DPR RI menyatakan batal mengesahkan revisi UU Pilkada pada Kamis (22/8). Pimpinan DPR menyebut Pilkada 2024 akan digelar mengikuti putusan MK. Sementara itu, KPU juga menyatakan akan menyiapkan draf revisi Peraturan KPU (PKPU) yang sesuai dengan putusan MK.
Keputusan tersebut di ambil di tengah-tengah dan setelah digelarnya aksi di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, serta di daerah-daerah lainnya. Masyarakat dari berbagai elemen menyuarakan tuntutan agar revisi UU Pilkada batal disahkan.
Paripurna Ditunda, Lalu Batal
Awalnya rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada dijadwalkan pada Kamis (22/8) pukul 10.00 WIB. Dilansir detikNews, rapat sempat ditunda selama 30 menit karena belum mencapai kuorum. Karena kuorum tak kunjung terpenuhi, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat memutuskan untuk menunda paripurna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"89 hadir, izin 87 orang. Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi," ujar Dasco diikuti ketukan palu.
Adapun revisi UU Pilkada yang semula hendak disahkan itu telah disetujui dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) yang digelar maraton sehari sebelumnya, Rabu (21/8). Delapan fraksi menyatakan setuju, hanya PDIP yang menolak.
DPR Nyatakan Batal Sahkan Revisi UU Pilkada
Meski paripurna diumumkan batal, massa yang telah berkumpul tetap menjalankan aksi. Kemudian perwakilan DPR menemui massa aksi di depan Kompleks Senayan pada pukul 12.51 WIB.
Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman bersama koleganya sempat dilempari botol oleh sejumlah peserta aksi. Dalam kesempatan itu, Habiburokhman menyampaikan bahwa pengesahan revisi UU tidak akan dilakukan.
"Kami menyatakan tidak ada pengesahan RUU Pilkada," ujarnya.
![]() |
Pernyataan itu ditegaskan kembali oleh Dasco dalam konferensi pers yang digelar sore hari. Dia menyebut semua poin di revisi UU Pilkada otomatis batal dan Putusan MK Nomor 60 dan 70 yang berlaku.
"Iya, putusan MK itu kan berlaku dan bersifat first and binding. Nah, ketika kemudian ada undang-undang baru, tetunya kan undang-undang baru (yang berlaku). Tapi kan undang-undang barunya nggak ada. Jadi kita tegaskan di sini putusan yang berlaku yaitu Putusan MK Nomor 60, Putusan MK Nomor 70," ujar Dasco.
Sebelum itu, Dasco juga sempat menyatakan bahwa Pilkada 2024 akan digelar berdasarkan Putusan MK selama revisi UU Pilkada belum disahkan hingga waktu pendaftaran calon.
"Nah, seandainya dalam waktu pendaftaran undang-undang yang baru belum, ya berarti kan kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
Dasco mengatakan bahwa penjadwalan ulang rapat paripurna di DPR harus dibicarakan di tingkat Rapat Pimpinan (Rapim) dan Bamus lebih dulu. Kemudian pelaksanaan paripurna hanya bisa pada hari Selasa dan/atau Kamis. Adapun waktu pendaftaran calon Pilkada di KPU dibuka pada 27-29 Agustus 2024.
![]() |
KPU Siapkan Revisi PKPU Sesuai Putusan MK 60 dan 70
Dari Kantor KPU di Menteng, KPU menyatakan tengah menyiapkan draf revisi PKPU pencalonan kepala daerah. Mereka memastikan draf tersebut mengikuti putusan MK.
"Kita berusaha berkomunikasi dan mengkomunikasikan, termasuk sedang menyiapkan draf untuk tindak lanjut putusan MK tersebut," jelas Ketua KPU Mochammad Afifuddin dilansir detikNews.
Afif menegaskan KPU belum menyatakan perubahan sikap sejak pengumuman putusan MK pada Selasa (20/8) hingga kemarin. Dia menyebut KPU akan menindaklanjuti putusan MK.
"Kami sampaikan, kami ulangi lagi, sebagaimana berita beredar, KPU dalam hal ini sudah menempuh langkah untuk menindaklanjuti putusan MK. Jadi kalau pertanyaannya apakah KPU menindaklanjuti putusan MK, kami tegaskan KPU menindaklanjuti putusan MK," katanya.
Terkait konsultasi yang dimaksud, lanjut Afif, KPU menganut Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016 yang mewajibkan mereka untuk menempuh konsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum menerbitkan PKPU. Afif berkaca dari kasus Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang menyangkut syarat usia calon presiden dan wakil presiden, yang pada saat itu juga ramai dikritik.
"Kenapa ini (konsultasi) kami lakukan? Kami punya pengalaman dulu ada putusan MK dalam proses pilpres, Putusan 90 yang saat itu dalam perjalanannya kemudian kami tindak lanjuti, tetapi konsultasi tidak sempat dilakukan karena satu dan lain hal. Selanjutnya dalam aduan dan putusan DKPP, kami dinyatakan salah dan diberi peringatan keras dan keras terakhir," ungkapnya.
(des/des)