Terdakwa Helen Dian Krisnawati dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan itu membuat Helen yang dijuluki 'Ratu Narkotika' tak puas hingga menyampaikan pembelaan diri dengan pembacaan pledoi.
Pengamat hukum dari Jambi Mochammad Farisi menilai, putusan yang diberikan harus sesuai dengan fakta-fakta di persidangan dan jika memang itu terbukti maka putusan itu sudah tepat.
"Mengenai soal itu, Sebagai akademisi di bidang hukum, saya memandang bahwa putusan pengadilan pidana harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti yang sah menurut hukum, serta keyakinan majelis hakim," kata Akademisi Universitas Jambi yang juga selaku Dosen Fakultas Hukum ini kepada detikSumbagsel, Jumat (1/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam perkara yang menjerat terdakwa Helen, yang oleh jaksa dituntut hukuman mati karena diduga sebagai bandar besar narkotika di Jambi, maka kebenaran materil dan kekuatan alat bukti menjadi tolok ukur utama dalam menjatuhkan vonis," sambungnya.
Mengenai soal tuntutan mati JPU, dan bagaimana hakim mengambil putusan dalam sidang vonis hari ini, kata Farisi, jika Hakim memiliki kewenangan penuh untuk memutus berdasarkan keyakinannya. Tentu hal itu tetap dengan mengacu pada prinsip in dubio pro reo.
"Namun apabila bukti-bukti di persidangan telah memenuhi unsur pidana secara utuh dan meyakinkan, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk ragu dalam menjatuhkan pidana maksimal, termasuk hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," ujarnya.
Farisi yang juga merupakan Pegiat Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) tersebut memandang bahwa narkotika adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam masa depan generasi muda dan merusak sendi-sendi sosial bangsa.
Oleh karena itu, kata dia, penerapan hukuman maksimal bukan sekadar soal pembalasan, tetapi juga bagian dari upaya menciptakan efek jera dan perlindungan sosial yang lebih luas.
"Hukuman berat terhadap bandar besar narkotika juga menjadi pesan tegas bahwa negara tidak boleh kalah dalam perang melawan narkoba," tegasnya.
Meski begitu, Farisi, juga tetap menjunjung tinggi atas putusan hakim yang mana hakim mempunyai hak kewenangan tinggi dalam menjatuhkan vonis diperkara yang diadilinya. Sambungnya, kewenangan hakim dalam menjatuhkan vonis terdakwa yang diadili itu diatur oleh undang-undang dan bagian dari kekuasaan.
Maka dari itu, Farisi menyebut jika dalam vonis terdakwa Helen nanti, hakim juga tidak boleh menjatuhkan vonis pidana hanya karena tekanan publik. Dia mengatakan bahwa hakim harus tetap objektif dalam memberikan vonis pidana
"Di sini saya hanya menekankan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan vonis hanya karena tekanan publik atau semata-mata karena tuntutan jaksa, tetapi harus objektif, berdasarkan bukti hukum dan nurani keadilan," katanya.
Sementara itu pengamat sosial Dr Noviardi Ferzi mengatakan agar majelis hakim tidak terpengaruh akan pledoi terdakwa Helen. Apalagi menjatuhkan vonis hukuman mati sesuai dengan tuntutan jaksa bagi Ferzi itu sudah sesuai.
"Narkoba ini adalah musuh nyata bagi bangsa ini. Dampaknya tidak hanya merusak individu, tetapi juga menghancurkan struktur sosial dan ekonomi masyarakat," katanya.
"Jika terbukti bersalah dengan menjadi kartel terbesar mengendalikan sabu di Jambi seperti dakwaan jaksa, ini adalah kejahatan serius yang dampaknya akan dirasakan oleh ribuan orang, terutama generasi muda Jambi," lanjutnya.
Noviardi menekankan bahwa peredaran narkoba skala besar seperti ini dapat melumpuhkan produktivitas masyarakat, meningkatkan angka kriminalitas, dan membebani sistem kesehatan serta sosial negara.
"Ini bukan hanya masalah hukum pidana biasa, ini adalah masalah yang mengancam keberlangsungan hidup bangsa," katanya.
Meskipun Helen dalam pledoinya membantah seluruh dakwaan dan menyebut tidak ada bukti konkret yang mengaitkannya langsung dengan barang bukti, Noviardi berpendapat bahwa pengadilan harus melihat gambaran besar dari kejahatan narkoba.
"Seringkali jaringan narkoba beroperasi dengan sangat rapi dan licin, menyisakan sedikit jejak langsung. Namun, dampak masif dari peredaran barang haram tersebut sudah menjadi bukti nyata betapa berbahayanya kejahatan ini," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa putusan hukuman mati akan menjadi sinyal kuat bagi para bandar dan pengedar narkoba lainnya bahwa Indonesia, khususnya Jambi, tidak akan berkompromi dengan kejahatan semacam ini
"Hakim memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat dari ancaman narkoba. Hukuman mati untuk kasus sebesar ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap rakyatnya," ujarnya.
(csb/csb)