Babak Baru Kasus Kematian Santri di Tebo, Keluarga Polisikan Ponpes

Jambi

Babak Baru Kasus Kematian Santri di Tebo, Keluarga Polisikan Ponpes

Dimas Sanjaya - detikSumbagsel
Rabu, 22 Mei 2024 08:00 WIB
Keluarga santri  tewas dianiaya senior di Tebo melaporkan pihak ponpes ke polisi.
Keluarga santri tewas dianiaya senior di Tebo melaporkan pihak ponpes ke polisi. (Foto: Dimas Sanjaya)
Tebo -

Kasus kematian santri Airul Harahap (13) yang tewas dianiaya senior memasuki babak baru. Kini, keluarga korban melaporkan dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) yang dilakukan oleh pihak Ponpes Raudhatul Mujawwidin, Tebo, Jambi.

Ayah korban, Salim Harahap, melaporkan kasus tersebut ke Polda Jambi, Selasa (21/5/2024) siang. Dia turut didampingi Tim Pengacara Hotman 911. Laporan itu teregister dengan nomor : STTLP/B/139/V/2024/SPKT/POLDA JAMBI, tanggal 21 Mei 2024.

Kuasa hukum korban, Orde Prianata mengatakan laporan ini dilakukan berdasarkan fakta-fakta dalam putusan Pengadilan Negeri Tebo terhadap 2 orang terdakwa yang sebelumnya telah diputuskan hakim. Hal ini, kata Orde, terkait adanya dugaan perkara baru terkait menghalangi penyidikan dan kelalaian atas kematian Airul Harahap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terlapornya ada dua orang. Pertama, pimpinan Ponpes Raudhatul Mujawwidin atas nama Karim. Satu lagi atas kelalaian yakni Aris Munandar yang merupakan wali kamar," kata Orde, Selasa.

Orde menerangkan berdasarkan keterangan Aris Munandar yang merupakan wali kamar bahwa Aris sempat mengantar Airul pasca terjadi pengeroyokan ke Klinik Rimbo Media Center. Berdasarkan keterangan Aris Munandar, Airul meninggal dunia sebelum sampai di klinik.

ADVERTISEMENT

Sampai di klinik, Aris kemudian menelpon Pimpinan Ponpes, Karim, untuk mengabarkan kematian Airul. Di saat itulah, pihak ponpes meminta Aris untuk tidak menelepon keluarga Airul.

"Jawabannya dari pimpinan ponpes adalah jangan disampaikan ke pihak keluarga karena ini masalah besar. Silakan bawa ke ponpes biar kita mandikan, salatkan, baru kita kirim ke rumah duka," jelasnya.


Dari serangkaian tindakan yang dilakukan ponpes itu, kata Orde, pihaknya menilai hal tersebut merupakan tindakan menghalangi penyidikan. Apalagi, kasus ini 4 bulan baru bisa terungkap siapa dalang di balik kematian Airul.

"Di situ terlihat adanya menutupi proses penyidikan. Seakan-akan mereka membuat pengadilan sendiri di sana," ujarnya.

Orde menambahkan dari beberapa fakta dalam persidangan juga ditemukan kerapnya tindakan senioritas atau bullying yang dianggap terjadi secara turun menurun.

"Kami minta lembaga terkait mengawasi ponpes itu untuk turun tolong turun ke sana untuk mengusut. Supaya tindakan ini tidak berulang dan kasus Airul-Airul yang lai," ujarnya.

Sementara itu, Salim Harahap, ayah Airul, berharap kasus pihak kepolisian agar kembali mengusut siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab atas kematian putranya itu.

"Saya berharap masalah anak saya diungkap seterang-terangnya siapa saja pelaku. Untuk ke depan jangan sampai terulang lagi di sekolah-sekolah lain," katanya.

Sebelumnya, dua pelaku penganiayaan Airul hingga tewas divonis PN Tebo, Kamis (21/3/2024). Terdakwa AR divonis 7 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan terdakwa RD divonis 6 tahun 6 bulan penjara.

Dua pelaku menganiaya korban dengan memukul pakai tangan kosong hingga menggunakan kayu di loteng asrama, pada Selasa (14/11/2023). Hal ini dipicu karena pelaku sakit hati korban menagih utangnya senilai Rp 10 ribu di depan teman-temannya.

Setelah menganiaya korban hingga tak sadarkan, pelaku membuat skenario seolah-olah korban tewas tersengat listrik dengan menempelkan kabel di loteng asrama ke tubuh korban.

Hasil autopsi korban ditemukan sejumlah luka patah batang tulang tengkorak, rahang, rusuk, dan pendarahan di otak.




(csb/csb)


Hide Ads