Masyarakat Belitung memiliki suatu tradisi bernama Maras Taun. Tradisi ini diadakan setiap bulan April sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen.
Awalnya tradisi ini lahir dari pembukaan kubok atau parong, wilayah permukiman yang ditempati masyarakat Belitung secara berkelompok. Parong atau kubok dipimpin oleh seorang ketua adat.
Pembukaan kubok atau parong dimulai dengan membuka hutan untuk berladang padi yang merupakan makanan pokok penduduk setempat. Sebagai rasa syukur atas panen, diadakanlah ritual memaras atau berselamatan setiap tahunnya. Upacara ini pun dikenal sebagai maras taun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari penelitian berjudul Pemaknaan dan Nilai dalam Upacara Adat Maras Taun di Kabupaten Belitung oleh Asep Dadan Wildan dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tradisi ini diawali dengan sambutan dukun kampung dan doa-doa.
Kemudian dukun kampung akan memberi beberapa wejangan. Seperti masyarakat dilarang pergi ke hutan selama tiga hari, anjuran agar lebih giat beribadah, tidak berkelahi atau melakukan tindakan kriminal lainnya, serta tidak berjudi dan minum minuman keras.
Setelah doa-doa selesai, acara ini akan diakhiri dengan makan bersama yang dilakukan oleh seluruh warga kampung. Makan bersama ini masih dilakukan dengan cara tradisional masyarakat Belitung, yang disebut dengan makan bedulang.
Warga akan membentuk lingkaran dan menikmati sajian makanan khas yang hanya disajikan setiap tradisi maras taun, yaitu lepat (lemper), gula aren cair, ikan, ketan, dan ayam. Setiap dulang akan diisi empat orang yang membentuk lingkaran.
Salah satu yang unik dari tradisi maras taun ini adalah, sebelum pulang, seluruh warga akan diberikan bedak tepung yang sudah diberikan bacaan oleh sang dukun kampung. Bedak tepung tersebut wajib dipakai di wajah dan seluruh badan dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan harta benda dan agar dijauhkan dari segala marabahaya.
Sebelum puncak upacara, biasanya masyarakat akan disuguhkan beberapa acara hiburan tradisional. Acara hiburan tersebut seperti lesong panjang, beripat beregong, begasing, becampak, dulmuluk, begubang, begambus, besepen, dan betiong.
Pada puncak perayaan maras taun, acara akan dibuka dengan lagu dan tari maras taun yang dibawakan oleh dua belas gadis remaja. Penari tersebut akan menggunakan kebaya khas petani perempuan, lengkap dengan topi capingnya.
Lagu yang dinyanyikan adalah lantunan ucapan syukur atas hasil bumi yang mereka dapatkan. Gerakan dalam tarian ini merupakan simbol para petani yang bekerja sama saat memanen padi di ladang.
Kemudian upacara akan dilanjutkan dengan acara Kesalan yang dipimpin oleh ketua adat. Kesalan merupakan penyampaian doa syukur kepada Tuhan atas panen yang telah dilewati dan permohonan berkah untuk masa depan, melalui media air dan daun-daunan.
Selanjutnya ketua adat akan menyiramkan air yang telah dicampur dengan daun neruse dan daun ati-ati tersebut guna membuang kesialan bagi warga desa.
Suasana upacara maras taun akan semakin meriah ketika lepat (makanan dari beras ladang berwarna merah, yang diisi potongan ikan atau daging) diperebutkan oleh masyarakat. Lepat yang disajikan berukuran besar yang kemudian akan dipotong oleh tamu kehormatan dan lepat berukuran kecil. Pemotongan dan pembagian lepat besar tersebut adalah simbol dari seorang pemimpin yang harus melayani warganya.
Nah detikers, itulah Upacara Maras Taun yang dilakukan masyarakat Belitung sebagai rasa syukur atas panen. Semoga dapat menambah pengetahuanmu tentang tradisi di Indonesia, ya.
Artikel ini ditulis oleh Rindi Antika, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(des/des)