Willem Iskander, Tokoh Pendidikan yang Hidupnya Berakhir Tragis

Willem Iskander, Tokoh Pendidikan yang Hidupnya Berakhir Tragis

Nizar Aldi - detikSumut
Senin, 01 Agu 2022 15:09 WIB
Ilustrasi Williem Iskandar
Ilustrasi Williem Iskandar dan puisinya (Foto: Istimewa)
Medan -

Mungkin kalau kita bicara soal pendidikan di Indonesia, nama yang terlintas dibenak kita adalah Ki Hajar Dewantara. Tapi tahu kah kamu, jauh sebelum itu ada sosok yang tidak populis tapi berperan aktif dalam memajukan pendidikan?.

Sosok itu bernama Willem Iskander, mungkin nama itu masih asing di telinga masyarakat pada umumnya. Laki-laki yang lahir pada tahun 1840 silam di Pidoli Lombang, Mandailing Natal ini sebenarnya memiliki peranan penting dalam kemajuan pendidikan, khususnya untuk daerah Tapanuli.

"Memang benar seorang Ki Hajar Dewantara itu perintis Taman Siswa, dia juga tokoh penggerak pendidikan yang berkebudayaan di Jawa. Tapi jauh sebelum era Ki Hajar Dewantara, juga ada tokoh penting dalam dunia pendidikan, terutama di daerah Tapanuli, Sumatera Utara, bernama Willem Iskander," kata Hendri Dalimunthe kepada detikSumut, Minggu (31/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hendri yang merupakan Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumut mengungkapkan, Willem Iskander terlahir dengan nama Sati dan bergelar Sutan Iskandar Nasution.

"Nama sebenarnya bukan Willem Iskander, dia punya nama asli Sati bergelar Sutan Iskandar Nasution, dalam kehidupan Mandailing, dia ini seorang bangsawan yang mempunyai gelar adat," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Hendri menjelaskan awal mulanya Sati Sutan Iskandar Nasution mengubah namanya menjadi Willem Iskander dipengaruhi ketika dia berkesempatan mengenyam pendidikan di negeri Belanda. Di sana juga lah Willem Iskander memperoleh ilmu untuk mendidik dan membangun sekolah.

"Jadi kepiawaian dia membangun sekolah itu, mendidik itu dia dapatkan di negeri Belanda," jelasnya.

Willem Iskander diajak ke Belanda oleh Asisten Residen untuk wilayah Mandailing saat itu bernama Alexander Godon, pada tahun 1859. Saat itu Sati sudah menjadi guru di Inlandsche Schoolan atau sekolah dasar tepat saat dia lulus dari sekolah tersebut di umur 15 tahun.

Dia mengajar di sekolah tersebut hingga umur 19 tahun dan akhirnya dia berangkat ke Belanda untuk melanjutkan sekolah keguruan. Selama di Belanda, dia berhasil mendapatkan beasiswa kerajaan Belanda untuk sekolah pendidikan keguruan dan mengubah namanya menjadi Willem Iskander.

"Sati berhasil beradaptasi dan dia mengikuti pendidikan keguruan di Belanda, jadi Sati ini selama dia di Belanda mendapatkan beasiswa, dan kemudian dia mengubah namanya menjadi Willem Iskander," sebutnya.

Sati terinspirasi tokoh Belanda bernama Wiliem, baca selengkapnya di halaman berikut.....

Dalam catatan sejarah, kata Hendri, Sati terinspirasi dari tokoh penting Belanda saat itu bernama Willem. Sehingga dia menyematkan nama tersebut untuk dirinya, sehingga bernama Willem Iskander. Di keberangkatan pertama juga lah dia yang awalnya beragama Islam kemudian memeluk agama Kristen.

"Willem itu berdasarkan beberapa catatan merupakan nama yang diambil dari tokoh penting di negeri Belanda, jadi dia menyematkan namanya dan mengubah namanya menjadi Willem Iskander, kemudian dia memeluk agama Kristen," ujarnya.

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Oefenschool atau sekolah keguruan di Amsterdam, Belanda. Pada tahun 1962, Willem Iskander kembali ke tanah air dan berusaha untuk mendapatkan izin membangun sekolah di kampung halamannya. Izin itu akhirnya dia dapatkan, sehingga dia membangun Kweekschool atau sekolah keguruan di Mandailing, tepatnya di Tano Bato.

"Di sana (Mandailing) dia mendirikan Kweekschool di Tano Bato di Mandailing, sekolah yang pertama kali yang berdiri di Tapanuli saat itu, meskipun di Bukittinggi di Sumatera Barat sudah ada sekolah yang hampir sama," terangnya.

Setelah berhasil mendirikan sekolah, Willem ingin meningkatkan kapasitasnya dalam mendidik sehingga dia kembali berangkat untuk kedua kalinya ke Belanda. Dalam keberangkatan kedua kalinya, dia mengajak tiga orang pribumi untuk melebarkan pendidikan di Hindia-Belanda saat itu.

"Lalu di tahun 1870 an dia berangkat lagi untuk kedua kalinya ke negeri Belanda dan membawa orang Nusantara orang-orang Hindia-Belanda orang pribumi pada saat itu, dia ada membawa tiga orang pertama orang Majalengka, kedua dari Solo, yang satu lagi dari Mandailing gitu," bebernya.

Namun sayang, ketiga orang yang dibawanya tersebut tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan maupun cuaca di Belanda dan akhirnya dua diantaranya meninggal dunia, sedangkan yang dari Solo harus pulang kampung karena sakit. Berdasarkan keterangan Hendri, hal ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab meninggalnya Willem Iskander yang depresi.

Selain perasaan gagal membimbing tiga orang tersebut menjadi pemicu depresinya, adanya polemik tentang beasiswa yang pertama maupun yang kedua kalinya juga menjadi penyebab depresinya. Terjadi penolakan di parlemen Belanda saat itu karena Willem Iskander merupakan rakyat negeri jajahan yang pantang memperoleh beasiswa sesuai aturan di sana, meskipun polemik itu selesai juga, namun hal itu menjadi salah satu bagian penyebab depresinya Willem Iskander.

"Alasan pertama adalah aturan di parlemen Belanda itu tidak boleh memberikan beasiswa kepada masyarakat atau rakyat negeri jajahan, itulah yang menjadi salah satu frustasinya Willem Iskander, dia frustasi karena beasiswa yang dia dapatkan menjadi perdebatan, tetapi itu bukan menjadi persoalan panjang, karena Belanda tetap memberikan beasiswa meskipun di awal-awal mendapat penolakan," ungkapnya.

Kisah percintaan Wiliem Iskandar tak berjalan mulus, baca di halaman berikutnya.....

Tetapi hal yang paling membuatnya depresi saat itu ketika Willem Iskander jatuh cinta dan menikah dengan wanita Belanda beragama Kristen bernama Maria Jacoba Chiristina Winter pada tahun 1876. Pernikahan tersebut menuai kecaman dari keluarganya di Mandailing yang menjungjung tinggi adat dan budaya mereka.

"Ada beberapa catatan pernikahan Willem Iskander itu dan pindahnya Willem Iskander memeluk agama Kristen mendapat penolakan dan kecaman dari keluarganya yang ada di kampung Mandailing, nah disitulah dia membuat dirinya frustasi," sebutnya.

Meskipun banyak pendapat soal penyebab kematian Willem Iskander, tapi menurut Hendri masuk akal tentang depresi menjadi penyebab kematian Willem Iskander yang melakukan bunuh diri, mengingat latar belakang kehidupannya.

"Tapi menurut hemat saya itu memang masuk akal karena Sati Sutan Iskandar Nasution ini adalah orang yang beradat, orang yang menjunjung tinggi kebudayaannya," ujarnya.

Hal itu diperkuat dengan tulisan-tulisan di akhir hayat Willem Iskander, yang menunjukkan sedang mengalami depresi berat. Sehingga memperkuat spekulasi Willem Iskander meninggal karena bunuh diri.

"Tetapi dalam catatan sejarah, Willem Iskander di akhir-akhir tulisannya dia menunjukkan bahwa dia mengalami depresi yang sangat berat, sehingga spekulasi tentang penyebab kematiannya (bunuh diri) bisa jadi benar, karena di akhir-akhir tulisannya dia mengalami depresi berat," sebutnya.

Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan, Willem Iskander juga dikenal sebagai sastrawan. Banyak tulisan dia yang bahkan dikagumi oleh sastrawan besar Indonesia Pramudia Ananta Toer hingga mantan Menteri Pendidikan Daud Jusuf, misalnya tulisannya berjudul Sibulus-bulus Sirumbuk-rumbuk.

"Jadi Willem Iskander itu bukan hanya dikenal sebagai tokoh pendidikan, dia juga dikenal sebagai tokoh sastrawan," ungkapnya.

Willem Iskander meninggal dunia dengan bunuh diri tahun 1860, dia di makamkan di pinggiran Kota Amsterdam, Belanda. Untuk mengenang sosoknya, nama Willem Iskander disematkan di dua jalan di Sumatera Utara, pertama di Mandailing Natal dan satu lagi di Medan, jalan menuju kawasan pendidikan seperti Universitas Negeri Medan dan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Halaman 2 dari 3
(afb/afb)


Hide Ads