Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel) diduga disebabkan oleh manusia. Mereka membuka lahan pertanian dan perkebunan dengan membakar lahan.
Membakar lahan dinilai lebih ekonomis, efektif dan efisien ketimbang menggunakan alat berat. Atau membabat dengan cara manual yang membutuhkan lebih banyak waktu.
"Iya Karhutla yang terjadi 99% disebabkan karena ulah manusia, 1% akibat faktor alam. Masyarakat masih membuka lahan pertanian dan perkebunannya dengan cara membakar karena lebih ekonomis," ujar Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Sumsel, Sudirman, Minggu (27/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudirman menyebut beberapa wilayah Karhutla terjadi di lahan milik warga. Di antaranya di lahan yang dipetak-petak untuk pembukaan tempat penanaman baru.
"Pasti ada yang membuka lahan untuk pertanian. Seperti yang terjadi di dekat jalan Tol Palembang-Indralaya. Bisa jadi untuk buka lahan tanam cabai dan sayuran. Itu petakan yang terbakar terlihat. Artinya masyarakat membuka lahan untuk berkebun atau tanam sayur," jelasnya.
Sosialisasi soal larangan membakar lahan dan kebun sudah dilakukan setiap musim kemarau. Bahkan, personel di posko-posko Karhutla kerap melakukan patroli ke wilayah-wilayah yang rawan Karhutla.
Pihaknya, hingga saat ini belum memonitor penindakan yang dilakukan pihak terkait. Namun, dari data rekapitulasi Gakkum Polda Sumsel di laporan posko harian satgas siaga darurat bencana asap akibat Karhutla, terdapat tiga laporan polisi yang sudah masuk.
Dari laporan polisi itu, luas lahan yang terbakar lima hektare. Tujuh orang ditetapkan tersangka dan lima di antaranya ditahan. Lokasi pembakaran terjadi di wilayah Musi Rawas, Lubuklinggau dan Banyuasin.
Sepanjang Januari-September, luas Karhutla di Sumsel mencapai 9.697 hektare. Karhutla terbanyak terjadi di lahan mineral seluas 6.382 hektare dan gambut 3.316 hektare.
Karhutla tertinggi terjadi di Muba seluas 3.570 hektare, Banyuasin 1.656 hektare, Muara Enim 1.229 hektare dan Mura 1.162 hektare. Kemudian di Muratara 708 hektare, OKU 643 hektare, OKI 310 hektare, PALI 228 hektare dan Ogan Ilir 126 hektare.
Sementara daerah lainnya di bawah angka tersebut. Hanya Lubuklinggau, OKU Selatan dan Pagar Alam belum ada Karhutla.
(sun/dai)