Palembang memiliki warisan budaya tak benda khas nusantara selain kain songket dan kani jumputan, yakni kain angkinan. Kain berbahan dasar beludru dengan benang emas ini sering digunakan saat acara resmi seperti saat pernikahan adat Palembang.
Di Palembang tepatnya di Kampung Angkinan Sunan, Jalan Mayor Zein, Kelurahan Sungai Lais Kecamatan Kalidoni ada sebuah kelompok perajin
yang masih terus melestarikan pembuatan dan penjualan kain angkinan hingga saat ini agar tetap eksis.
Ketua Kelompok Angkinan Sunan, Ayu mengatakan kain angkinan ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Ia sebagai orang keturunan Palembang terus mencoba melestarikan kain angkinan dengan mengajak seluruh saudara dan kerabatnya untuk membuat kain angkinan ini agar tetap lestari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kerajinan kain angkinan ini merupakan hasil kerajinan turun temurun dari nenek moyang dan saya terus melestarikan dengan mengajak saudara dan kerabat untuk terus membuatnya agar tetap dikenal tidak hanya songket dan jumputan," tuturnya.
Ayu menyebut kelompok kain angkinan sunan ini terdiri dari 50 orang. Puluhan orang ini merupakan saudara dan kerabat yang tinggal di sekitar Kampung Angkinan Sunan.
"Pembuatan kain angkinan ini berbeda dengan songket kalau songket di tenun kalau kain angkinan di sulam dengan bahan dasar kain beludru dengan ciri khas benang emas," ujarnya.
Kain angkinan ini ada 15 motif mulai dari sulur-sulur, kuku kelabang, papan jari lima, burung, kembang-kembang , kipas lurus, kipas miring, biji pala dan lainnya. Saat ini kain angkinan tidak hanya dibuat untuk pakaian pengantin saja tetapi juga untuk sarung bantal, souvenir, taplak meja dan gandi.
"Untuk pemasarannya selama ini di jual ke pasar 16 dan Komplek Ilir Barat Permai. Namun saat ini karena sudah ada media sosial jadi penjualan kain angkinan ini kini juga di pasarkan di media sosial," jelasnya.
Ayu menjelaskan harga yang dibanderol untuk satu set sarung bantal kursi Rp 750 ribu, sedangkan untuk souvenir Rp 200 ribu. Sementara untuk satu set pakaian pengantin harganya Rp 17 juta.
"Pengerjaan sarung bantal membutuhkan waktu dua minggu. Sarung bantal dan taplak meja paling best seller di pesan dan sudah dikirim ke Malaysia. Sementara untuk luar kota baru Jakarta dan Yogyakarta saja," katanya.
Ayu yang merupakan generasi keempat berharap kain angkinan ini bisa terus dilestarikan agar anak cucu bisa tahu. Karena kain angkinan saat ini bersaing dengan kain-kain yang minimalis. Meski begitu, Ayu bersama kelompoknya akan terus melestarikan kain khas Palembang ini.
(dai/dai)