Pengamat: Putusan MK Angin Segar Demokrasi, 'Pemborong Parpol' Kena Prank

Sumatera Selatan

Pengamat: Putusan MK Angin Segar Demokrasi, 'Pemborong Parpol' Kena Prank

Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Rabu, 21 Agu 2024 13:20 WIB
Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) hadir dalam sidang Putusan Dismissal sengketa Pileg hari ini, Selasa (21/5/2024). Sebanyak 207 perkara akan dibacakan putusan dismissal-nya.
Putusan MK soal Pilkada (Foto: Rifkianto Nugroho)
Palembang -

Putusan MK terbaru nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas persentase perolehan suara partai untuk pencalonan kepala daerah memberi angin segar para kandidat yang ingin maju Pilkada 2024. Paslon yang sudah mundur karena kekurangan kursi bisa kembali punya peluang berkontestasi.

Pengamat Politik Sumsel, M Haekal Al Haffafah mengatakan, fenomena borong parpol yang mengarah pada Paslon lawan kotak kosong tidak akan terjadi pasca putusan MK tersebut keluar.

"Putusan MK No 60 yang baru disahkan merupakan angin segar bagi kehidupan demokrasi, karena prinsip equal (kesetaraan) dalam kompetisi elit dalam pilkada serentak kembali hidup," ujar Haekal, Rabu (21/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, putusan itu akan berdampak pada banyaknya pilihan kandidat yang akan bersaing di Pilkada. Dengan begitu, rakyat tidak akan terpaku pada sosok calon yang itu-itu saja.

"Dampaknya tentu rakyat punya banyak pilihan, hegemoni parpol (atau demokrasi yang dibangun di atas kompromi elit) segera cepat diamputasi dengan hadirnya putusan 60 MK itu," kata Dosen FISIP Universitas Sriwijaya ini.

ADVERTISEMENT

Putusan MK dilihat dari Pilkada di Sumsel akan membuat Heri Amalindo-Popo Ali yang sempat menyatakan mundur karena diduga tak dapat tambahan dukungan Parpol memiliki peluang. Termasuk para calon-calon lain yang sebelumnya pesimis karena terganjal dukungan kursi Parpol.

"Hapal tentu punya harapan untuk maju Pilkada Sumsel. Di level Kota Palembang, bukan hanya peluang 3 pasang calon, 5 pasang calon pun masih sangat mungkin mengingat masih ada waktu 7 hari bagi Parpol untuk mengevaluasi dan mengedit B.1-KWK-nya," ungkapnya.

Dia menyebut, pertimbangan keputusan itu bukan merugikan atau tidak. Namun, keputusan tersebut akan mengkhawatirkan banyak calon yang berharap tak ada pertempuran sengit lewat aksi borong Parpol.

"Pertimbangannya bukan rugi atau tidak, tapi lebih tepatnya putusan MK ini mengkhawatirkan banyak calon yang berharap tidak ada pertempuran sengit lewat aksi borong parpol," katanya.

Dengan adanya aturan baru ini, menurutnya, partai-partai kecil juga merasa punya positioning. Suara rakyat yang masuk ke partai bisa dipakai untuk demokrasi di Pilkada nanti.

"Iya, karena suaranya yang tidak masuk dalam parlemen bisa kembali dihitung untuk mengusung koalisi baru dan ada andil dalam menentukan pemimpin ke depan," tambahnya.

Masih katanya, ada peristiwa politik yang sebelumnya disayangkan oleh sebagian penggiat demokrasi. Yakni, menyangkut banyaknya calon independen yang prosedur pemberkasannya dipersulit dan waktunya sangat singkat.

"Ada dua, pertama soal calon independen yang prosedur pemberkasannya dipersulit dan waktunya sangat singkat. Kedua, fenomena borong parpol yang mengarah pada fenomena kotak kosong yang saya sampaikan tadi," katanya.

Dari kedua peristiwa politik itu, ada kekhawatiran lain terkait hegemoni parpol pemenang istana, yang memangkas jalannya kompetisi elit lokal karena tersandera oleh Parlementary Threshold.

"Kecenderungannya mengarah pada upaya tirani parpol di level elit mengarah pada otoritarianisme parpol yang menemukan bentuk baru dalam demokrasi elektoral. Artinya, rakyat punya banyak pilihan untuk menggantungkan harapan lewat potensi terbentuknya koalisi baru menjelang detik-detik pemberkasan KPU," tukasnya.

Pengamat Politik Sumsel lainnya, Bagindo Togar juga mengapresiasi putusan MK terbaru ini. Menurutnya, sejumlah calon yang telah lengkap syarat dukungan bahkan sampai memborong parpol kini gigit jari karena telah mengeluarkan banyak biaya.

"Seperti kena prank. Bisa dikatakan duit setan dimakan hantu," ujarnya.

Lanjutnya, putusan MK ini membuka peluang kandidat lain yang selama ini kalah secara finansial. Dengan begitu, tak ada lagi kapitalisasi politik seperti yang terjadi selama ini. Demokrasi akan benar-benar berasal dari suara rakyat.

"Siapapun kini berpeluang maju, utamanya mereka yang memang memiliki basis elektoral. Putusan MK ini mengubah yang tadinya Mahkamah Keluarga menjadi Mahkamah Keren," tukasnya.




(mud/mud)


Hide Ads