Kopi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan (Sumsel). Sayangnya, dari nilai pasar dan eksistensinya, kopi Sumsel masih kalah tenar dibandingkan kopi dari provinsi lain. Termasuk kopi dari provinsi tetangga, seperti Lampung.
Padahal sebagian masyarakat Sumsel menggantungkan hidupnya dari perkebunan kopi. Berdasarkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, komoditas kopi menjadi salah satu penyumbang produksi tertinggi dengan luas lahan terbesar di Sumsel dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel Arifin Susanto mengatakan salah satu faktor yang membuat kopi Sumsel kalah tenar dengan provinsi lain yakni karena merek dagang dan juga kemasan yang belum menarik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Merek dagang dan kemasan belum begitu semenarik daerah lain. Selain itu masih terhambatnya pengembangan komoditas kopi karena akselerasi keuangan yang terbatas seperti kebutuhan modal yang belum optimal, akibat penyaluran kredit usaha ke petani kopi tersendat," ungkapnya, Jumat (26/7/2024).
Menurutnya, petani kopi di Sumsel sulit menerima modal dari perbankan karena organisasi serta struktur stakeholder untuk memaksimalkan pemasaran belum tersusun baik. Misalnya, antara asosiasi, petani dan pemerintah sebagai penyokong pengembangan kopi tidak teroptimalisasi seperti kelapa sawit.
"Bisnis matching-nya dalam mengembangkan satu kebutuhan komoditi belum tepat dan belum pas. Berbeda dengan kelapa sawit," ujarnya.
Meski jumlah produksi banyak namun tak mempengaruhi eksistensi komoditas. Ia menyebut, persoalan utama yang harus diatasi agar merek dagang kopi Sumsel dapat dikenal yakni harus didukung oleh modal dan pembiayaan kredit dari perbankan agar petani mampu menyempurnakan hasil produk mereka terdistribusi optimal.
Selain itu, lanjutnya kenapa perbankan sulit menyalurkan dan mencairkan kredit usaha sebagai modal dagang ke petani kopi karena sepanjang catatan di perbankan, komoditi kopi mengalami distribusi kurang baik, faktor eksistensi komoditas kalah tenar.
"OJK ikut berperan mendorong akselerasi keuangan daerah dengan mendukung produk dan penjualan komoditas lokal. Maka itu, perlu membangun kolaborasi lebih baik untuk Sumsel," imbuhnya.
Sejumlah organisasi dengan tanggung jawab memperbaiki keuangan daerah mencakup Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
"Termasuk support Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) serta satgas ketahanan pangan,"katanya.
Percepatan akselerasi keuangan di satu wilayah juga dapat berpenetrasi dari upaya-upaya pemerintah mengendalikan inflasi atau kenaikan harga komoditas dengan melibatkan pihak yang memiliki peran.
(dai/dai)