Asal-usul Nama Gunung Krakatau

Lampung

Asal-usul Nama Gunung Krakatau

Tim detikSumbagsel - detikSumbagsel
Kamis, 29 Agu 2024 19:20 WIB
Gunung Anak Krakatau dari luar angkasa.
Gunung Anak Krakatau/Foto: Copernicus
Lampung -

Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung dengan sejarah letusan paling dahsyat di Tanah Air tercinta. Apakah detikers tahu soal asal-usul nama Krakatau?

Pertengahan Agustus selalu menjadi momen penuh sukacita bagi bangsa Indonesia. Sebab, setiap tahunnya Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan.

Namun ketika memasuki akhir bulan Agustus, tak sedikit yang teringat kembali sejarah kelam letusan Gunung Krakatau. Sebab pada 26-27 Agustus 1883, gunung tersebut meletus. Saking dahsyatnya letusan, banyak orang berpikir bahwa saat itu merupakan hari kiamat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari sejarah kelam tersebut, tak ada salahnya untuk penasaran atau kepo soal asal-usul Nama Gunung Krakatau. Saat mencoba mencari jawabannya, detikSumbagsel menemukan jurnal berjudul Kecerdasan Lokal Nama Wilayah (Toponimi) Untuk Mitigasi Bencana yang dibuat Prof Dr Ir Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS
dari Departemen Teknik Geomatika FTSPK Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, untuk Wibinar 28 Juli 2023. Jurnal tersebut tayang di situs resmi ITS.

Menurut Prof Bangun, istilah toponim agak asing bagi masyarakat umum. Apalagi bagi mereka yang tidak bergelut dalam ilmu-ilmu kebumian.

ADVERTISEMENT

Toponim berasal dari kata topo dan nym. Di mana topo berarti permukaan bumi dan nym adalah nama. Sehingga secara umum, makna toponim adalah nama yang diberikan pada unsur-unsur di permukaan bumi.

Nama unsur kenampakan atau ciri (features) di permukaan bumi tersebut meliputi unsur alamiah, unsur buatan, dan unsur administratif. Istilah ini pada penggunaannya sedikit
dikacaukan dengan toponimi.

Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari tentang nama-nama geografis. Toponimi adalah suatu cabang onomastica yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul dan arti nama.

Toponim Gunung Krakatau

Toponim untuk gunung sangat penting karena nama-nama geografis diperlukan dalam upaya penanggulangan bencana gunung berapi. Kajian toponimi tentang gunung api di Indonesia telah dilakukan oleh Titik Suparwati dan Ryan Pribadi dari Bakosurtanal pada tahun 2007.

Dengan basis data nama-nama geografis yang lengkap, maka pemerintah atau pihak terkait dapat mengetahui unsur-unsur geografis yang berada di sekitar gunung berapi tersebut serta jumlahnya. Juga dapat terlihat unsur geografis lainnya seperti sungai, danau, bukit, dan sebagainya.

Contohnya toponim di sekitar Gunung Krakatau. Menurut Prof Bangun, asal-usul nama Krakatau masih kurang jelas sampai saat ini.

Belum ditemukan dokumen-dokumen kuno dan catatan-catatan sejarah yang menyebutkan dengan pasti arti kata Krakatau dan berasal dari bahasa apa.

Namun Prof Bangun menerangkan geologist Inggris, Simon Wenchester dalam bukunya 'Krakatoa, The Day The World Exploded', menduga Krakatau berasal dari tiga kata dalam Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno. Untuk diketahui, orang Inggris menyebutnya Krakatoa kemungkinan karena kesamaan bunyi dengan kata asal.

Tiga kata dalam Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno yang dimaksud yaitu karta-karkata, karkataka dan rakata yang berarti udang atau kepiting.

Prof Bangun melanjutkan, bisa jadi sebelum meletus, sekitar pulau di mana Gunung Krakatau berdiri merupakan habitat kepiting dan udang. Kemungkinan ini yang paling logis diterima sebagai asal-usul nama Krakatau dibandingkan beberapa cerita lainnya.

Letusan Krakatau pada 27 Agustus 1883

RA van Sandick menggambarkan letusan Krakatau waktu itu seperti pemandangan dari sebuah akhir zaman. Ia merupakan mantan insinyur kepala di Hindia-Belanda. Saat Krakatau meletus, Sandick berada di atas kapal Loudon yang berlayar dari Batavia (Jakarta) menuju Teluk Betung (Lampung).

Kesaksian Sandick mengenai dahsyatnya letusan Krakatau 27 Agustus 1883 dicuplik Portal Informasi Indonesia pada Selasa 8 Januari 2019, dari buku 'In het Rijk van Vulcaan: de Uitbarsting van Krakatau en Hare Gevolgen'.

Letusan tersebut melontarkan 10 kilometer kubik material, baik awan panas maupun abu vulkanik. Letusan di hari kedua memicu tsunami setinggi kurang lebih 40 meter. Gelombang material panas menghantam pesisir Lampung dan Banten. Ratusan kampung hancur.

Gelombang efek letusan Krakatau disebut-sebut mencapai Afrika. Sementara suara letusannya terdengar hingga Karachi (Pakistan) bagian barat, serta Perth dan Sydney (Australia) di bagian timur.

Kemudian dalam Jurnal Sejarah Vol (2) 2, 2019, berjudul 'Binatang-binatang di Sekitar Letusan Krakatau', Budi Gustaman menyebut Pangeran Aria Djajadingingrat mendapatkan cerita dari pamannya, seorang asisten wedana di Tadjoer (Tajur Bogor), korban selamat letusan Krakatau. Budi mengutip kisah itu dari buku Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadinigrat (1936).

"Suatu pagi paman saya mendengar dentuman keras dan melihat cahaya api besar di atas Krakatau. Kemudian hari menjadi gelap. Pikirnya, bahwa dunia (akan) kiamat,..."




(sun/trw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads