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدَرِ؟
"Apakah karena mereka memperoleh malam lailatul qadar, Ya Rasul?"
قَالَ : لَا أَلَمْ تَرَ إِلَى الْعُمَّالِ يَعْمَلُوْنَ، فَإِذَا فَرَغُوْا مِنْ أَعْمَالِهِمْ وُفُّوْا أُجُوْرَهُمْ
Rasul menjawab: "Bukan, apakah kamu tidak melihat para karyawan yang sedang bekerja? Ketika mereka telah menyelesaikan tugas mereka, tentu mereka akan mendapatkan gajian. (Syu'abul Iman: 3331)
Pada intinya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: "Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan." (QS As-Sajdah: 17)
Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamdu
Kelompok atau jenis manusia yang kedua adalah orang-orang yang tidak menghormati Ramadhan dengan baik. Kelompok ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah orang-orang yang tidak mengindahkan perintah Allah atas dasar sombong. Merea tidak mau puasa dan lain sebagainya karena tidak percaya kepada perintah Al-Qur'an dengan faktor keangkuhan di hati mereka. Orang-orang yang seperti ini, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur'an:
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS Al-A'raf: 40)
إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS Al-Mu'min:60)
Satu kelompok lagi adalah orang-orang yang tidak berpuasa, tidak memenuhi hak-hak Ramadhan dengan baik namun tidak didasari dengan kesombongan. Mereka orang-orang yang sembrono dalam menjalani hidup namun dalam hati mereka tertancap keyakinan bahwa yang mereka lakukan adalah kesalahan, maksiyat kepada Allah, akan tetapi mereka merasa kalah dengan serangan nafsu amarah mereka, mereka adalah termasuk orang yang lemah.
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Artinya: "Manusia diciptakan dalam keadaan lemah." (QS An-Nisa': 28)
Pada kelompok ini, ketika mereka meninggalkan kewajiban puasa, misalnya, mereka sembari bermunajat kepada Allah, "Ya Allah, saya sedang sembrono, tidak mengindahkan perintah-Mu, kami kalah dengan godaan hawa nafsu, godaan saya teramat berat, semoga Engkau mengampuni kami, terimalah tobat kami." Maka, tidak diragukan lagi, Allah pasti akan mengampuni mereka sebab Allah maha pengampun, meskipun kewajiban seperti qadla puasa dan lain sebagainya tetap harus dijalankan.
Pada satu hadits Qudsi shahih, Allah berfirman:
أَذنَب عبْدٌ ذَنْبًا فقالَ: اللَّهُمَّ اغفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعالى: أَذْنَبَ عبدِي ذَنْبًا، فَعَلِم أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَيْ ربِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تبارك وتعالى: أَذْنَبَ عبدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغفِرُ الذَّنبَ، وَيَأخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَي رَبِّ اغفِرْ لِي ذَنبي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالى: أَذْنَبَ عَبدِي ذَنبًا، فعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنبِ، قد غَفَرْتُ لِعَبْدِي فَلْيَفْعَلْ مَا شَاءَ
Artinya: "Ada hamba-Ku yang melaksanakan dosa, lalu ia berdoa 'Ya Allah, ampunilah dosa kami', lalu Allah bersabda lagi, ada hamba-Ku yang melaksanakan dosa, ia sadar, tahu bahwa dia punya Tuhan yang maha mengampuni dosa, ia melakukan dosa lagi, ia berdoa lagi, 'Ya Allah, ampunilah dosa kami', lalu ia berdoa 'Ya Allah, ampunilah dosa kami', lalu Allah bersabda lagi, ada hamba-Ku yang melaksanakan dosa, ia sadar, tahu bahwa dia punya Tuhan yang maha mengampuni dosa, ia melakukan dosa lagi, ia berdoa lagi, 'Ya Allah, ampunilah dosa kami', Aku ampuni hamba-Ku, maka lakukan apa saja yang ia mau." (Muttafaq 'alaih)
Hal penting yang perlu dicatat pada hadits ini adalah jika ada hamba melaksanakan dosa dengan diikuti perasaan diawasi oleh Allah selalu dan kemudian menyesali, tiba-tiba mengulangi lagi dan seterusnya, namun ia selalu meminta ampun kepada Allah seraya merasa bersalah dan meyakini bahwa Allah maha pengampun, Allah akan mengampuni mereka.
Dosa yang sangat besar adalah apabila ada orang bermaksiat kepada Allah namun motifnya ia sombong kepada Allah, tidak mau merunduk dan mengakui kesalahannya kepada Allah, padahal nyata-nyata yang ia kerjakan adalah kesalahan, dosa yang seperti ini sangat berbahaya.
Berbeda apabila dalam hati kecil selalu merasa bersalah, namun terkadang tergelincir secara berulang-ulang dan meminta ampun, gelisah, menyesal dan bertobat terus, walaupun berulang, akan diampuni Allah, karena memang manusia tempatnya kelemahan. Ia tidak bisa membentengi pribadinya masing-masing secara seratus persen. Masing-masing sesuai dengan kekuatan iman yang tidak sama.
Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamdu
Pada pagi yang sangat indah ini, kami mengajak kepada saudara-saudara sekalian. Marilah kita mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah berikan berupa kita bisa menjalankan puasa sebulan penuh beserta ibadah malam-malamnya. Kita patut bergembira atas anugerah dan rahmat Allah tersebut.
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
Artinya: "Katakanlah Wahai Muhammad 'Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira" (QS Yunus: 85)
Apabila di antara kita ada yang tidak memenuhi Ramadhan dengan sebaik-baiknya, marilah kita bermunajat kepada Allah, memohon ampun kepada Allah, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Sebagai konskwensinya, secara syariat, apabila ada yang meinggalkan puasa, seharusnya puasa yang ditinggalkan untuk diqadla atau diganti puasa pada hari yang lain.
Mari kita berdoa, semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, pada puncaknya, kelak saat kita akan menghadap Allah sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah, amin.
جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين والمقبولين كل عام وأنتم بخير. آمين
بسم الله الرحمن الرحيم، وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وارْحَمء وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah 2
الله أكبر(٥×) لا اله الا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذى وحده صدق وعده واعز جنده وهزم الاحزاب وعده ولا حول ولا قوة الا بالله. اللهم فصل وسلم على سيدنا محمد صاحب كنز الرحمة وعلى آله وصحبه ومن والاه، اما بعده، فيا ايها الحاضرون اتقوا الله، اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون. قال الله تعالى فى كتابه الكريم والعصر ان الانسان لفى خسر الا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الاحياء منهم والاموات، اللهم اعز الاسلام والمسلمين واهلك الكفرة والظالمين. اللهم لا تسلط علينا بذنوبنا من لا يخافك ولا يرحمنا. اللهم اجعل بلدتنا اندونيسيا بلدة طيبة تجرى فيها احكامك ورسولك، برحمتك يا ارحم الراحمين.
فيا عباد الله ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر
(Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang)
10. Istiqamah Kembali Mengenal Allah
Khutbah 1
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ
تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُون
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, syukur yang tiada terkira kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wata'ala sebab atas ridha dan rahmat-Nya kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan rangkaian ibadah salat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya.
Saat ini juga kita patut bergembira karena selama bulan puasa kita diberi kesempatan untuk menambah pundi-pundi pahala, juga menghapus dosa-dosa kita. Semoga semuanya membuahkan hasil yang maksimal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Atas karunia besar ini, sudah seyogianya kita senantiasa terus-menerus berupaya sepenuh hati meningkatkan ketakwaan dalam diri kita dengan menjalankan segala perintah Allah subhanahu wata'ala dan menjauhi larangan-Nya.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Idul Fitri sering dimaknai sebagai hari raya sekaligus pertanda berakhirnya ibadah puasa Ramadhan. Dalam budaya Nusantara ini ia lebih masyhur dengan istilah lebaran (terselesaikan). Dalam kamus Al-Ma'any Idul Fitri dimaknai sebagai,
اَليَوْمُ اْلأوَّلُ الَّذِي يَبْدَأُ بِهِ الإفْطَارُ لِلصَّائِمِيْنَ
"Hari pertama bagi orang-orang yang berpuasa Ramadhan mulai kembali berbuka dengan makan dan minum seperti di hari-hari biasa."
Selain itu ada juga yang memaknai Idul Fitri dengan 'kembali suci atau terbebas dari dosa'. Makna ini disandarkan pada hadits tentang keutamaan dihapusnya dosa bagi orang yang berpuasa.
Tiga makna di atas tentu tidaklah keliru, namun pada kesempatan yang berbahagia ini khatib ingin mengajak menyelami makna fitrah dalam Al-Qur'an.
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Allah subhanahu wata'ala memerintahkan dalam Al-Qur'an agar menghadapkan wajah kita kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaan kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS. Ar-Rum: 30).
Imam Al-Qurthubi menafsirkan "fitratallah" sebagai fitrah agama. Adapun maksud dari lafaz "hanifan" itu adalah lurus dan jauh dari agama-agama yang menyimpang.
Dengan demikian, maksud dari ayat tersebut adalah Allah menyuruh Rasulullah beserta umatnya untuk menghadapkan serta menegakkan wajahnya (tidak menengok ke kanan dan ke kiri) pada agama Allah (Islam). Karena pada dasarnya setiap anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, mereka sudah mengakui ketuhanan Allah (baik kedua orang tuanya Muslim atau non-Muslim).
Dalam kata lain, Idul Fitri adalah konsep kehambaan yang mengantarkan kita untuk kembali mengenal Allah subhanahu wata'ala. Bukankah tanpa kita sadari bahwa Ramadhan yang telah berlalu mengantarkan sekaligus mengajarkan kita untuk kembali mengenal Allah melalui beragam ibadah; kenal kembali kepada Allah melalui puasa, qiyamullail, salat berjemaah, membaca al-Qur'an, sedekah, memberi buka puasa dan lain-lain, yang kesemuanya tidak bisa kita lakoni kecuali di bulan Ramadhan.
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Jika Ramadhan telah mengajarkan kita untuk mengenal Allah, maka Idul Fitri ibarat puncak tujuan bahwa kita betul-betul diharapkan sudah kembali mengenal Allah. Setelah kita mengenal Allah, tugas terbesar saat ini adalah bagaimana cara merawatnya, jangan sampai kita hanya mengenal Allah hanya saat Ramadhan saja, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang ulama saleh terdahulu yaitu Bisyr Al-Hafi,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ
السَّنَةَ كُلَّهَا
"Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun" (Lathaif Al-Ma'arif, h. 390).
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Lalu bagaimana agar kita tetap istiqamah mengenal Allah pasca Ramadhan?
Pertama, berdoa agar hati kita tetap istiqamah dan tidak mudah berubah. Di antara doanya,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
"Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)" (HR at-Tirmidzi).
Kedua, berkumpul dengan orang-orang yang saleh yang mengantarkan pada kebaikan.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya." (QS al-Kahfi: 28).
Ayat ini menyimpan makna agar kita senantiasa bersama orang-orang yang saleh sebab membersamai mereka bukan hanya bisa menenangkan hati namun juga mendorong diri untuk selalu berbuat baik.
Ketiga, berusaha beribadah terus-menerus walaupun hanya sedikit, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya, "Amalan yang paling dicintai di sisi Allah ta'ala adalah amalan yang dilakukan secara terus-menrus (dawam) walau jumlahnya sedikit." (Muttafaqun 'Alaih).
Barangkali menjaga terus amalan kita sebagaimana saat di bulan Ramadhan, seperti shalat malam, berjemaah di masjid, dan baca al-Qur'an, adalah perkara yang sulit. Namun teruslah berusaha secara maksimal, walaupun nanti intensitasnya berkurang yang penting bisa rutin dan tetap dijaga.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Demikianlah Khutbah 1dul Fitri tahun 1443 H, semoga Allah subahanahu wa ta'ala menerima semua amal ibadah Ramadan kita. Semoga Allah subahanahu wa ta'ala memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita sehingga tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada kita dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Amin ya rabbal 'alamain.
جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين والمقبولين كل عام وأنتم بخير. آمين
بسم الله الرحمن الرحيم
وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وارْحَم وَأَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ
Khutbah 2
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Burhan Ali S, Pengurus LDNU Kota Semarang; Pengurus Wilayah JRA Jawa Tengah)
Itulah sederet khutbah lebaran Idul Fitri 2023 yang menyentuh hati. Semoga membekas dalam ingatan dan bermanfaat untuk kita semua, ya, detikers!
(bpa/bpa)