Kala Sekolah Malah Jadi Tempat Pencabulan, Anak Dipaksa Sodomi Bapak-Bapak

Sumatera Selatan

Kala Sekolah Malah Jadi Tempat Pencabulan, Anak Dipaksa Sodomi Bapak-Bapak

Tim detikSumbagsel - detikSumbagsel
Sabtu, 22 Jul 2023 09:04 WIB
Ilustrasi Pencabulan Anak. Andhika Akbarayansyah/detikcom.
Foto: Andhika Akbarayansyah
Musi Rawas Utara -

Ironisnya kasus pencabulan yang dilakukan Imam Mahdi (35), oknum guru SD di Musi Rawas Utara (Muratara) terhadap 4 muridnya serta 2 murid SMP-MAN. Sebab, pencabulan dalam bentuk pemaksaan sodomi terhadap pelaku itu terjadi di lingkungan sekolah.

Ini pun bukan kasus pertama. Sebelumnya ada juga kasus pemaksaan sodomi terhadap pelaku pelatih paskibra yang terjadi di SMK di Muara Enim. Meskipun ada perbedaan dalam hal usia korban, namun lokasinya pun kurang lebih sama, yakni di sekitar sekolah.

Sekolah Ternyata Tak Selalu 'Aman'

Rentetan kasus pemaksaan sodomi di lingkungan pendidikan ini turut menyita perhatian psikolog. Anrilia Ema, psikolog dari Klinik Magna Penta Palembang menyebutkan bahwa sekolah ternyata tidak selalu aman bagi anak-anak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekolah seharusnya memang menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, tapi ternyata tidak selalu terjadi demikian. Terutama karena ulah oknum-oknum pendidik seperti ini," terang Anrilia kepada detikSumbagsel, Jumat (21/7/2023).

Dia berpendapat, pelaku dalam kasus semacam ini mungkin merasa 'aman' dan 'nyaman' dalam menjalankan aksinya karena dua hal.

ADVERTISEMENT

Pertama, karena targetnya adalah anak-anak atau siswa yang notabene lebih muda daripada pelaku. Pelaku pun lebih mudah memanipulasi korban.

Korban awalnya dibuat percaya bahwa apa yang diminta pelaku bukan sesuatu yang aneh. Supaya menurut, korban mendapat ancaman. Seperti yang terjadi pada korban di Muratara yang diancam tak naik kelas, serta korban di Muara Enim yang diancam foto bugilnya akan disebar.

Kedua, karena adanya anggapan bahwa lingkungan pendidikan pasti 'aman'. Profesi guru juga kerap dipandang positif. Hal inilah yang kemungkinan justru dimanfaatkan oleh pelaku.

Faktor Individual dan Sosial Pelaku

Anrilia mengungkapkan bahwa pada kasus-kasus pencabulan di sekolah semacam ini, biasanya ada perpaduan pendorong antara faktor individual dan faktor sosial.

Faktor individual yang dimaksud adalah perkembangan moral pelaku yang lemah, kecenderungan impulsif, serta kecenderungan antisosial.

Sedangkan faktor sosial yang dimaksud meliputi sistem pengawasan dan pola interaksi pelaku dengan lingkungannya.

Nah, untuk bisa memahami penyebab pelaku melakukan aksinya, Anrilia menyebutkan harus ada pendalaman konteks per kasus. Tidak bisa dipukul rata satu dengan yang lain.

"Maka dari itu, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku, apakah memang ada gangguan jiwa atau ada penyebab lain yang membuat mereka melakukan hal tersebut dengan korban anak-anak," jelas Anrilia.

Tindak Lanjut Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan Muratara secara khusus meminta maaf atas kejadian yang terungkap di SD negeri di Muratara ini. Mereka pun langsung bergerak ke sekolah untuk memberikan pendampingan kepada korban serta penyuluhan pada anak-anak, tenaga pendidik, maupun wali murid.

"Kami mewakili pemerintah Muratara, memohon maaf terkait tingkah laku oknum guru tersebut terhadap murid-murid. Ini di luar kontrol kami," ungkap Kepala Dinas Pendidikan Muratara, Zazili pada Kamis (20/7/2023).

Zazili menjelaskan, pihaknya telah mendatangi SD yang bersangkutan untuk audiensi dan memberikan edukasi terhadap murid, guru, dan wali kelas. Terutama pada anak-anak yang menjadi korban beserta orang tuanya.

Mereka memastikan agar murid-murid lain tidak merundung atau membully para korban. Guru-guru juga diharapkan terlibat aktif memastikan keamanan anak-anak ini. Diupayakan agar tidak ada pertanyaan yang menjurus ke kasus karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada kondisi psikis para korban.

"Psikologi anak-anak (korban, Red) masih dalam pantauan kami. Cuma saat ini kami masih mengedukasi. Jadi kami mengedukasi jangan ditekan dan ditanya (tentang kasus) di tempat-tempat umum untuk menjaga psikis anak," ujar Zazili.




(des/des)


Hide Ads