Warna Batik Palembang dan Filosofinya

Sumatera Selatan

Warna Batik Palembang dan Filosofinya

Suki Nurhalim - detikSumbagsel
Rabu, 02 Okt 2024 07:30 WIB
Membatik dengan menggunakan canting dan lilin.
Ilustrasi membatik/Foto: Thinkstock
Palembang -

Batik Palembang mempunyai ciri khas, selain dari segi motif tapi juga warna yang digunakan. Umumnya, Batik Palembang berwarna merah, biru dan cokelat tua seperti Batik Lasem.

Warna merah yang digunakan cenderung merah menyala dan merah tua, seperti warna merah khas China. Sedangkan kain jupri atau batik jepri Palembang cenderung berwarna dasar cream, kuning biru, dan hitam.

Dalam buku Batik Palembang: Kajian Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan, disebutkan bahwa semua bangsa mengenal filosofi warna yang mencerminkan warna-warni bendera kebangsaan. Ada kemiripan, ada juga perbedaan pemaknaan terhadap warna yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada dasarnya semua warna bermakna baik. Namun dalam lingkup tertentu ada warna yang berkonotasi negatif. Misalnya warna merah. Ada pemaknaan warna merah yang berbeda antara individu dengan individu lainnya, antara kelompok dan kelompok lainnya, antara bangsa dengan bangsa lainnya.

Kita bebas memilih warna untuk diterapkan pada kain batik. Yaitu memilih warna yang disukai atau sebagai ungkapan jiwa (ekspresi) dalam makna yang positif. Misalnya warna merah yang dimaknai sebagai simbol semangat, bukan merah berarti amarah.

ADVERTISEMENT

Pemaknaan Warna dalam Kehidupan Sehari-hari Secara Global:

  • Merah: berani, semangat, gairah, api, marah, hawa nafsu, bahaya.
  • Putih: suci, tenang, statis, netral.
  • Hitam: kuat, kesungguhan, duka, sedih, gelap, buruk.
  • Kuning: sakti, mulia, keesaan, kerusakan.
  • Hijau: tumbuh, subur, tentram, aman.
  • Biru: luas, sepi, jauh, dingin
  • Cokelat: pengetahuan, sabar
  • Ungu: misteri, kebaruan, elegan

Sekilas tentang Sejarah Batik Palembang

Batik Palembang diyakini sudah ada sejak zaman Sriwijaya. Kehadiran Batik Palembang tak lepas dari pengaruh budaya dan politik dari Pulau Jawa.

Dalam buku yang sama disebutkan menelusuri sejarah Batik Palembang tidak mudah. Sebab, tidak ada data yang merujuk pada sentra batik di Palembang pada masa lampau.

Batik Palembang diyakini sangat identik dengan Dinasti Syailendra. Dinasti tersebut menjadi penguasa Sriwijaya dari abad ketujuh hingga abad ke-13 Masehi.

Lalu bagaimana masyarakat Sriwijaya mengenal batik? Adanya batik di Palembang tak bisa dilepaskan dari hubungan politik dan budaya dengan Wangsa Syailendra di Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di Palembang khususnya kalangan bangsawan pada zaman itu mengenal batik.

Kemudian adanya Batik Palembang juga berkaitan dengan hubungan budaya bersama para priayi Jawa, pendiri Kerajaan Palembang pada pertengahan abad ke-18. Para priayi Jawa disebut punya kebiasaan membawa tradisi dan budaya ke tempat yang baru. Termasuk bahasa dan tata cara berpakaian. Yang mana salah satu jenis pakaiannya adalah batik.

Waktu itu ada tutup kepala atau iket-iket yang dibuat dari sewet batik. Kemudian sewet batik yang telah di-angken atau di-peradan menjadi salah satu penutup kepala (tanjak) para pembesar Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam.

Kehadiran bangsa India dan China memberi pengaruh terhadap motif batik di pesisir utara Pulau Jawa dan Batik Palembang. Pengaruh India tampak pada motif bunga-bunga menyerupai mawar kelopak delapan, yang dipadukan dengan motif bintang. Sedangkan motif geribik dan jepri merupakan akulturasi budaya pesisir Jawa dan China.

Pada masa Kerajaan dan Kesultanan Palembang, para saudagar kain mendatangkan sewet batik dari sentra-sentra di Pulau Jawa. Seperti dari Cirebon dan Lasem. Uniknya, batik yang dipesan dapat disesuaikan dengan selera dan tradisi yang ada di Palembang.




(sun/des)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads