Seorang pria bernama Rudy alias Atit (39) jadi tersangka penyekapan wanita berinisial MT (26), di sebuah rumah kontrakan di Belitung Timur (Beltim). Korban penyekapan selama 24 hari tersebut adalah kekasih gelap tersangka Rudy atau selingkuhannya.
Atas perbuatannya itu, Rudy kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian Polres Beltim. Dia menyekap korban bersama anak balitanya yang berusia 1 tahun 6 bulan. Balita tersebut merupakan anak biologis dari pelaku.
Kasat Reskrim Polres Beltim AKP Ryo Guntur Triatmoko menjelaskan kasus itu bermula ketika korban dan tersangka berkenalan di sebuah kafe malam di wilayah Manggar. Mereka kemudian berpacaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tersangka bertemu dengan korban pada 2021 silam, di sebuah kafe. Kemudian mereka berpacaran," jelas Ryo kepada detikSumbagsel, Selasa (7/1/2024).
Karena tidak ingin kekasihnya atau korban tetap bekerja di kafe malam, Rudy akhirnya menebus MT kepada pemilik kafe. Singkat cerita, MT kemudian dicarikan rumah kontrakan tak jauh dari lapangan Yagor Desa Kurnia Jaya, Manggar.
"Iya, walaupun belum ada status pernikahan (korban dan pelaku tinggal bersama). Kemudian, pada 2022 korban melahirkan anak laki-laki dari hubungan keduanya," ujar Kasat.
Menurut Ryo, setelah melahirkan, korban sempat pergi ke Batam untuk bekerja, di pertengahan 2024. Anaknya dititipkan di rumah kakaknya di Jakarta. Meskipun sempat diminta kembali ke Beltim korban tetap bekerja.
"Iya dia (korban) ke Batam dan Samarinda kerja lagi, anaknya setelah dilahirkan beberapa bulan dititip sama kakaknya. Pada 24 November 2024, tersangka meminta korban datang ke Jakarta dan dijemput bersama anaknya," tegasnya.
Korban MT sepakat dan akhirnya balik ke Belitung Timur. Tersangka mengontrakkan rumah di Dusun Lipat Kajang, Desa Baru, Kecamatan Manggar. Lokasi inilah yang menjadi tempat penyekapan korban dan balitanya. Sejak 24 November hingga 4 Desember 2024, hubungannya mereka berjalan normal.
"Pada 5-6 Desember 2024, perilaku tersangka berubah. Dari hasil pemeriksaan dan pendalaman sama psikolog, korban pernah ditampar satu kali dan korban dipaksa untuk menggunting rambutnya sampai hampir botak," urainya.
Semenjak itu korban mulai disekap di rumah kontrakan tersebut. Polisi menyebut, korban tak pernah melawan dan tidak berani kabur karena takut.
"Karena korban takut makanya dia tidak berani coba kabur, korban juga lebih pilih ngalah karena ada anak dari tersangka. Sehingga korban dan anaknya hanya bisa beraktivitas di dalam rumah," katanya.
Menurut Kasat, kunci kontrakan pernah beberapa kali diberikan kepada korban, namun korban tak pernah melarikan diri. Akhirnya korban merasa stres dan keluar rumah meminjam hp rekannya untuk meminta pertolongan kakaknya di Jakarta.
"Dia coba kabur mungkin sudah tidak tahan dan stress berat. Korban berjalan kaki ke rumah temannya yang berada di Desa Lalang. Meminjam handphone untuk menghubungi kakaknya di Jakarta," sebutnya.
"Peristiwa itu terjadi 26 Desember. Namun, di saat korban balik ke kontrakan mengambil KTP yang diminta kakaknya untuk beli tiket, pelaku sudah di TKP. Pelaku marah dan kembali mengunci korban di kontrakan tersebut," sambungnya.
Kakak korban yang telah menerima cerita dari adiknya itu kemudian melapor ke pihak berwajib. Polisi mendapat laporan dari Kepala UPT PPA Dinas Sosial bahwa ada pelimpahan kasus dari CALL Center SAPA 129 Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Kita bergerak membebaskan korban dan anaknya di kontrakan. Pelaku kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Motifnya, Dia posesif sama korban (takut kehilangan)," tegasnya kembali.
Akibat perbuatannya itu, pria beristri dengan tiga orang anak tersebut harus mendekam di sel sementara Mapolres Beltim. Dia dijerat pasal 333 KUHP, tentang merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara.
(dai/dai)