Cerita Guru Besar Unja Terpapar Kelompok NII Saat Mahasiswa Kini Cabut Baiat

Jambi

Cerita Guru Besar Unja Terpapar Kelompok NII Saat Mahasiswa Kini Cabut Baiat

Dimas Sanjaya - detikSumbagsel
Jumat, 26 Jul 2024 10:01 WIB
Prof. Hadiyanto saat melakukan prosesi cabut baiat NII di Polda Jambi
Prof. Hadiyanto saat melakukan prosesi cabut baiat NII di Polda Jambi. Foto: Dok. Polda Jambi
Jambi -

Guru Besar Universitas Jambi (Unja) Prof. Hadiyanto merupakan salah satu eks anggota kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang telah mencabut baiat dan berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia bercerita terpapar NII saat masih menjadi mahasiswa.

Guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) itu merupakan salah satu dari 256 eks anggota dan simpatisan NII yang melakukan prosesi cabut baiat di Mapolda Jambi, Kamis (25/7/2024). Proses cabut baiat ini disaksikan Kapolda Jambi Irjen Rusdi Hartono, Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani, dan Forkopimda Provinsi Jambi.

Hadiyanto mengatakan dirinya ikut bergabung dalam kelompok NII pada tahun 1995 kala masih menjadi mahasiswa di kampus tempatnya mengajar saat ini. Saat bergabung, ia telah didoktrin bahwa konsep yang digaungkan NII merupakan sebuah kebenaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat menjadi anggota dulu banyak mendapat pengalaman, dalam proses itu pertama bagus semuanya seolah-olah apa yang mereka sampaikan itu adalah kebenaran dan seolah-olah NKRI ini adalah salah dan kafir," kata Hadiyanto di hadapan sejumlah pejabat yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Dia menceritakan bergabung ke NII hanya 3 tahun sampai pada 1998 atau pascareformasi. Di tahun ketiga bergabung itu, dia mulai merasakan ada banyak kejanggalan dalam aliran tersebut.

ADVERTISEMENT

"Saya mulai menemukan sesuatu yang janggal. Misalnya, kita boleh mengambil apa saja dari kelompok kita. Misalnya kita di tempat bekerja, bahwa barang-barang (di tempat kerja) itu halal sebagai harta rampasan. Itu sudah mulai bertentangan dengan saya," jelasnya.

Kejanggalan lain yang dirasakannya adalah tidak perlu taat kepada orang tua dan memperbolehkan untuk bohong kepada orang tua. "Kita boleh membohongi orang tua karena belum beriman kepada Allah," ungkapnya.

Hadi juga menyebutkan salat yang dilakukan bukan salat 5 waktu, melainkan salat dakwah. Lalu, tidak transparannya keuangan organisasi menyebabkan saat itu dia memutuskan untuk keluar dari organisasi tersebut.

Protes Hadi saat itu berujung panjang. Ia diminta untuk menemui pimpinan NII di Jakarta. Hadi rela ke sana menggunakan bus dan dijemput simpatisan di Jakarta menggunakan sebuah minibus.

"Saya datang ke Jakarta, sampai ke stasiun dan saya naik mobil Panther. Mata saya ditutup sampai ke suatu rumah, saya tidak tahu itu di mana," cerita Hadi.

Setelah sampai, dia langsung diceramahi karena sering melayangkan protes kepada pimpinan NII. Saat itu, dia disandera jika tidak menjalani apa yang disampaikan pemimpin kelompok, dirinya ditahan dan tidak diperbolehkan untuk pulang ke Jambi.

"Akhirnya saya pura-pura taubat, kemudian diminta uang taubat sebesar Rp 50 ribu pada masa itu uang segitu cukup besar. Sampai ke Jambi harus dibayarkan. Setelah saya pulang saya kirim surat bahwa saya keluar dari NII," jelasnya.

Setelah keluar dari NII, Hadiyanto saat itu mencoba mengumpulkan kembali anggota yang masih terafiliasi untuk ikut keluar dari NII. Namun, kala itu ia sempat diamankan pihak Korem dan Kepolisian Daerah Jambi saat itu.

"Ketika itulah saya ditangkap oleh Danrem Jambi, dari Polda dan dari Kejaksaan terus dibawa dan dibina. Saya terus wajib lapor di Polresta Jambi setiap hari, lalu saya menjadi informan untuk mencari dan memanggil," ungkapnya

"Setelah perjalanan panjang, saya sudah keluar dan memantau pergerakan mereka tapi masih ada yang datang ke rumah saya. Saya nyatakan saya sudah berubah dan tidak mau," sambungnya.

Seiring berjalan waktu, Hadi telah benar-benar meninggalkan paham itu. Ia terus melanjutkan pendidikannya sampai S3 dan kini meraih gelar Guru Besar. Dalam catatan riwayat pendidikannya, dia menempuh pendidikan Magister dan Doktor di Universitas Kebangsaan Malaysia.

Pada akhirnya, kata Hadi, ia kembali didatangi dan berdiskusi bersama Densus 88 AT Polri dan Ditintelkam Polda Jambi. Dalam diskusi itu, tim Densus 88 meminta dirinya untuk menulis pernyataan dan bersedia ikut cabut baiat dan setia kepada NKRI

"Saya bersedia dan bahkan sudah menunggu agar orang-orang ini bertemu. Kalau tidak begitu saya tidak tau bahwa orang ini sudah keluar. Jadi saya sangat berterima kasih kepada Tim Densus 88 dan saya juga menyampaikan kepada Rektor bahwa saya bersedia untuk cabut baiat pada hari ini karena menguntungkan juga untuk saya karena takut nama saya masih dipakai dalam grup itu," tutupnya.




(des/des)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads