Kasus baru HIV/AIDS secara tahunan di Sumatera Selatan terus bertambah. Sepanjang Januari-Juni 2025 ditemukan 432 kasus baru atau orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Total sejak 1995 angkanya mencapai 7.388 kasus HIV/AIDS.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Trisnawarman mengatakan jumlah kasus baru itu terdiri dari 280 kasus HIV dan 152 kasus AIDS. Penyebab utama peningkatan kasus itu disebabkan oleh heteroseksual dan homoseksual.
"Untuk data kasus HIV/AIDS terbaru sepanjang Januari-Juni sebanyak 432 orang. Berdasarkan laporan untuk kasus baru itu dilaporkan kebanyakan karena heteroseksual dan homoseksual atau lelaki seks lelaki (LSL), bukan karena pekerja seksual," ujarnya, Kamis (24/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia merincikan sebaran HIV/AIDS pada tahun ini terbanyak ada di Palembang. Termasuk total secara keseluruhan mereka yang terkena penyakit tersebut.
Untuk sebaran HIV, kasus di Palembang sebanyak 150 orang, Lubuklinggau 19 orang, MUSI Banyuasin 18 orang, Muara Enim, OKI, dan Mura masing-masing 13 orang.
Lalu Banyuasin 12 orang, Lahat 11 orang, OKU Timur dan Prabumulih 8 orang. OKU dan Ogan Ilir 4 orang, Empat Lawang 3 orang, Pagar Alam, PALI, OKU Selatan, dan Muratara 1 orang.
Kemudian untuk kasus baru AIDS ada di Palembang sebanyak 62 orang dan Muba 14 orang. Lubuklinggau dan OKU Tmur 13 orang, Muara Enim 9 orang. Empat Lawang dan OKI 8 orang, Bayuasin, Pagar Alam dan Prabumulih 5 orang.
Lalu di OKU 3 orang, Lahat, Mura, dan OKU Selatan 2 orang, dan Ogan Ilir 1 orang. Sementara di PALI, Muratara belum ada kasus AIDS.
Dari rincian itu, artinya ODHA di Palembang sebanyak 212 orang, disusul Lubuklinggau dan Muba masing-masing 32 orang, Muara Enim 22 orang, OKI dan OKU Timur 21 orang.
Kemudian Banyuasin 17 orang, Mura 15 orang, Lahat dan Prabumulih 13 orang, Empat Lawang 11 orang, OKU 7 orang, Pagar Alam 6 orang, Ogan Ilir 5 orang, OKU Selatan 3 orang, PALI dan Muratara 1 orang.
Trisnawarman menyebut, jumlah penduduk di Palembang paling banyak sehingga memengaruhi mereka yang berisiko ODHA. Penanganan HIV/AIDS katanya tak bisa dilakukan dinas kesehatan saja, tapi harus kerja lintas sektor seperti dinas pendidikan, orang tua, PKK, swasta dan lainnya.
"Orang tua harus memperhatikan pendidikan anaknya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan agama juga harus ditanamkan sejak dini agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan," tukasnya.
(csb/csb)