Mahkamah Konstitusi memutuskan tidak menerima permohonan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin Nomor Urut 02 Slamet Somosentono-Alfi Novtriansyah Rustam dalam PHPU kepala daerah 2024.
Putusan Perkara Nomor 25/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dibacakan dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (4/2/2025). Persidangan dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
"Mengadili, dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan dikutip dari keterangan resmi MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan dalil-dalil Pemohon perkara ini tidak terbukti, termasuk soal money politics yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Majelis juga mempertimbangkan hasil pengawasan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Banyuasin yang dilakukan Bawaslu. Terdapat keberatan saksi Pemohon berkenaan dengan kesalahan input data DPTb dan dalam DPK pada TPS 07 Mariana ilir Kecamatan Banyuasin I.
Akan tetapi, keberatan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pembukaan kotak C hasil bupati/wakil bupati yang kemudian hasilnya sama dengan C hasil salinan Bawaslu Banyuasin.
"Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah tidak mendapat keyakinan akan kebenaran terhadap dalil-dalil pokok permohonan Pemohon," ujar Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh.
Pertimbangan itu menurut Daniel memperkuat bahwa tak ada alasan Mahkamah menunda keberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan.
Mahkamah juga menilai pelaksanaan Pilbup 2024 sesuai ketentuan berlaku. Atas dasar itulah Majelis Hakim Konstitusi tidak melanjutkan PHPU Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin 2024 ini.
"Dengan demikian, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian," katanya.
Sebelumnya, dalam permohonan Pemohon mendalilkan adanya temuan kecurangan. Di antaranya berupa money politics secara terstruktur dan berjenjang dari tingkat kabupaten hingga TPS.
Selain itu, Pemohon menyebut money politics dilakukan secara masif dengan memanfaatkan koordinator aksi, saksi, dan relawan. Dari dalil permohonan itu, Pemohon kemudian mengajukan petitum, meminta Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Banyuasin mengenai penetapan perolehan suara hasil Pilbup Banyuasin.
Pemohon juga meminta agar Majelis memerintahkan Termohon mengadakan pemilihan ulang Bupati/Wakil Bupati Banyuasin 2024, serta mendiskualifikasi Paslon lain.
(des/des)