Yohanes Tamonob (38) sudah tiga tahun dinyatakan meninggal dunia. Padahal, pria di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) ini masih hidup dan dalam keadaan sehat.
Dikutip detikBali, masalah ini terungkap ketika Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) TTS mengeluarkan akta kematian Yohanes. Apa yang dilakukan Disdukcapil didasari laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTS.
Maka dari itu, Yohanes mengadukan kasus tersebut ke KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Kupang, lantaran hak pilihnya terancam. Ia juga melapor ke Polres TTS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Status meninggal juga membuat Yohanes kesulitan mengurus administrasi. Salah satunya berimbas pada kartu BPJS Kesehatan miliknya yang dinonaktifkan.
"Saya datang ke Kantor KPU dan Bawaslu NTT, mau cek data saya telah meninggal dunia. Namun masih tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," ujar Yohanes kepada detikBali di Kupang, Senin (7/10/2024).
Keluh Kesah dan Harapan Yohanes
Ia mengaku baru mengetahui dinyatakan meninggal saat memeriksakan anaknya di salah satu Puskesmas. Saat itu, kartu BPJS miliknya dinyatakan tidak aktif.
"Saya kaget karena berimbas pada Kartu BPJS-nya yang telah dinonaktifkan dengan keterangan meninggal dunia. Dari kejadian ini saya mendatangi kantor KPU dan Bawaslu NTT, untuk mempertanyakan status memilih," keluh Yohanes.
Yohanes ke kantor KPU dan Bawaslu dengan membawa sejumlah dokumen. Antara lain akta kematian, kartu BPJS yang dinonaktifkan, serta surat keterangan telah meninggal dunia.
Ia menduga akta kematian miliknya dikeluarkan Disdukcapil lantaran manipulasi data yang dilakukan sejumlah mafia berkaitan dengan Pilkada 2024. Akta kematian itu baru dikeluarkan pada Agustus lalu dengan keterangan meninggal sejak 2021.
"Di dalam akta kematian yang dikeluarkan tanggal 22 Agustus 2023, dinyatakan meninggal pada 13 Februari 2021. Sehingga saya merasa tidak nyaman dan telah melaporkan kasus ini ke Polres TTS," urai Yohanes.
Ia juga membeberkan hampir kehilangan hak pilih saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ia sempat tidak diizinkan memilih karena tidak terdaftar sebagai DPT. Setelah protes, Yohanes akhirnya bisa memilih lewat Daftar Pemilih Khusus (DPK).
"Saya berharap data pribadi dapat segera dipulihkan, dan meminta aparat dapat mengungkap kasus ini, sehingga oknum-oknum yang terlibat dapat segera ditangkap," terangnya.
Disdukcapil TTS Buka Suara
Sementara Kadisdukcapil TTS periode 2021-2023, Apris Manafe mengatakan penerbitan akta kematian Yohanes berdasarkan laporan KPU. Total ada 4 ribu orang yang dinyatakan sudah meninggal dunia, termasuk Yohanes. Untuk itu, perlu diterbitkan akta.
"Kalau tidak salah waktu itu mau pileg, ada data dari KPU kurang lebih ditemukan 4 ribu masyarakat di Kabupaten TTS ditemukan sudah meninggal, temuan itu pada saat dilakukan pendataan oleh pantarlih termasuk Tamonob (Yohanes) itu," ujar Apris melalui sambungan telepon, Selasa (8/10/2024).
Tapi Disdukcapil TTS tidak bisa langsung menggunakan data KPU untuk menghapus data-data kependudukan Yohanes dan ribuan orang lainnya. Sebab, perlu data pendukung dari kepala desa.
"Jadi kami kembalikan data dari KPU. Setelah itu kami meminta KPU untuk melakukan validasi data ke tingkat desa," tegas Apris.
Mengenai hal itu diamini oleh Melkior Nenoliu, Kepala Desa Mnelaanen, Kecamatan Amunaban Timur, TTS. Ia saat itu mengeluarkan surat kematian kolektif. Termasuk menerangkan kematian Yohanes Tamonob.
Surat itu lantas dibawa oleh petugas KPU ke Disdukcapil. Setelah itu, barulah Disdukcapil TTS mengeluarkan akta kematian Yohanes Tamonob.
"Lalu diantarkan oleh KPU ke Disdukcapil. Saat itu dikeluarkanlah akta kematian kepada Tamonob itu. Apa yang dilakukan oleh Disdukcapil TTS telah melalui mekanisme yang benar karena Disdukcapil telah mengantongi surat dari pemerintah desa setempat yang menerangkan kalau yang bersangkutan telah meninggal dunia," tutup Melkior.
Artikel ini sebelumnya telah tayang di detikBali dengan judul Pria di NTT Dinyatakan Meninggal Sejak 2021, Ternyata Masih Hidup.
(sun/dai)