Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa sembilan saksi terkait tindak pidana korupsi yang menjerat mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah di lingkungan Pemprov Bengkulu. Saksi yang diperiksa dari kalangan kepala sekolah dan ketua DPRD.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan kasus ini diduga terjadi dalam periode 2018 hingga 2024 dan berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugas pemerintahan.
"Pemeriksaan dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu Gedung Merah Putih KPK di Jakarta dan Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bengkulu," kata Tesaa, Senin (24/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Gedung KPK, kata dia, penyidik memeriksa seorang saksi dari kalangan swasta, Nurul Hasanah, sementara di Bengkulu ada delapan saksi lainnya yang diperiksa yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk kepala sekolah dan anggota legislatif.
Adapun kepala sekolah yang diperiksa KPK yakni Kepala Sekolah SMAN 4 Bengkulu Tengah Eka Pariyantini, Kepala Sekolah SMKN 2 Kota Bengkulu Alpauzi Harianto, Kepala Sekolah SMAN 7 Kota Bengkulu Manogu Sinabutar.
Kemudian Kepala sekolah SMAN 1 Kepahiang Andri Heryanto, dan Kepala Sekolah SMAN 1 Mukomuko, Feri Irawan.
Sementara anggota legislatif yang diperiksa KPK semuanya berasal dari partai Golkar yakni Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Seluma, Samsul, Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan, Aswajar dan Dodi Martian.
Untuk diketahui, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 23 November 2024 lalu.
Lembaga antirasuah tersebut menyebut Rohidin meminta sejumlah anak buahnya menyediakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu untuk mendanai pencalonannya kembali pada Pilkada 2024. Penyidik KPK telah menyita uang sekitar Rp7 miliar dalam berbagai mata uang.
Dari delapan orang yang terjaring operasi tangkap tangan, tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan Ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca.
Mereka ditahan dan dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP.
(csb/csb)