Terdakwa dalam kasus korupsi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kabupaten Mukomuko 2019-2021 dituntut hukuman pidana 3 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi BPNT tersebut. Terdakwa atas nama Yaholil selaku koordinator daerah (korda) itu juga dituntut denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 341 juta.
Selain Yaholil, ada dua terdakwa lain yakni Mustafa (pendamping sosial Desa Tirta Makmur Kecamatan Lubuk Pinang Nardi) dan Sugia (pendamping sosial Desa Penarik Kecamatan Penarik). Masing-masing dari mereka dituntut pidana 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Mukomuko Agung Malik Rahman Hakim mengatakan, ketiga terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan sesuai dakwaan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibat perbuatan ketiga terdakwa di jilid I, beserta 2 terdakwa di jilid II, berkas terpisah yakni Pendamping Sosial Desa Agung Jaya Kecamatan Air Manjunto Joko Supriyono, dan Pendamping Sosial Desa Mekar Jaya Kecamatan Air Rami Davia Tri Warjawi, Negara mengalami kerugian keuangan negara mencapai Rp 1 miliar lebih dan JPU telah berhasil memulihkan kerugian keuangan negara tersebut sebesar Rp 665 juta," kata Agung, Senin (5/6/2023).
Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu menetapkan tiga tersangka tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan non tunai (BPNT) Kementerian Sosial (Kemensos) 2019-2021. Ketiga orang itu ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan tim penyidik Kejari Mukomuko pada Senin, 5 Desember 2022.
Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi ini terungkap setelah adanya keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung. Penerima bantuan pun menjual kembali beras tersebut dengan harga murah kepada pemilik hewan peliharaan.
Koordinator lapangan dan pendamping di kecamatan diduga memonopoli harga barang dengan menaikkan harga jual. Mereka menentukan sendiri harga untuk dijual di e-warung ke penerima bantuan.
Terdakwa diduga menaikkan harga jual bahan pokok hingga Rp40.000 untuk satu item. Padahal kualitas dari sembako tersebut tidak layak diterima oleh 3.400 keluarga penerima manfaat (KPM) yang tersebar di 15 kecamatan di daerah ini.
(des/des)