Mengintip Pembuatan Telok Ukan, Kuliner Khas Palembang Jelang Agustusan

Sumatera Selatan

Mengintip Pembuatan Telok Ukan, Kuliner Khas Palembang Jelang Agustusan

Sabrina Adliyah - detikSumbagsel
Minggu, 03 Agu 2025 10:00 WIB
Cek Noni (58) pemasok telok ukan, makanan khas Palembang jelang Agustusan.
Foto: Cek Noni (58) pemasok telok ukan, makanan khas Palembang jelang Agustusan. (Sabrina Adliyah)
Palembang -

Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) punya segudang tradisi menyambut hari-hari besar, termasuk Kemerdekaan RI. Salah satu makanan penyambut bulan Agustus di Kota Pempek adalah telok ukan.

Salah satu pembuat telok ukan yang legendaris di Palembang adalah Noni Marliana (58). Wanita yang kerap disapa Cek Noni ini merupakan pemasok telok ukan di Kelurahan 22 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang.

Kali ini, detikSumbagsel berkesempatan mengintip Cek Noni mempersiapkan telok ukan sebelum dijual. Menurutnya, bahan pembuatan telur unik ini adalah telur bebek, pandan, daun suji, kapur sirih, dan sejumput garam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama, cangkang telur bebeknya disikat dulu satu satu supaya bersih. Lalu ujungnya dikupas sedikit saja dengan pisau," jelasnya saat ditemui, Sabtu (2/8/2025).

Kemudian, isi telur tersebut dikeluarkan dari lubang tadi dan dikumpulkan ke dalam wadah. Isian tersebut kemudian dikocok hingga menyatu. Setelah itu, Noni mencampurkan pandan dan suji yang sudah diblender ke dalam adonan.

ADVERTISEMENT

"Pakai (air campuran) pandan dan suji supaya warna hijaunya lebih keluar. Kami juga tidak pakai santan supaya lebih tahan lama," jelasnya.

Noni lalu menambahkan kapur sirih yang sudah dicampurkan dengan air pandan sedikit. Ini bertujuan untuk membuat tekstur hasilnya lebih kenyal. Setelah adonan dicampurkan sejumput garam dan diaduk rata, larutan tersebut dimasukkan kembali ke dalam cangkang telur.

Telok ukan, makanan khas Palembang yang hanya muncul jelang Agustusan.Telok ukan, makanan khas Palembang yang hanya muncul jelang Agustusan. Foto: Sabrina Adliyah

Setelah itu, lubang di cangkang ditutup dengan akar gabus. "Akar gabus ini biasa kami ambil sisa-sisa dari perajin miniatur kapal," imbuhnya.

Telok ukan kemudian dikukus selama kurang lebih 30 menit. Setelah matang, makanan itu siap dijajakan pada pembeli. Isi telur rebus yang sudah dimodifikasi tersebut konon menjadi asal usul makanan ini dinamakan telok ukan.

"Jadi dulu ceritanya disebut telok ukan karena isinya bukan murni telur dan teksturnya seperti kue. Telok (telur), bukan? jadilah telok ukan. Sampai sekarang disebut seperti itu," jelas Noni.

Selain untuk dijual sendiri di depan Kantor Dinas Sosial Kota Palembang, Noni menjadi pemasok banyak penjual telok ukan yang dapat ditemukan di sepanjang Jalan Merdeka, Kecamatan Bukit Kecil. Dalam satu hari, biasanya ia bisa membuat 150 butir telok ukan atau sesuai permintaan.

"Biasanya 150 butir per hari kalau masih awal bulan seperti ini. Penjual biasanya ambil 50-60 hari. Semakin dekat hari-H, semakin ramai yang cari," ujarnya.

"Puncaknya nanti di tanggal 17 Agustus, kami bisa produksi sampai 500 butir dan dijual sampai malam. Jadi satu bulan totalnya bisa sampai 3.500 butir," sambungnya.

Telok ukan, makanan khas Palembang yang hanya muncul jelang Agustusan.Telok ukan, makanan khas Palembang yang hanya muncul jelang Agustusan. Foto: Sabrina Adliyah

Usaha ini telah diteruskan turun temurun oleh keluarganya hingga sekarang memasuki generasi ke-5. Wanita yang telah membuat makanan tersebut sejak tahun 1980-an itu mengatakan, penjualan telok ukan menjadi sumber penghasilan terbesarnya.

Noni bercerita, hasil dari telur kecil yang telah ia tekuni bertahun-tahun itu telah mengantarkannya ke tanah suci untuk umrah dua kali. Bahkan, sang ibu berhasil menunaikan ibadah haji dari tabungan hasil telok ukan tersebut.

"Untuk omzet penjualan, alhamdulillah sampai Rp 20 juta. Tertinggi pernah sampai Rp 27 juta saat pandemi. Terkejut juga karena ternyata banyak yang beli (padahal pandemi)," sebutnya.

Selain telok ukan, Noni menyebut dirinya juga menjual makanan Agustusan khas Palembang lain. Sebut saja telok abang, telok pindang, dan ketan gempit.

"Telok abang itu telur bebek rebus yang cangkangnya diwarnai merah, biasanya dijual bersama miniatur kapal. Telok pindang itu telur yang direbus dengan kuah pindang, cangkangnya diretakkan agar bumbunya meresap ke dalam," rincinya.

Noni berharap, tradisi telok ukan masih lestari hingga masa yang akan datang. Anaknya pun telah dipersiapkan menjadi penerus agar makanan khas Palembang tersebut tak habis dimakan zaman.

"Selama ini belum merasakan perhatian khusus dari pemerintah mengenai telok ukan. Semoga tetap banyak peminatnya di masa depan karena ini tradisi di Kota Palembang," tutupnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Santai Bareng Keluarga di Rumah Makan dengan Suasana Perkampungan"
[Gambas:Video 20detik]
(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads