Menelusuri Sejarah Batik Palembang yang Jejaknya Ditemukan di Sungai Musi

Sumatera Selatan

Menelusuri Sejarah Batik Palembang yang Jejaknya Ditemukan di Sungai Musi

Suki Nurhalim - detikSumbagsel
Jumat, 20 Sep 2024 07:00 WIB
Kain songket khas Sumatera Selatan
Ilustrasi motif Batik Palembang/Foto: (Ivone Suryani/d'Traveler)
Palembang -

Batik Palembang diyakini sudah ada sejak zaman Sriwijaya. Kehadiran Batik Palembang tak lepas dari pengaruh budaya dan politik dari Pulau Jawa.

Dalam buku Batik Palembang: Kajian Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan, disebutkan bahwa menelusuri sejarah Batik Palembang tidak mudah. Sebab, tidak ada data yang merujuk pada sentra batik di Palembang pada masa lampau.

Batik Palembang diyakini sangat identik dengan Dinasti Syailendra. Dinasti tersebut menjadi penguasa Sriwijaya dari abad ketujuh hingga abad ke-13 Masehi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu bagaimana masyarakat Sriwijaya mengenal batik? Adanya batik di Palembang tak bisa dilepaskan dari hubungan politik dan budaya dengan Wangsa Syailendra di Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di Palembang khususnya kalangan bangsawan pada zaman itu mengenal batik.

Kemudian adanya Batik Palembang juga berkaitan dengan hubungan budaya bersama para priayi Jawa, pendiri Kerajaan Palembang pada pertengahan abad ke-18. Para priayi Jawa disebut punya kebiasaan membawa tradisi dan budaya ke tempat yang baru. Termasuk bahasa dan tata cara berpakaian. Yang mana salah satu jenis pakaiannya adalah batik.

ADVERTISEMENT

Waktu itu ada tutup kepala atau iket-iket yang dibuat dari sewet batik. Kemudian sewet batik yang telah di-angken atau di-peradan menjadi salah satu penutup kepala (tanjak) para pembesar Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam.

Kehadiran bangsa India dan China memberi pengaruh terhadap motif batik di pesisir utara Pulau Jawa dan Batik Palembang. Pengaruh India tampak pada motif bunga-bunga menyerupai mawar kelopak delapan, yang dipadukan dengan motif bintang. Sedangkan motif geribik dan jepri merupakan akulturasi budaya pesisir Jawa dan China.

Pada masa Kerajaan dan Kesultanan Palembang, para saudagar kain mendatangkan sewet batik dari sentra-sentra di Pulau Jawa. Seperti dari Cirebon dan Lasem. Uniknya, batik yang dipesan dapat disesuaikan dengan selera dan tradisi yang ada di Palembang.

Motif hewan tidak diperkenankan atau dilarang karena bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga sebagian besar Batik Palembang bermotif Flora. Orang Cirebon menyebut Batik Palembang dengan sebutan Palembangan.

Uniknya lagi, Batik Palembangan juga diminati masyarakat Cirebon dan Indramayu. Motif yang banyak dikenal masyarakat salah satunya motif jupri (disebut Batik Jepri). Ciri khasnya, warna dasar krem dan warna motifnya hitam atau cokelat.

Selain memesan dari Cirebon dan Lasem, pada masa Kesultanan Palembang juga pernah didirikan sentra batik, seperti di daerah Sayangan. Namun karena iklim usaha tidak kondusif, pengembangan batik tersebut tidak berjalan dengan baik. Bahkan akhirnya tidak terdengar kabarnya lagi.

Titik Terang Penelusuran Batik Palembang

Penelusuran soal adanya sentra batik di Palembang pada masa lampau menemui titik terang setelah banyaknya temuan cap batik di Sungai Musi. Sebagian cap batik menjadi koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan. Banyaknya cap batik menandakan pernah ada pengembangan batik di Palembang.

Cap batik yang ditemukan beragam motif. Seperti motif titik tujuh, puncak rebung, tabur intan, rantai padi, aksara china, bunga kapas, tangkai daun, bunga teratai, kupu-kupu dan titik cecek.

Motif titik tujuh merupakan ornamen khas Sumatera Selatan yang memiliki filosofi harapan tinggi. Tujuh melambangkan tingkat langit dan bumi. Kemudian dalam Islam, angka ganjil memiliki keistimewaan.

Motif Batik Palembang

Motif titik tujuh Batik Palembang biasanya digunakan sebagai pakaian atasan atau penutup kepala. Kuat dugaan motif itu berkembang di era Kesultanan Palembang pada abad ke-17 sampai ke-19. Sebab, titik tujuh sarat dengan nilai-nilai Islam yang diagungkan Kesultanan Palembang.

Cap batik yang ditemukan di Sungai Musi juga ada yang menggambarkan pengaruh budaya China. Seperti motif aksara china dan bunga kapas yang digabungkan dengan tangkai daun. Batik dengan pengaruh budaya Cina lebih dikenal dengan nama Batik Pecinan dan Batik Encim.

Biasanya, wanita keturunan China di Palembang mengenakan kain batik dengan motif aksara cina dan bunga kapas sebagai bawahan, dan dipadukan dengan kebaya encim. Diduga, motif batik seperti itu sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda pada abad ke-19.

Dugaan itu diperkuat dengan adanya keturunan China di Palembang yang menjadi kelas nomor 2 setelah orang-orang Eropa. Orang keturunan China banyak berperan dalam sektor perdagangan, dan menjadi alat kolonial untuk memperkuat penguasaan ekonomi.

Motif Batik Palembang yang dipengaruhi budaya Jepang dikenal dengan nama Batik Hokokai. Motif ini memiliki komposisi ornamen bunga, kupu-kupu, serta tangkai daun sebagai penghubung.

Diperkirakan, motif tersebut diproduksi pada masa Pendudukan Jepang di Palembang (1942-1945). Batik Hokokai biasanya dipakai masyarakat umum dalam keseharian.

Pewarnaan Batik Palembang

Pewarnaan Batik Palembang lebih banyak terinspirasi warna cerah yang dipengaruhi kebudayaan China, atau menggunakan warna cerah khas Melayu seperti merah, kuning dan hijau terang. Bahan yang digunakan untuk membuat Batik Palembang seperti sutra, organdi, jumputan dan blongsong.

Selain beberapa motif yang sudah dijelaskan di atas, berikut ini sederet motif Batik Palembang lainnya. Seperti motif songket, jumputan, kembang bakung, daun teh, bungo dadar, bungo delimo, bungo pacik, bungo cino, bungo tanjung, babar emas, babar kecubung, kerak mutung, geribik, jukung dan sumping.

Suplai batik Palembangan dan Laseman dari sentra batik di Cirebon dan Lasem pernah dilakukan melalui Sarekat Dagang Islam (SDI). Kemudian pada masa kemerdekaan, pemesanan batik tersebut dilakukan oleh pengusaha dan sebagian masyarakat, meskipun jumlahnya lebih sedikit.




(sun/mud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads