Ekonomi melemah dan kemiskinan meningkat di Jepang. Sekarang, banyak pria asing yang mencari 'wisata seks' ke Tokyo, Ibu Kota Jepang.
Dikutip detikTravel dari CNBC Indonesia, kondisi saat ini berbanding terbalik dengan ketika ekonomi Jepang sedang baik-baik saja. Di mana pria Jepang akan pergi mencari wisata serupa ke negara-negara miskin.
Mengenai fenomena tersebut diakui Sekretaris Jenderal Dewan Penghubung Pelindung Pemuda (Seiboren), Yoshide Tanaka. Ia menyebut Jepang telah menjadi negara miskin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taman dekat kantor Seiboren diketahui sebagai tempat perdagangan seks. Organisasi tersebut mencatat adanya peningkatan orang asing yang berkunjung ke sana, setelah pembatasan perjalanan akibat pandemi COVID-19 resmi dicabut.
"Namun kini kami melihat lebih banyak lelaki asing. Mereka datang dari banyak negara. Mereka berkulit putih, Asia, hitam, tetapi mayoritas adalah orang China," jelas Yoshide dikutip This Week in Asia South China Morning Post.
Tak ada seseorang yang bertugas sebagai germo. Orang-orang yang berkunjung akan mencari seks berbayar pada mereka yang mau melakukannya. Sekitar 30 wanita menunggu panggilan pada pukul 8 malam. Transaksi tawar menawar juga terlihat di taman itu untuk mendapatkan harga yang diinginkan.
Banyak turis asing yang datang berkelompok. Mereka akan ditemani seorang penerjemah untuk membantu bernegosiasi. Ada beberapa orang terlihat membawa kamera untuk mengambil gambar para gadis secara diam-diam. Sejumlah orang lain menyiarkan langsung kegiatan di dalam taman di media sosial.
Banyak orang yang tertarik dengan aktivitas di Taman Okubo. Tercatat, satu video yang diunggah di media sosial X tahun lalu mengumpulkan 12 ribu likes.
Kebanyakan gadis yang menjajakan diri lebih memilih warga negara asing. Mereka takut pelanggan dari Jepang, karena bisa jadi polisi yang menyamar.
Lembaga nirlaba yang menawarkan dukungan bagi korban kekerasan seksual, Paps menjelaskan Taman Okubo menjadi tempat 'wisata seks' untuk pengunjung asing. Para wanita yang berjalan-jalan di sana akan didekati untuk melakukan aktivitas seksual.
"Namun belum ada tindakan efektif untuk mengatasi situasi ini," ujar perwakilan Paps, Kazuna Kanajiri.
Kenyataan itu juga diketahui para anggota parlemen. Mereka mengaku takut reputasi Jepang akan rusak karena ada layanan seksual di Taman Okubo.
"Kenyataannya adalah Jepang telah menjadi negara tempat pria asing dapat memperoleh wanita muda dan pada dasarnya membeli layanan seksual," kata Kazunori Yamanoi dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang, partai oposisi utama negara itu. Ia telah lama mengadvokasi undang-undang yang mengatur industri pekerja seks.
Pihak kepolisian berupaya untuk menertibkan kawasan itu. Setidaknya 140 wanita sudah ditangkap karena dugaan melakukan prostitusi jalanan pada tahun lalu.
Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo mencatat 43% yang ditangkap merupakan wanita yang dijajakan oleh klub dewasa. Beberapa pekerja disebut memiliki kuota yang perlu dipenuhi untuk membayar kembali utang klub. Satu sesi rata-rata dihargai 20 ribu Yen atau sekitar Rp 2 juta. Harga tersebut bisa turun menjadi 15 ribu Yen atau Rp 1,5 juta saat bisnis tengah lesu.
Wanita yang ada dalam prostitusi jalanan menghadapi banyak risiko. Mulai dari kekerasan fisik, pemerasan dan penyakit seksual yang menular.
Miya (nama samaran) menceritakan soal pelanggan yang seringkali kasar. Bahkan ada temannya yang dipukuli pelanggan asing dan dituntut mengembalikan setengah uangnya karena tidak mencapai orgasme.
Ketika mencoba membantu temannya dan lari dari pria itu, Miya ditendang dan temannya diancam untuk mengembalikan uangnya. Temannya mengembalikan uang pria tersebut dan mereka tidak melakukan tuntutan pidana karena merasa tidak akan mendapatkan keadilan.
Artikel ini sebelumnya telah tayang di detikTravel dengan judul Tokyo Jadi Ibu Kota Wisata Seks Baru di Asia?
(sun/mud)