Deburan angin dan teriknya mentari menyapa pagi itu di pesisir Desa Sungsang IV, Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). Sepanjang mata memandang, hamparan tanaman mangrove berjejer rapi.
Tanaman mangrove tersebut belum tumbuh menjulang ataupun lebat, karena diperkirakan usia tanamnya baru 8 bulan. Di lokasi tersebut, nampak juga sejumlah warga yang sedang bersih-bersih, dan sebagian lagi menggali lubang untuk ditanam bibit mangrove.
"Kami bersama SKK Migas Sumbagsel dan KKKS, sudah sejak lama melakukan restorasi mangrove di wilayah ini, sekitar 2024 lalu. Di sini adalah kawasan pesisir yang memang harus dijaga, dan harus ditanam mangrove agar," ucap Abdullah, Ketua Lembaga Desa Pengelola Hutan Desa (LDPHD) di Sungsang IV Banyuasin, Jumat (15/11/2025).
Dia menyebut, ada 19 orang warga yang tergabung dalam pilot project restorasi mangrove program Penghijauan Hulu Migas yang dilakukan SKK Migas dan KKKS di Desa Sungsang IV di desa tersebut, di mana 10 orang di antaranya di bagian pembibitan.
Abdullah menerangkan, saat ini usia bibit mangrove di lahan tersebut baru mencapai 8-9 bulan. Program ini sendiri sudah dimulai sejak September 2024.
"Dalam praktiknya, kita menanam bibit mangrove yang berasal dari bibit lokal yakni dari Desa Sungsang IV," kata dia.
Diakui Abdullah, tidak ada kendala besar dalam melaksanakan pilot project kali ini, karena warga desa sudah belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya.
Bahkan dulu, dia bersama warga desa pernah menanam mangrove, namun 90 persen di antaranya mati karena hama yang tak diprediksi. Dari sana, mereka belajar dan terus belajar hingga akhirnya berhasil. Dan kini, pihaknya kembali memulai untuk merestorasi mangrove bersama SKK Migas dan KKKS.
"Di area ini sedikitnya dibutuhkan 65 hektare lahan untuk restorasi mangrove. Lahan yang ditanami SKK Migas sekitar 7 hektare. Kami yakin ke depan, lahan untuk restorasi mangrove bisa semakin bertambah dengan adanya peran serta semua pihak," kata Abdullah.
Lahan yang dipakai untuk restorasi mangrove ini, salah satunya adalah lahan yang sebelumnya pernah ditanami sawit. Namun demi menyelamatkan ekosistem bumi maka dilakukan restorasi mangrove di sini.
Dia menerangkan lahan kawasan hutan yang dikelola LDPHD itu pembukaan lahannya dimulai pada 2014. Dalam perjalanannya, sempat ada pihak luar yang ingin mengklaim.
"Dulu lahan ini sempat dijadikan lahan sawit dan diperjualbelikan oleh oknum masyarakat. Sekitar 2014 kita semua bersatu merestorasi lahan ini khusus untuk tanaman mangrove hingga terbit SK-nya pada 2023. Awalnya kami menjaga hutan, konservasi. Ada informasi kerjasama dgn KPH dan Dishut Sumsel, akhirnya menawarkan restorasi hutan yang terbuka untuk emisi karbon ke depan," kata dia.
Sejak itu, dampak besar mulai terlihat, di mana warga Desa Sungsang IV yang didominasi nelayan bisa kembali mendapatkan kepiting bakau, udang satang, ikan tirusan dan lainnya.
"Sudah cukup lama kepiting bakau, udang satang, dan ikan-ikan air payau menghilang. Tapi sejak dimulainya restorasi mangrove ini, semuanya seakan muncul kembali. Ini salah satu dampak yang kami rasakan," jelas Abdullah.
Dia menerangkan, mangrove ini tumbuhnya secara alami, namun tetap harus diawasi karena antisipasi dari hama dan sampah yang bisa merusak pertumbuhannya.
Untuk mendukung kesuburan tanaman mangrove itu, pihaknya membuat empat kanal. "Jadi memang setelah ditanam, gak kita biarkan saja, tetap kita monitoring, kita rawat dan disemprot insektisida," kata dia.
Beri Efek Meluas bagi Warga dan Lingkungan
Kepala Desa Sungsang IV, Romi Adi Candra mengatakan peran serta multipihak dalam upaya restorasi mangrove sangat penting. Tak hanya untuk menjaga ekosistem bumi dari abrasi air laut, menyerap karbon, namun ada banyak dampaknya.
Di antaranya adalah dampak bagi masyarakat sekitar. "Alhamudlillah dampak penanaman ini luar biasa bagi warga sekitar. Warga kita di sini memang didominasi nelayan, dan hasil yang didapat mereka meningkat setelah adanya restorasi mangrove ini," kata dia.
Secara geografis, kata Romi, Desa Sungsang IV merupakan desa paling ujung di Kecamatan Sungsang, Banyuasin. Untuk menuju ke desa ini, bisa menempuh akses darat dan sungai.
(csb/csb)