Berikut ini sekilas mengenai kain jumputan Palembang. Mulai dari sejarah, cara membuat, nilai budaya dan cara melestarikannya.
Ulasan mengenai kain jumputan Palembang ini dikutip dari jurnal berjudul Melestarikan Budaya Seni Kain Jumputan Palembang, karya Nurhayati dari FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang. Di mana kain jumputan juga dikenal dengan sebutan kain pelangi.
Sejarah Kain Jumputan
Pada zaman Sriwijaya, Sumatera dan Jawa dikenal dengan kain patola suteranya. Sehingga muncul seni jumputan yang diperkirakan abad ketujuh sampai kedelapan, dengan masuknya kain sutera dan benang dari Cina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam budaya Jawa, kain jumputan disebut kain cinde. Kain cinde biasanya dibuat sebagai selendang untuk menggendong, atau sebagai selendang pelengkap tarian Jawa.
Seiring dengan masuk dan berkembangnya budaya Jawa dalam kehidupan keraton Palembang pada awal abad ke-16, pemakaian kain tersebut semakin meningkat. Sebab, banyak kain tenun Jawa yang dibawa para bangsawan Jawa ke Palembang.
Baca juga: 6 Pakaian Adat Pernikahan di Sumsel |
Nilai Budaya Kain Jumputan
Jumputan merupakan suatu cara penerapan hiasan pada tekstil, dengan mengikat bagian-bagian tertentu. Kemudian dicelupkan ke dalam bahan pewarna.
Sedangkan menurut Depdikbud, jumputan adalah pemotifan kain tenun yang mempunyai ragam hias tertentu, yang dibuat dengan cara melakukan penutupan terhadap bagian atau pola hias tertentu.
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan kain jumputan adalah kain yang awalnya menggunakan bahan polos berwarna putih, yang dibentuk dengan ragam hias tertentu dan menggunakan teknik mengikat bagian-bagian tertentu pada kain, dan dicelupkan pada bahan pewarna sesuai dengan yang diinginkan.
Teknik Pembuatan Kain Jumputan
Pengerjaan kain jumputan menggunakan teknik tie and dye, sritch and dye, rincek dan tritik. Teknik tersebut dengan cara membuat jelujur pada benang kain sesuai dengan pola, kemudian benang ditarik erat sehingga berkerut-kerut. Kemudian dimasukkan pada larutan pewarna.
- Mula- mula, kain sutera putih dipotong kurang lebih empat meter, kemudian di-maal atau diberi motif dengan cara ditulis menggunakan pensil pada kain putih tersebut.
- Setelah selesai dilukis/di-maal, selanjutnya pinggiran ragam hias dijelujur menggunakan tali rafia dan ditarik erat-erat. Teknik ini disebut tie and dye atau jumputan.
- Setelah dijumput, jumputan dibungkus dengan plastik dan diikat erat dengan rafia. Teknik ini disebut dengan sritch and dye.
- Kain yang telah selesai dikerjakan direndam dalam larutan pewarna, diangkat-angkat, dibalik-balik agar warna dapat menyerap dalam kain dengan merata.
- Bila air rendaman telah bening, kain diangkat. Kembali obat pewarna dimasukkan dalam air dengan dicampur cuka 100% agar warna menjadi muncul.
- Kain yang sudah dicelup kemudian direndam dan dicuci bersih, kemudian dijemur hingga kering.
- Setelah kain kering, baru ikatan serta jelujurnya dapat dibuka. Setelah ikatan dibuka maka tampaklah motif-motif hasil teknik jumputan dan rincek tritik.
- Untuk mendapatkan kualitas kain yang baik, kain yang telah dibuka ikatan dan jelujurnya kembali dicuci dan dijemur hingga kering.
- Selanjutnya disetrika. Tetapi bagi mereka yang ingin motifnya diberi warna lagi, maka dengan menambahkan obat pewarna pada kain pelangi. Motif pada kain jumputan seperti kembang janur, bintik lima, bintik sembilan, cucung atau terong, bintik tujuh dan bintik- bintik, dan motif mawar double.
Melestarikan Kain Jumputan
Upaya yang dilakukan antara lain dengan peningkatan kualitas kain jumputan, melalui kegiatan pelatihan dan pameran yang menunjang kemajuan kain jumputan. Sehingga tetap berkembang sampai sekarang.
Upaya selanjutnya dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan yaitu memudahkan perizinan dalam pameran dan menjadikan kain tradisional Sumatera Selatan sebagai warisan tak benda Indonesia. Bahkan menjadi warisan tak benda dunia.
Upaya selanjutnya dilakukan penjual, konsumen dan tokoh adat Palembang. Upaya yang dilakukan harus tetap mempertahankan kebudayaan jumputan sebagai warisan budaya, dengan cara mempromosikan serta memasarkan jumputan untuk dikenal masyarakat luas.
(sun/des)