Harta Karun dari Sungai Musi yang Tak Ternilai Harganya

Pencarian Harta Karun di Sungai Musi

Harta Karun dari Sungai Musi yang Tak Ternilai Harganya

A Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Kamis, 14 Nov 2024 17:00 WIB
Koleksi benda bersejarah dari Sungai Musi yang ada di Museum Negeri Sumsel
Kepeng Ban Liang dari abad kedua sebelum Masehi/Foto: Istimewa (dok. Disbudpar Sumsel)
Palembang -

Temuan benda-benda bersejarah dari Sungai Musi dikumpulkan di Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputra Dewa. Setidaknya ada 16 ribuan koleksi yang kini ditampilkan dan bisa dilihat masyarakat. Usianya berkisar puluhan hingga ribuan tahun.

"Temuan benda-benda bersejarah kita simpan di Museum Negeri Sumsel Balaputra Dewa. Tak hanya temuan dari Sungai Musi saja, tapi juga dari tempat-tempat lain. Jumlahnya sekitar 16 ribuan," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Panji Tjahjanto, Rabu (13/11/2024).

Beragam temuan itu merupakan peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang, dan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Benda-benda bersejarah yang belum ditemukan karena masih terkubur dan dimiliki orang-orang tertentu pun masih banyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita berharap kepada masyarakat apabila menemukan benda-benda bersejarah, agar melaporkan ke instansi yang berwenang," kata Panji.

Plh Kepala Museum Negeri Sumsel Balaputra Dewa, Amarullah menyebut hibah dari warga kepada pemerintah yang menjadi koleksi museum juga cukup banyak. Mulai dari koin mata uang guci, pedang, golok, keris, meriam, keramik, botol, kemudi kapal sepanjang 7,7 meter, arca, lonceng Buddha, dan canting cap batik Palembang.

ADVERTISEMENT

"Ada yang hasil jemput bola karena terbengkalai dan hibah warga kepada kita secara sukarela. Hasil hibah dari warga nanti kita tampilkan nama penemunya sebagai bentuk apresiasi," terang Amarullah.

Mengapa Banyak 'Harta Karun' di Sungai Musi?

Menurut Amarullah, Kota Palembang menjadi wilayah persinggahan dan transit pada zaman dulu. Berbagai bangsa datang untuk berdagang di sekitaran wilayah tersebut. Jalur Sungai Musi menjadi pilihan ketimbang jalur darat. Faktor itu yang membuat 'harta karun' di Sungai Musi cukup banyak.

"Usia hasil temuan dan jadi koleksi museum mulai dari puluhan tahun hingga ribuan tahun. Yang paling tua (ada di museum), ada kepeng Ban Liang dari abad kedua sebelum masehi. Kalau di museum, koleksi yang paling bernilai itu kami sebut sebagai Koleksi Masterpiece," imbuhnya.

Edukator Museum Negeri Sumsel, Benny Pramana Putra mengungkapkan Kepeng Ban Liang merupakan hibah warga kepada museum. Koin itu ditemukan di Sungai Musi. Kepastian usia koin itu disebut valid karena berasal dari Dinasti Han yang berkuasa sejak 206 sebelum Masehi sampai 220 Masehi.

Golok Kuningan Berlapis Emas

Selain koin itu, koleksi masterpiece lainnya adalah golok kuningan berlapis emas yang bentuknya langka. Golok itu disebut barang hasil akulturasi banyak kebudayaan, yakni berunsur Melayu, Jawa dan China. Diperkirakan senjata itu berasal dari periode klasik muda sekitar abad ke-11 hingga ke-15 Masehi.

"Ada juga kemudi kapal yang panjangnya 7,7 meter yang ditemukan di kedalaman 40 meter. Teknologi pembuatan kapalnya ada pengaruh Eropa di bagian bilah yang disebut ekor burung. Belum dapat dipastikan apakah dari Belanda atau bukan. Namun itu bukan kemudi tunggal. Maksudnya ada pasangannya, bisa dua atau tiga kemudi pada satu kapal. Panjang kapalnya bisa mencapai 30 meter," terang Benny.

Koleksi benda bersejarah dari Sungai Musi yang ada di Museum Negeri SumselKemudi kapal yang panjangnya 7,7 meter/ Foto: Istimewa (dok. Disbudpar Sumsel)

Canting Cap Batik Palembang

Yang menarik adalah tujuh canting cap Batik Palembang. Canting cap itu untuk kain Batik Palembang motif encim. Temuan itu menambah teori tentang produksi Batik Palembang.

Selama ini, kata Benny, banyak yang belum tahu tentang sentra kerajinan Batik Palembang. Kebanyakan orang mengetahuinya kain Batik Palembang sejak 300 tahun lalu sampai sekarang, masih diproduksi di sentra kerajinan batik di Jawa.

"Temuan canting cap di Sungai Musi mendukung pendapat ini karena walaupun kainnya dibatik di Jawa, motifnya Palembang-an. Jadi, Wong Plembang ngirim bentuk motifnya untuk dibuat kain melalui canting cap itu. Bisa dianggap kalau sekarang kita ngirim desain dalam bentuk gambar, orang dulu ngirim desain dalam bentuk canting cap," jelasnya.

Koleksi benda bersejarah dari Sungai Musi yang ada di Museum Negeri SumselCanting cap Batik Palembang/ Foto: Istimewa (dok. Disbudpar Sumsel)

Harta Karun yang Tak Ternilai Harganya

Menurut Benny, temuan-temuan benda bersejarah itu tak ternilai harganya. Meski begitu, sebagian besar didapat dari hibah pemilik dan penemu.

"Kalau untuk harga, dari sisi nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya jelas tidak bisa dinilai. Namun, Alhamdulillah sebagian besar koleksi didapatkan dengan cara hibah. Pun ada beberapa koleksi yang didapatkan melalui proses pengadaan barang, itu sekadar pemberian imbalan jasa," ungkapnya.

Ia mencontohkan koleksi mata uang berbahan timah. Imbalan jasa yang diberikan jauh di bawah harga jual timah dunia. Maka dari itu, mereka yang menyerahkan benda bersejarah itu sangat diapresiasi.

"Padahal, jika mengacu harga pasaran timah, seharusnya lebih mahal atau sekian nilai uangnya. Jadi, perlu juga disampaikan apresiasi kepada masyarakat Sumsel atas kepeduliannya. Terpenting, museum koleksinya bertambah banyak, benda ini bisa lebih bermanfaat kalau di museum. Museum juga lebih paham cara perawatannya," tutupnya.




(sun/csb)


Hide Ads