Polda Jambi mengungkap dugaan korupsi di PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Jambi. Korupsi di tubuh perusahaan pelat merah itu merugikan negara Rp 3,9 miliar.
Korupsi itu terjadi dalam pengerjaan upgrade Stasiun Pandu Pelabuhan yang berada di Desa Tanjung Majelis, Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Proyek pengerjaan itu dilakukan pada tahun 2021.
"Ada lima orang yang kami mintai pertanggungjawaban terkait pekerja proyek ini," kata Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jambi AKBP Ade Dirman, Kamis (14/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini lima orang itu sudah menjadi tersangka. Tiga tersangka berasal dari kalangan PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Jambi, yakni, Sandha Trisharjantho selaku General Manager periode 2019-2021, Rymeta Atmadja selaku General Manager periode 2021-2023, dan Andrianto Rahmadha selaku Deputi General Manager Operasi dan Teknik periode 2020-2023.
Selain itu tersangka lain ialah dari kontraktor Yombi Larasandi selaku Direktur PT Way Berhak Perkasa (WBP) dan M Ibrahim selaku konsultan pengawas.
AKBP Ade Dirman mengatakan dalam korupsi diduga terjadi kongkalikong untuk proses upgrade pengerjaan Stasiun Pandu Pelabuhan Teluk Majelis.
Ade memaparkan pada tahun 2018, PT Pelindo II mengalokasikan anggaran investasi multiyears untuk pembangunan Stasiun Pandu Teluk Majelis. Kemudian pada 3 Desember 2019 hingga 31 Januari 2020 dilakukan proses tender yang menetapkan PT Way Berhak Perkasa sebagai pemenang.
Pada 21 Februari 2020 dilakukan penandatanganan kontrak oleh tersangka Sandha Trisharjanto selaku General Manager Pelindo Jambi saat itu dengan Yombi Larasandi selaku Dirut PT Way Berhak Perkasa. Adapun nilai kontrak pekerjaan itu ialah Rp 12.212.227.000 dengan masa pelaksanaan selama 240 hari.
"Pada 11 Agustus 2020, dialihkan seluruhnya ke pihak lain, jadi pihak PT WBP yang menang kontrak tidak mengerjakan sama sekali, dialihkan kepada pihak lain. Kemudian pada 11 Juni 2020 terjadi putus kontrak," ujarnya.
Pemutusan kontrak ini dilakukan karena jangka waktu pekerjaan berakhir. Sementara progres pembangunan baru 91,9 persen. Maka dari itu, PT WBP membayar 91,9 persen dari nilai kontrak yakni sebesar Rp 10.908.904.667.
"Dari permasalahan itu kami melakukan penyelidikan, di situ terjadi memang perbuatan melawan hukum, di situ tender memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga PT WBP sebagai pemenang dalam proyek tersebut. Kemudian progres direkayasa, ada pengalihan ke pihak lain (di sub kontraktor)," paparnya.
Akibat adanya korupsi pekerjaan itu, ditemukan adanya pekerjaan fisik yang terdapat kekurangan spesifikasi baik volume atau kuantitas maupun mutu dan terjadi kegagalan fungsi dari sheet pile atau penahan tebing. Hal ini diketahui usai dilakukan oleh pemeriksaan ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang didatangkan penyidik untuk menguji pekerjaan tersebut.
"Akibatnya setelah dilakukan penghitungan dari BPKP terjadi kerugian negara sebesar Rp 3,9 miliar sekian," sebutnya.
Dari serangkaian penyelidikan hingga menaikkan status perkara ke penyidikan, polisi berhasil menyita uang kerugian negara sebesar Rp 3.424.953.398. Sementara, masih ada sisa Rp 499.759.900 yang belum dikembalikan.
"Selanjutnya penyidik akan tetap konsisten untuk memulihkan sisa kerugian negara tersebut dengan cara melakukan penelusuran aset milik tersangka untuk dilakukan penyitaan guna pemulihan sisa kerugian negara tersebut," tutur Ade.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, kelima pelaku koruptor di kasus PT Pelindo Jambi ini belum dilakukan penahanan.
"Untuk tersangka kami belum lakukan penahanan. Kami masih proses penyidikan, dan untuk merampungkan insya Allah dalam waktu dekat kasusnya kami bisa limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jambi," tandasnya.
Sementara itu terkait penetapan tersangka tersebut, pihak PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Jambi angkat bicara. General Manager Pelindo Regional 2 Jambi, Ahmad Fahmi menyatakan pihaknya menghormati penetapan tersangka tersebut dan akan bersikap kooperatif.
"Kami menghormati penetapan tersangka terhadap beberapa pegawai kami, dan akan kooperatif serta mendukung proses hukum selanjutnya hingga tuntas.Tentunya dengan tetap menerapkan prinsip praduga tidak bersalah," terang Ahmad Fahmi dalam keterangan tertulisnya.
Ia menambahkan bahwa pihak manajemen PT Pelindo II juga berkomitmen dalam penegakan antikorupsi. Salah satunya melalui penguatan Whistle Blowing System (WBS). Ia juga menjamin bahwa pelayanan di cabang Jambi akan tetap berjalan.
"Perlu kami sampaikan bahwa pasca merger Pelindo pada 1 Oktober 2021, Manajemen memiliki komitmen yang kuat dalam penegakan antikorupsi dan akan menindak tegas siapapun di lingkungan Pelindo yang terbukti melakukan tindakan korupsi, sebagaimana ditunjukkan dengan kerja sama dengan sejumlah lembaga antikorupsi dan perkuatan Whistle Blower System (WBS) untuk mencegah terjadinya korupsi di lingkungan Pelindo group," tegasnya.
Selain itu, Ahmad Fahmi menyebutkan bahwa ketiga orang dari pihak PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Jambi tersebut sudah melakukan penyetoran uang sebagai bentuk tanggung jawab dalam rangka pemulihan kerugian negara. Penyetoran dilakukan pada 31 Agustus 2023 atau sebelum penetapan tersangka.
"Tiga pegawai Pelindo yang sebelumnya bertanggung jawab menangani pekerjaan dimaksud telah melakukan penyetoran uang sebesar Rp 3,4 miliar kepada Polda Jambi, sebagai wujud itikad baik dan tanggung jawab mereka dalam rangka melakukan pemulihan kerugian negara. Nilai tersebut merupakan hasil perhitungan audit investigasi oleh Perwakilan BPKP Provinsi Jambi," jelasnya.
"Penyetoran dana tersebut telah dilakukan pada 31 Agustus 2023 sebelum pengumuman oleh Polda Jambi pada Kamis kemarin. Hal ini menegaskan komitmen Pelindo beserta pegawainya untuk mendukung dan siap bekerja sama dengan pihak berwenang hingga proses hukum tuntas," imbuhnya menegaskan.
(mud/mud)