Redho Tri Agustian, warga Pangkalpinang yang berkuliah di Jogjakarta hampir dipastikan jadi korban mutilasi. Hal itu terungkap usai polisi mencocokkan sidik jari korban mutilasi inisial R dengan Redho yang hasilnya 99 persen identik.
Dengan hasil tes sidik jari itu, polisi menduga korban mutilasi inisial R yang potongan tubuhnya ditemukan berceceran di Kapanewon Turi, Sleman, Jogjakarta, Rabu (12/7/) hampir dipastikan adalah Redho Tri Agustian. Melalui Polda Bangka Belitung, ayah dah Ibu Redho pun melakukan tes DNA.
"Sudah tes DNA (ayah dan Ibu Redho), Selasa (18/7/2023) pukul 11.00 WIB. Mereka (yang ambil tes DNA) dari Polda Babel. Mungkin saat ini (sampel) sudah sampai Jogja karena sudah dua hari," kata paman Redho, Majid saat ditemui detikSumbagsel, Kamis (20/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pihak keluarga hanya diberitahu kalau hasil tes DNA paling lama keluar dalam 7 hari. Sementara untuk informasi kapan jenazah Redho akan dibawa ke Pangkalpinang, pihak keluarga belum tahu.
"Belum ada informasi ke kita kapan jenazah akan dibawa ke Pangkalpinang. Kita masih nunggu info dari sana (Jogja). Mungkin nunggu hasil tes DNA keluar," singkat Majid.
Sembari menunggu hasil tes DNA keluar dan jenazah bisa dibawa pulang, pihak keluarga dan kerabat dekat menggelar doa bersama di kediaman mereka setiap sore.
"Iya baca doa tiap sore, Yasinan, sejak dapat kabar dari Jogja. Keluarga terdekat termasuk teman-teman SMA, guru begitu juga dengan remaja Masjid datang Yasinan setelah tahu kabar ini, dia (Redho) kan remaja Masjid," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, mahasiswa inisial R hampir dipastikan adalah Redho Tri Agustian, warga Pangkalpinang yang mengenyam pendidikan di Jogjakarta. Selain mengungkap hasil tes sidik jari yang 99 persen identik dengan Redho, polisi juga mengungkap bahwa korban meninggal akibat 'aktivitas kekerasan' yang tidak wajar sebelum dimutilasi.
Hal itu disampaikan oleh Dirreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi. Kedua pelaku, W (29) dan RD (38) serta korban disebut saling mengenal melalui media sosial. Mereka baru pertama kali bertemu di Jogja pada malam kejadian.
"Mereka berkumpul dan melakukan aktivitas yang tidak wajar berupa kekerasan ataupun aktivitas kekerasan berlebihan," kata Endriadi di Jogja, Selasa (18/7/2023).
(des/des)