Kasus Leptospirosis di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun. Dinkes Sumatera Selatan menyebut pada 2020 ada sebanyak 1.173 kasus dengan 106 kematian (case fatality rate/CFR 9,04%).
Kemudian 2021 sebanyak 736 kasus dengan 84 kematian (CFR 11,41%), 2022 ada 1.613 kasus dengan 148 kematian (9,18%). Pada akhir 2023 terdapat 2.554 kasus Leptospirosis dengan 205 kasus kematian (CFR 7,71%).
Sementara di awal 2024 beberapa daerah sudah melaporkan peningkatan kasus Leptospirosis seperti di Jawa Barat 8 kasus dengan 2 meninggal dan Jawa Tengah 19 kasus selama Januari 2024. Di Sumsel 1 kasus yang ditemukan pada Januari meninggal dunia dan 1 kasus lagi terjadi April.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada umumnya kasus Leptospirosis terjadi seiring dengan tibanya musim hujan yang berasal dari urine dan kotoran tikus. Kewaspadaan terhadap penyakit penyerta banjir dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ini perlu ditingkatkan," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, Trisnawarman, Selasa (15/10/2024).
Trisnawarman menjelaskan, salah satu penyakit penyerta banjir yang jarang diketahui oleh masyarakat adalah Leptospirosis. Penyakit ini ditularkan melalui kencing tikus berupa bakteri yang masuk melalui kulit yang lecet atau selaput lendir pada saat kontak dengan banjir atau genangan air sungai hingga selokan dan lumpur.
"Pada umumnya gejala yang dirasakan demam mendadak, lemah, mata merah, kekuningan pada kulit, sakit kepala, nyeri otot betis dan lainnya," jelasnya.
Selain menerapkan PHBS, masyarakat juga diminta menggunakan sarung tangan dan sepatu boots saat membersihkan rumah/selokan. Mencuci tangan dengan sabun setelah selesai beraktivitas.
"Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar aman dari jangkauan tikus. Mengimbau masyarakat membersihkan dan memberantas tikus di sekitar rumah dan tempat umum seperti pasar, terminal, tempat rekreasi," tambahnya.
Segera lakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala Leptospirosis, agar bisa segera mendapatkan penanganan sedini mungkin dari petugas kesehatan.
Pihaknya, juga meminta Dinkes kabupaten/kota meningkatkan sistem kewaspadaan dini (SKD) dengan melakukan surveilans Leptospirosis dan kegiatan deteksi dini kasus di daerah yang mempunyai faktor risiko.
Kemudian menguatkan jejaring dengan Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) dalam pemeriksaan konfirmasi sampel Leptospirosis di regional masing-masing dan lainnya.
(dai/dai)