Mantan Kepala Desa Puguk Pedaro, Kecamatan Bingin Kuning, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, Suardi Tabrani divonis 3 tahun penjara karena sudah terbukti melakukan korupsi dana desa. Dana desa itu dipakai terdakwa untuk membayar utang.
Vonis atas terdakwa diputuskan Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu yang diketuai Paisol. Tak hanya Suardi, bendaharanya yakni Yudi Dinata divonis 2 tahun 10 bulan untuk kasus yang serupa.
Keduanya dinyatakan bersalah karena telah melanggar pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Junto pasal 55 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terbukti bersalah melanggar dakwaan subsider sebagaimana pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor Junto Pasal 55 KUHP," kata Ketua Majelis Hakim, Pasiol saat pembacaan putusan, Rabu (12/3/2025).
Terdakwa Suardi Tabrani selaku mantan kepala desa dijatuhi hukuman pidana penjara 3 tahun denda Rp 67 juta subsider 2 bulan kurungan serta membebankan uang pengganti Rp 547 juta subsider 2 tahun.
Sementara Yudi Dinata diputus hukuman pidana penjara 2 tahun 10 bulan dengan denda Rp 50 juta subsider serta dibebankan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 247 juta subsider dengan pidana penjara 2 tahun.
Terhadap putusan Majelis Hakim, JPU Kejari Lebong menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu selama 7 hari ke depan. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejari Lebong, menuntut mantan kepala desa dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan serta denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan serta dibebankan uang pengganti membayar uang pengganti Rp 804 juta subsider 2 tahun 3 bulan.
Sedangkan untuk terdakwa Yudi Dinata, Jaksa menuntutnya dengan pidana penjara selama 4 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 38 jutasubsider 2 tahun.
"Kami masih pikir-pikir terlebih dahulu. Namun putusan hakim banyak mengakomodir tuntutan kami," kata JPU Kejari Lebong, Yandres Amalo dan Jelita Sari.
Diketahui perbuatan korupsi sudah dilakukan oleh kedua terdakwa sejak DD dan ADD 2019 sampai 2023 dicairkan. Setidaknya ada 3 tahap pencarian DD dan ADD yang dikorupsi oleh keduanya untuk kepentingan pribadi masing-masing.
Beberapa dana diselewengkan di antaranya pembayaran honor perangkat desa, pembayaran BLT, anggaran Covid-19 dan mark up beberapa kegiatan fisik, dengan total kerugian negara mencapai Rp 800 juta.
Berdasarkan pengakuan terdakwa mantan kades, uang hasil korupsi tersebut ia gunakan untuk membayar utang, hasil meminjam untuk kepentingan pencalonannya sebagai kades. Sedangkan mantan bendahara desa menggunakan uang hasil korupsi untuk keperluan bersenang-senang dengan datang ke karaoke dan menyewa wanita malam.
(dai/dai)