Malam Menakutkan Letusan Krakatau 141 Tahun Silam

Malam Menakutkan Letusan Krakatau 141 Tahun Silam

Triono Wahyu S - detikSumbagsel
Rabu, 28 Agu 2024 10:48 WIB
Gunung Anak Krakatau (dok. Badan Geologi)
Ilustrasi: Foto Gunung Anak Krakatau saat erupsi pada tahun 2022 (dok. Badan Geologi)
Lampung -

Catatan saksi mata menunjukkan letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 begitu menakutkan. Disebut-sebut seperti kiamat. Malam di hari pertama letusan, Minggu 26 Agustus 1883, kengerian dimulai.

Itu 141 tahun silam. Letusan terjadi selama dua hari, Minggu 26 Agustus hingga Senin 27 Agustus. Berdurasi 20 jam 56 menit menurut Simon Winchester dalam Krakatoa, Saat Dunia Meledak (2010).

Berdasarkan hitung-hitungan dan catatan, letusan dimulai pada pukul 13.06 waktu Batavia (Jakarta). Saat itu hari libur. Orang-orang Eropa di Hindia Belanda selesai ritual Minggu, bersiap berjalan-jalan sore. Tak ada yang mengira, termasuk penduduk setempat, akan terjadi sesuatu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Getaran di Udara'

Pertanda letusan, terutama gempa bumi, sebetulnya sudah terasa beberapa bulan sebelumnya. Tapi masa itu pengetahuan geologis belum canggih. Pengamat dan penjaga mercusuar hanya mencatat. Tak menghubungkan dengan Krakatau. Apalagi saat itu gunung tersebut diyakini sudah mati.

Pada Kamis dini hari, 10 Mei 1883, misalnya. Penjaga mercusuar di selat Sunda merasakan 'getaran di udara'. Permukaan laut memutih-yang di kemudian hari diketahui sebagai indikasi ada 'sesuatu' yang bergolak di bawahnya. Getaran dan efeknya, bagi siapa pun, tak berarti apa-apa.

ADVERTISEMENT

"Tak ada yang tahu dari mana getaran itu berasal. Si penjaga (mercusuar) mengecek catatannya, gunung berapi terdekat yang terakhir meletus adalah Lamongan dan terletak 966 kilometer jauhnya di sebelah timur," tulis Winchester (hal 202).

Maka, saat Krakatau meletus pada Minggu, 26 Agustus, kesunyian kawasan di ujung barat Jawa dan Sumatera bagian selatan tiba-tiba berubah riuh. Semua panik. Dari Anyer yang berjarak kurang lebih 55 kilometer dari Krakatau, suasana mencekam begitu terasa.

"Anyer sudah gelap sejak pertengahan sore, dan saat matahari yang tak terlihat itu akhirnya tenggelam, kegelapan yang ada benar-benar seperti di neraka," tulis Winchester (hal 293).

Malam Menakutkan

Usai petang, letusan Krakatau kian menjadi. Laut bergolak. Kapal-kapal di selat Sunda pecah, banjir di dataran rendah, rumah hancur, dan orang terseret ombak.

Catatan-catatan pejabat kolonial jadi rujukan Winchester merekonstruksi peristiwa dahsyat itu. Termasuk testimoni pejabat kontrol kolonial di Sumatera selatan (Lampung), Willem Beyerinck, yang juga saksi mata letusan Krakatau. Dia menyebutkan pada pukul 20.00 waktu Batavia, hujan batu apung turun dengan derasnya. Gelombang mencapai 30,5 meter menerjang.

Beyerinck dan keluarga serta pembantu selamat dengan cara memanjat pohon kelapa setinggi mungkin. Menanti hingga air surut. Setelahnya berlari menuju puncak bukit. Di sana, ribuan penduduk setempat menangis dan hanya bisa pasrah dan berdoa.

"Serangkaian gelombang raksasa telah menghanyutkan semua atap yang ada di sana sekitar pukul 6 pagi, tak ada lagi yang tersisa," tulis Winchester (hal 298).

Letusan terus terjadi sepanjang malam hingga pagi di hari Senin, 27 Agustus. Mencapai puncaknya pada 10.02 waktu Batavia. Gedung-gedung di Batavia 'gemeretak'. Batavia, pusat hiruk pikuk Hindia Belanda, gelap pada pagi hari. Suhu turun 9 derajat.

Material vulkanik terlontar sedemikian dahsyatnya. Bergulung seperti dilepaskan meriam raksasa, menjulang setinggi 38,6 kilometer ke udara.

"Suatu letusan yang mengerikan. Suara yang menakutkan," tulis Kapten Sampson, nakhoda kapal Inggris Norham Castle yang saat itu berada di selat Sunda, dalam log-nya.

Laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan erupsi Krakatau 26-27 Agustus 1883 terdengar oleh 1/8 penduduk bumi. Abu vulkanis tersebar hingga ribuan mil ke Asia Selatan, Australia dan bahkan Eropa.

"Energi letusan setara dengan 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II," demikian rilis Kementerian ESDM pada Agustus 2023 dikutip detikSumbagsel, Rabu (28/8/2024).




(trw/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads